Rabu, 03 Juli 2024

Bugil Ngocok Di Belakang "Aseh" -*-

Tanggal 03-07-2024, jam 11:08-11:11 aku bugil ngocok sampai nembak mani di belakang Aseh yang sedang berada di halaman rumahku, tepat sekitar 4 m di depan pintu rumahku. Sebenarnya aku gak menyangka Aseh dan Rn benar-benar datang ke rumahku. Awalnya saat aku ke warung, aku jumpa sama Rn dan Aseh yang sedang ngobrol di teras rumah Rn. Mereka memanggilku dan nanya padaku apakah aku gak kerja karena pada jam segitu aku masih menggunakan pakaian rumahan aja, dengan bercelana pendek. Ya aku jawab aja klo aku sedang libur. Hingga akhirnya aku sedikit ngobrol bersama mereka dan kemudian aku pamit pulang dengan alasan ada kerjaan yang harus aku lakukan di rumah. Awalnya mereka memaksaku untuk tetap gabung ngobrol, tapi karena aku merasa itu gak terlalu penting, aku tetap beralasan ada kerjaan dan kemudian aku pulang. Dalam benakku, "ngapain pula aku di sana, lebih baik aku berbugil ria di rumahku sambil ngocok". 
Ya sampai di situ aja, dan saat aku sampai di rumah, aku kembali melanjutkan aktifitasku dengan berbugil ria di dalam rumah dengan posisi pintu yang terbuka lebar. Ah..., aku benar-benar memanfaatkan waktuku yang sedang sendirian di rumah. Sesekali aku berdiri ngocok di pintu rumahku walau aku memang belum punya niat untuk nembak mani. Sensasi kopyor-kopyor telor kontolku yang aku ikat begitu menambah kenikmatan ngocokku dan rasa untuk nembak mani yang aku tahan itu menjadi seni dalam ngocokku. Dan lagi enak-enaknya ngocok, tiba-tiba aku mendengar suara motor yang sepertinya akan masuk ke halaman rumahku. Dan akupun dengan terburu-buru mengambil celanaku yang berada di lantai lalu masuk ke kamar ****. Dasar lonte pepek pantat torok..., ternyata Rn dan Aseh yang datang. Ah..., lonte..., mengganggu keasikanku aja mereka itu. 
Singkatnya, mereka gