Tanggal 21-04-2024, jam 14:31 begitu puasnya aku berkelonjotan penuh kenikmatan saat aku nembak mani di depan Ning yang sedang tertidur di ruang tamu rumah mertuaku. Ah Ning..., begitu inginnya aku memendamkan kontolku ke dalam pepekmu...
Awalnya sekitar jam 08:40 Ning secara tiba-tiba datang ke M dan dia hanya seorang diri. Hal yang tidak pernah dia lakukan selama dia tinggal di A S. Sebenarnya si Ning itu sangat dikekang oleh suaminya. Dan yang menjadi pertanyaan kami adalah kenapa dia bisa sampai ke M hanya seorang diri dan tanpa pemberitahuan ke kami seperti yang biasa dilakukan keluarga A S bila ingin datang ke M.
Dan akhirnya terungkap kalau si Ning sebenarnya sedang bertengkar dengan suaminya dan dia memutuskan untuk menenangkan dirinya di M. Panjanglah pokoknya nasehat mertuaku pada si Ning itu yang intinya tidak mendukung apa yang dia lakukan. Saat kami ngumpul menasehati Ning, imajinasiku selalu saja bermain pada keindahan tubuhnya. Esh..., pantatnya itu lho yang membuat aku begitu terobsesi pada Ning. Esh..., lonte pantat torok pepek kau Ning...
Singkatnya, pada siang hari mertuaku mengajak *****ku untuk menghadiri undangan kerabat kami di kampung sebelah sambil dengan suara sedikit berbisik meminta aku untuk menemani Ning di rumahnya.
"***, ini ibu sama *** mau undangan dulu sekalian nanti mau belanja. Tolong lihat-lihat si Ning di rumah ya..., ibu takut dia nanti berbuat aneh karena masalahnya itu. Dan sekalian juga rice cooker ibu gak hidup, benerinnya di rumah ibu aja sekalian pantau si Ning..., lagi tidur dia itu", kata mertuaku yang membuat hatiku bersorak.
Ah..., pepek torok..., begitu bermainnya imajinasi birahiku dengan apa yang akan aku lakukan pada Ning. Tapi..., setelah aku mempertimbangkan banyak hal, yang paling bisa dan pasti aku lakukan adalah aku ngocok di dapur rumah mertuaku seandainya Ning sedang menonton TV. Dan setelah mertuaku serta *****ku pergi, langsung aja aku membuka sempakku sambil mengikat telor kontolku. Esh..., walau kemungkinannya sangat tipis, tapi setidaknya aku sudah mempersiapkan diri.
Obsesi serta hasrat birahiku pada Ning membuat aku secara terang-terangan menyuruh ***** dan ** untuk bermain di rumah sepupunya, di gang sebelah sambil aku kasih uang untuk jajan, sementara **** sudah sedari pagi pergi ke workshopnya. Dan setelah mereka pergi, aku kemudian masuk ke rumah mertuaku sambil membawa peralatan untuk memperbaiki rice cookernya.
Awalnya aku kira Ning sedang rebahan di kursi tamu. Tapi saat aku menyapanya, baru aku tahu kalau Ning memang sedang tidur, seperti yang dikatakan mertuaku. Ah..., lonte pepek pantat torok si Ning itu..., begitu bergemuruhnya birahiku saat aku melihat ke tubuhnya. Sambil memperhatikan situasi yang ada, akhirnya aku memutuskan untuk memperbaiki rice cooker di ruang tamu. Tujuanku adalah sekalian untuk memastikan kondisi si Ning dan aku memang berniat untuk ngocok di sana.
Gak perlu waktu yang lama untuk membuka dan memperbaiki rice cooker yang rusak itu karena hanya fusenya aja yang longgar. Dan setelah aku memperbaiki dudukan fuse yang longgar itu, sengaja aku biarkan dulu. Tujuanku adalah sebagai alasan seandainya Ning terbangun dan mendapati aku berada di dalam rumah mertuaku, di sekitar dirinya.
Sambil meremas-remas kontolku, begitu aku telusuri tubuh Ning yang sedang tidur di depanku. Tangannya yang ditumbuhi bulu halus membuat imajinasiku bermain. Ah..., pasti lebat jembut si Ning itu..., dan pasti nikmat seandainya aku bermanja di pepeknya. Esh..., kontolku perlahan mulai ereksi saat semakin liarnya imajinasiku pada pepek si Ning yang belum mempunyai anak itu.
Lonte si Ning itu..., semakin liar imajinasiku serta tanganku yang meremas-remas kontolku, membuat semakin ereksi kontolku. Dan perlahan, dalam posisi bertumpu pada kedua lututku, aku mengeluarkan kontolku. Esh..., lonte pepek pantat torok kau Ning..., kenikmatan birahiku begitu terasa di kontolku, walau belum aku kocok. Begitu gagahnya kontolku ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Sambil melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 14:12, masih dalam posisiku, perlahan aku mulai mengocoki kontolku. Dan kalau saja aku sedikit mundur dari posisiku saat itu, pasti dari luar rumah akan terlihat kalau aku sedang ngocok. Esh..., lonte pantat pepek torok kau Ning..., sensasi telor kontolku yang aku ikat juga menambah kenikmatan kontolku yang sedang aku kocok sekitar 2,5 m di samping Ning.
Sebenarnya saat itu aku ingin menyudahi dulu acara ngocokku untuk mengambil HPku yang aku tinggal di rumah. Tapi karena aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, yang bisa aja Ning terbangun, akhirnya aku teruskan aja acara ngocokku tanpa aku mendokumentasikannya melalui video ataupun photo seperti yang biasa aku lakukan.
Begitu aku nikmati hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku sambil menelusuri tubuh Ning. Lonte pepek pantat torok kau Ning..., birahiku semakin menggelegak. Dan perlahan, sambil memperhatikan wajah Ning, aku bangkit dari posisiku dengan tidak menghentikan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Ah..., lonte kau Ning..., tetek mu itu...
Adrenalinku semakin terpicu yang membuat aku secara perlahan mulai mendekati tubuh Ning yang sedang tertidur sekitar 2,5 m di depanku. Sambil ngocok aku berjalan mendekati posisi Ning. Jujur saja, saat itu aku berencana ingin bugil ngocok di depan Ning karena posisi depan celana pendekku yang sedikit aku lorotkan itu sangat mengganjal telor kontolku yang aku ikat. Jadi gak bebas gerakan telor kontolku. Tapi karena aku mempertimbangkan beberapa resiko yang mungkin saja bisa terjadi, akhirnya aku urungkan rencanaku itu.
Awalnya aku berjalan menuju pintu depan kamar Teti dan menghentikan langkahku di sana untuk memastikan reaksi Ning. Sengaja aku sedikit mengambil jarak sekitar 1,5 m dari kepala Ning. Esh..., lonte..., benar-benar lonte si Ning itu..., birahiku semakin tidak bisa diajak kompromi yang membuat aku akhirnya semakin mendekat ke posisi Ning hingga akhirnya aku berdiri sambil ngocok sekitar 30 cm di dekat kepalanya. Dari posisiku nampak jelas wajah cantik si Ning, dan teteknya yang menyembul seperti memanggil aku untuk bermanja dan netek di teteknya. Jam dinding menunjukkan pukul 14:21 saat secara perlahan aku mulai mendekatkan kontolku yang sedang aku kocok itu ke kepala Ning hingga kepala kontolku menyentuh dan menempel di bagian atas kepala Ning. Begitu perlahan dan sangat berhati-hati aku menempelkan kepala kontolku di kepala Ning. Esh..., lonte pepek pantat torok kau Ning..., nikmatnya...
Walau tak menyentuh langsung ke kulit Ning dan kontolku itu hanya menyentuh rambutnya saja, tapi begitu terasa nikmat. Sambil memandang wajah Ning dan melihat reaksinya, santai saja aku ngocok di dekat kepala Ning. Esh..., lonte kau Ning..., begitu besar obsesi birahiku pada tubuhnya. Begitu menggoda pepek dan pantat si Ning itu. Jujur saja, kalaulah dia secara sadar mau aku ajak ngentot, pasti akan aku giliri pepek dan pantat si Ning itu secara bergantian. Akan aku buat si Ning itu sampai terkencing-kencing karena kocokan kontolku di pepek dan pantatnya. Esh..., dasar lonte kau Ning...
Jam menunjukkan pukul 14:23 saat aku menggeser posisiku yang awalnya berdiri di dekat kepala si Ning, menjadi berdiri tepat di samping Ning. Hanya sekitar 20 cm jarak antara kontolku yang sedang aku kocok dengan wajahnya. Saat itu aku benar-benar ngocok di depan wajah si Ning. Dan aku tahu, seandainya si Ning membuka matanya sedikit saja, pasti secara jelas dia dapat melihat kontolku yang sedang aku kocok tepat di depan wajahnya. Aku sadar, sepertinya aku gak punya alasan seandainya Ning terbangun dan mendapati aku sedang berdiri di sampingnya, walaupun kontolku dapat dengan cepat aku masukkan ke dalam celanaku. Tapi itu pula yang membuat adrenalinku semakin terpicu. Sambil memperhatikan wajah Ning, tanganku tak henti-hentinya mengocoki kontolku.
Lonte si Ning itu..., sehari semalampun aku sanggup memuaskan pepek dan pantatnya. Begitu sangat menggairahkan sekali si Ning itu. Esh..., lonte..., jujur yang aku suka dari Ning adalah pantatnya yang montok itu. Dan aku yakin jembutnya pasti lebat dan tebal karena banyak bulu halus di tubuh si Ning itu. Esh..., dasar lonte kau Ning...
Begitu aku dalami kecantikan wajah Ning dan tetek Ning yang ada di hadapanku. Begitu aku nikmati sensasi ngocok di depan wajah si Ning itu. Hingga akhirnya pada jam 14:31 sambil berkelonjot penuh kenikmatan, aku nembak mani tepat di depan wajah Ning. Tangan kiriku secara cepat langsung meremas kepala kontolku sambil menahan agar muncratan maniku itu tidak berceceran dan mengenai wajah maupun tubuh Ning. Karena pastilah dia tahu kalau yang menempel di wajahnya itu adalah mani seandainya muncrat mengenai wajahnya. Kalau dulu saat dia belum kawin, mungkin si Ning itu belum tahu secara pasti bentuk lendir mani itu seperti apa. Karena dulu, si Ning itu pernah menginjak maniku yang berceceran di depan pintu kamarnya sambil mengatakan, "Ihh...., apa ni...". Ah..., lonte kau Ning..., kalau sekarang dia sudah kawin, pastilah dia tahu lendir mani itu seperti apa.
Sambil sedikit menahan kelonjotan nikmat di tubuhku, aku tetap meremas kepala kontolku dan menampung maniku dengan tangan kiriku, dan perlahan aku berjalan menjauh dari hadapan Ning, lalu aku masuk ke kamar mandi. Esh..., dasar lonte si Ning itu..., nikmatnya nembak tepat di depan wajahnya. Lonte..., lonte...
Saat di kamar mandi aku tiba-tiba mempunyai ide untuk mencampurkan maniku itu dengan air yang ada di dalam ember. Ide itu muncul saat aku melihat hanya ember itu saja yang berisi air, sementara bak mandi dan beberapa ember lainnya dalam keadaan kosong. Dengan harapan yang dipenuhi oleh gejolak birahi agar Ning menggunakan air di dalam ember, santai saja aku mencelupkan tanganku ke dalam ember tersebut dan langsung aku membersihkan maniku yang kental dan lumayan banyak itu dengan air yang berada di dalam ember. Esh..., nampak bergumpal-gumpal maniku di dalam ember itu. Dan nampak ada beberapa gumpalan maniku yang terapung maupun yang melayang-layang di dalam air di ember itu.
Jujur, ada rasa khawatir kalau Ning dapat melihat gumpalan maniku yang berada di dalam ember itu yang membuat aku mempunyai ide untuk mematikan lampu kamar mandi dan membuatnya seolah rusak. Dan langsung saja setelah tanganku bersih dari maniku, aku kembali ke ruang tamu untuk mengambil obeng. Dengan gerakan sedikit tergesah aku membuka saklar lampu dan melepas kabelnya. Begitu juga kabel stop kontak untuk mesin air aku lepas juga, dengan tujuan agar Ning menggunakan air di dalam ember tersebut terlebih dahulu.
Setelah itu, aku kembali duduk di lantai di ruang tamu sambil pura-pura sedang memperbaiki rice cooker dengan memposisikan tubuhku mengarah ke Ning yang masih tidur. Lonte..., karena terlalu lama menunggu, akhirnya aku sempatkan juga keluar rumah mertuaku untuk melihat situasi yang ada. Dan saat aku kembali ke rumah mertuaku lagi, aku dapati Ning sudah bangun dan sedang duduk. Akupun langsung saja duduk dan pura-pura memperbaiki rice cooker sambil ngobrol ringan dengan Ning.
Selang beberapa waktu kami ngobrol, Ning bangkit dan berjalan ke arah dapur. Esh..., lonte..., begitu aku harapkan si Ning itu menggunakan kamar mandi. Jujur, begitu bergemuruhnya dadaku karena berharap agar si Ning itu menggunakan air yang ada di dalam ember yang telah bercampur dengan maniku. Dan benar saja, Ning masuk ke kamar mandi.
"Bang, lampu kamar mandi mati ya...", kata Ning dari dalam kamar mandi yang membuat gemuruh di dadaku semakin cepat.
"Oh..., gak tahu Ning", jawabku sambil bangkit dan berjalan menghampiri kamar mandi yang ternyata Ning sedang berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Ntar abang benerin ya...", kataku lagi.
"Iya bang, ini Ning pakai dulu kamar mandinya", kata Ning sambil masuk ke kamar mandi.
Esh..., lonte si Ning itu..., seandainya dia minta aku ikut masuk ke kamar mandi juga pasti aku mau menemaninya. Saat itu kontolku tidak dalam posisi ereksi. Ya kalau ereksi, gak mungkin aku berdiri di depan Ning. Tapi..., memang dasar lonte pepek pantat si Ning itu..., kontolku langsung ereksi saat aku dengan sangat jelas mendengar suara Ning yang sedang kencing. Begitu jelas suara semburan air kencing si Ning itu keluar dari pepeknya. Lonte kau Ning...
Antar kepingin ngocok sambil mendengarkan suara kencing Ning dan rasa gak enak aja kalau Ning melihat kontolku yang menyodok bagian depan celana pendekku membuat aku akhirnya berlalu dari dapur. Apalagi sesaat setelah aku beranjak dari posisiku, terdengar Ning cebok dan pastinya menggunakan air yang berada di dalam ember yang sudah bercampur dengan maniku. Esh..., lonte kau Ning...
Aku langsung duduk dan mengemasi rice cooker yang aku bongkar dengan tujuan untuk menghidupkan lagi lampu kamar mandi yang aku buka kabelnya dan untuk melihat sampai seberapa banyak Ning menggunakan air yang ada di dalam ember yang telah bercampur dengan maniku itu. Lonte..., terdengar si Ning itu beberapa kali menciduk gayung untuk membersihkan pepeknya yang membuat kontolku semakin ereksi.
Jujur, saat itu aku sedikit serba salah karena kontolku benar-benar sudah sangat ereksi. Apalagi saat Ning keluar dari kamar mandi dan aku dengar dia memainkan saklar untuk menghidupkan mesin pompa air. Begitu aku tenangkan birahiku agar ereksi kontolku mereda. Esh..., memang dasar lonte si Ning itu...
"Bang, ini mesin airnya gak nyala juga ya...", kata Ning yang aku jawab nanti sekalian aku benerin lampu kamar mandinya.
Lontenya si Ning itu adalah dia kembali duduk di ruang tamu, sementara kontolku benar-benar dalam kondisi ereksi. Sambil pura-pura memasang beberapa bagian dari rice cooker yang aku buka, sengaja aku tempatkan rice cooker tersebut di pahaku untuk menutupi kontolku yang sedang ereksi. Dan sebagai basa-basi, kami juga ngobrol sambil Ning terkadang melihat ke siaran TV. Esh..., lonte pantat pepek torok kau Ning...
Saat aku melihat Ning terfokus melihat siaran TV, dengan segera aku memasukkan peralatan kerjaku dan dengan sedikit tergesa aku bangkit berjalan menuju dapur sambil menempatkan rice cooker yang aku bawa tepat di bagian depan celanaku untuk menutupi kontolku yang masih ereksi, dasar lonte kau Ning.
"Bang ***, abang sekalian benerin lampu ama pompa air...?", tanya Ning sesaat setelah melihat aku berjalan membawa rice cooker ke dapur.
"Iya Ning, ini sekalian abang kerjakan ya...", jawabku dengan debar di dada karena kontolku benar-benar dalam posisi menyodok bagian depan celanaku.
Hal yang pertama sekali aku lakukan adalah menyambung kembali kabel di saklar yang aku lepas dan kemudian aku masuk ke kamar mandi untuk melihat air yang ada di dalam ember. Ah..., pepek pantat lonte si Ning itu..., sisa air di dalam ember hanya tinggal sedikit dan aku tidak menemukan maniku ada di dalam ember tersebut. Esh..., lonte..., bisa saja maniku itu menempel di tangan ataupun di pepeknya si Ning. Ah..., dasar lonte kau Ning..., thanks sudah cebok dengan air di dalam ember yang telah bercampur dengan maniku.
Akhirnya aku lebih memperhatikan lantai kamar mandi dan menemukan beberapa gumpalan maniku yang berceceran di lantai. Dengan sisa air yang ada di dalam ember aku membersihkan maniku itu. Kalau Ning melihatnya, pasti dia dapat mengetahui kalau ceceran itu adalah mani. Ah..., lonte kau Ning. Dan di dalam kamar mandi itu perlahan kontolku mulai tidak ereksi.
Karena kontolku sudah tidak ereksi, kemudian aku keluar dari kamar mandi dan pura-pura minum untuk mengetahui keberadaan si Ning. Saat Ning melihat ke arah aku, Ning kembali menanyakan tentang lampu dan mesin pompa air yang aku jawab kalau lampu sudah hidup dan pompa air sedang aku kerjakan.
"Agak gerah bang, dari pagi belum mandi...", kata Ning kepadaku.
"Ntar Ning...", jawabku sambil membuka penutup pompa, pura-pura melihat kerusakannya sebagai antisipasi kalau Ning datang melihat apa yang aku kerjakan.
Setelah beberapa saat aku tunggu tapi Ning tak datang juga, akhirnya aku memasang kembali kabel stop kontak mesin pompa air yang sengaja aku buka. Dan setelah itu aku menghidupkan saklar mesin pompa air tanpa memasang terlebih dahulu penutup pompanya.
"Wah..., dah hidup mesinnya ya bang...", kata Ning dari ruang tamu.
Dan tak lama kemudian Ning datang dengan membawa handuk dan pakaiannya. Saat itu aku masih berdiri di dekat pintu kamar mandi. Sambil menggeser posisiku untuk memberi jalan pada Ning, aku katakan pada Ning kalau aku masih mengecek mesin pompanya.
"Lah..., dimatikan lagi bang mesinnya...?", kata Ning dengan nada sedikit kecewa.
"Nggak Ning, gak papa..., biar hidup seperti itu aja, ni abang ngecek aja kok, dan memang mesinnya harus hidup, ada yang mau abang setel...", jawabku.
Dan akhirnya Ning masuk ke kamar mandi, berlalu dari hadapanku. Esh..., lonte kau Ning. Pasti nikmat rasanya mandi sambil ngentot bersama kau, Ning. Ah..., kontolku perlahan mulai ereksi lagi. Dalam posisi masih berdiri di depan meja kompor, aku meremas-remas kontolku dan mulai mendengar suara Ning sedang menggosok gigi. Esh..., lonte...
Jujur, saat itu aku begitu bimbang, ingin ngocok tapi aku gak tahu apakan Ning sudah membuka pakaiannya atau gimana, karena yang aku dengar saat itu dia sedang menggocok gigi. Aku ragu aja, takutnya Ning tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Akhirnya aku membenahi mesin pompa yang telah aku buka dan benar saja, sesaat setelah aku mendengar Ning berkumur-kumur, dia kemudian keluar. Untungnya posisiku sudah berada di depan mesin pompa.
"Lah..., katanya mandi...", kataku pada Ning agar situasi nampak normal.
"Hehehe..., iya bang ada yang ketinggalan...", jawab Ning sambil berlalu dari hadapanku.
Dan untuk menjaga agar Ning gak curiga, akhirnya aku ke ruang tamu dan Ning nampak keluar dari kamar Teti dengan membawa lulur. Esh..., lonte si Ning itu..., kalau saja dia meminta aku untuk menggosoki tubuhnya dengan lulurnya itu, pasti dengan senang hati aku melakukannya.
"Bang, abang belum mau pulang kan...?, tanya Ning saat hendak melewati aku.
"Kenapa Ning...?", kataku balik bertanya.
"Nggak bang, minta tolong matikan airnya kalau udah penuh...", kata Ning sambil tertawa.
"Oala..., ya udah, abang nonton TV aja, ntar klo dah penuh bilang ya...", jawabku disertai sorak di hatiku karena Ning tidak merasa terganggu dengan kehadiranku di sana.
Akhirnya Ning berlalu dari hadapanku dan masuk ke kamar mandi. Sesaat setelah aku mendengar Ning menutup pintu kamar mandi, dengan perlahan aku berjalan ke dapur dan kemudian berdiri sekitar 3 m di depan pintu kamar mandi. Dari tempatku berdiri aku dapat mendengar jelas suara gerakan Ning seperti sedang membuka pakaiannya. Ah..., saat itu kontolku seperti memberontak ingin dikocok.
Karena aku yakin Ning sudah membuka pakaiannya dan bersiap untuk mandi, santai aja aku melorotkan bagian depan celanaku sambil membuat kontolku ereksi. Sekitar 3 m di depan pintu kamar mandi itu aku mulai ngocok sambil membayangkan kondisi tubuh bugil Ning yang sedang berada di kamar mandi. Saat itu aku benar-benar merasa tertantang dan secara perlahan aku berjalan sambil ngocok mendekati pintu kamar mandi. Sekitar 1,5 m sebelum pintu kamar mandi aku menghentikan langkahku sambil terus saja mengocoki kontolku.
Entah lah, adrenalinku benar-benar terpicu dan aku merasa sangat tanggung hanya ngocok dalam posisi dan kondisi seperti itu, yang akhirnya membuat aku menghentikan kocokan tanganku di kontolku. Dan dengan perlahan aku kembali lagi ke ruang tamu.
Sambil melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 15:02, secara santai aku membuka celanaku dan meletakkannya begitu saja di lantai ruang tamu. Dalam keadaan tanpa sehelai benangpun di tubuhku, aku berjalan sedikit menyamping agar tak terlihat dari luar rumah dan kembali ke dapur. Jujur, degup jantungku begitu terasa. Tapi karena kesempatan dan obsesiku pada tubuh Ning membuat aku begitu mengesampingkan resiko yang ada.
Begitu aku berada di dapur, langsung saja aku ngocok mengarah ke pintu kamar mandi. Esh..., lonte kau Ning..., begitu terpicunya birahi dan adrenalinku. Tak aku pikirkan posisi pintu rumah mertuaku yang terbuka lebar dan celanaku yang berada di ruang tamu. Malahan aku semakin nekat dengan lebih mendekatkan posisi tubuhku ke pintu kamar mandi. Ah..., lonte kau Ning..., aku benar-benar tak memikirkan resiko seandainya Ning membuka pintu kamar mandi dan pastinya si Ning itu akan mendapati aku dalam keadaan bugil berdiri hanya sekitar 1 m di depan pintu. Esh..., lonte pepek pantat torok kau Ning..., gak akan sempat aku untuk menghindar kalau kondisinya seperti itu...
Tanggung..., begitu tanggung rasanya..., dengan letupan dan gejolak birahiku serta kenikmatan kontolku yang sedang aku kocok membuat aku lebih merapatkan tubuhku ke pintu kamar mandi hingga jarak antara kepala kontolku dengan pintu kamar mandi kurang dari 15 cm. Suara riak air dari dalam kamar mandi yang menandakan kalau saat itu Ning sedang mengguyur tubuhnya serta pastinya mengusap-usap tubuhnya semakin menambah imajinasiku pada Ning yang sedang mandi. Esh..., dasar benar-banar lonte kau Ning...
Terkadang aku sampai memejamkan mataku menikmati sensasi kocokan tanganku di kontolku sambil mendengarkan Ning yang sedang mandi. Lonte si Ning itu..., semakin nikmat rasa kocokan tanganku di kontolku yang akhirnya secara perlahan aku merebahkan tubuhku di depan pintu kamar mandi dengan memposisikan kedua kakiku hampir menyentuh kusen pintu kamar mandi. Dengan posisi mengangkang dan menekukkan lututku, membuat posisi pantatku semakin mendekat ke arah pintu. Sambil telentang ngocok di depan pintu kamar mandi, begitu aku nikmati hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Terkadang aku sambil memejamkan mataku membayangkan tubuh bugil Ning yang sedang mandi di dalam kamar mandi itu. Apalagi saat itu aku mendengar suara Ning sedang mencuci yang pastinya posisi tubuhnya itu jongkok, membuat imajinasiku semakin liar. Esh..., seandainya Ning itu jongkok di atas tubuhku, pasti tanganku akan lebih mendorong pantatnya yang montok itu lebih ke depan agar aku lebih leluasa menjilati pepeknya...
Lonte kau Ning..., begitu banyaknya muncratan maniku yang keluar dari kontolku yang mengenai dada dan dagu serta mulutku. Benar-benar lonte kau Ning..., nikmatnya..., dalam keadaan bugil telentang di depan pintu kamar mandi begitu dahsyatnya kelonjotan nikmat yang aku rasakan. Esh...
Setelah reda kelonjotan di tubuhku, perlahan aku bangkit dan jujur, aku sedikit bingung untuk membersihkan maniku yang berceceran di tubuhku. Akhirnya aku menggunakan lap yang berada di meja kompor untuk membersihkan maniku dari tubuhku. Dan setelah itu, perlahan aku berjalan ke ruang tamu untuk memakai celanaku kembali. Esh..., lonte pepek pantat kau Ning..., inginnya aku melesakkan dan mengocoki pepek dan pantatmu dengan kontolku...
Saat aku sampai di ruang tamu, jam menunjukkan pukul 15:11. Berarti selama sekitar 9 menit aku dalam keadaan bugil ngocok di depan pintu kamar mandi. Itupun belum terhitung saat aku ngocok dalam keadaan masih menggunakan celana. Ah..., benar-benar lonte pepek pantat torok kau Ning...
"Bang ***, masih di sana...? Bisa minta tolong matikan air bang...", kata Ning dengan suara sedikit berteriak.
"Oooo, iya Ning ntar...", jawabku sambil bangkit dari kursi.
Saat aku bangkit untuk berjalan ke dapur, langsung aja aku keluarkan kontolku dan sesaat setelah aku sampai di dapur, langsung saja aku melorotkan celanaku. Begitu santai dalam keadaan celana yang sudah melorot hingga lututku itu aku menghampiri saklar mesin pompa air dan mematikannya. Jujur, saat itu begitu menggebunya birahiku pada Ning. Dan yang aku takutkan adalah terkentot paksa pula si Ning itu aku buat. Akhirnya dengan berat hati, setelah pompa air aku matikan, aku pamit pulang pada Ning. Aku kenakan kembali celana yang sudah aku lorotkan itu dan kemudian aku pulang ke rumahku. Toh besok pasti Ning akan aku jadikan target ngocokku lagi, begitu yang ada di benakku saat itu.
Tapi memang dasar lonte si Ning itu..., keesokan harinya, yaitu tanggal 22-04-2024 sekitar tengah hari, si Ning itu pulang ke A S. Hal itu aku ketahui setelah aku pulang dari aktifitas. Esh..., dasar lonte kau Ning..., cuma segitu doang... Bertengkar, pergi meninggalkan rumah dan pulang lagi.... Bukannya dekat jarak antara A S dengan M. Dasar lonte kau Ning..., buyar semua rencanaku. Padahal aku kepingin mencampurkan air kencingku ke bak mandi di rumah mertuaku agar Ning itu mandi dengan air kencingku. Ah..., mungkin saja semalam itu mertuaku kembali menasehati Ning sehingga akhirnya dia kembali ke A S. Pepek pantat kau lah Ning...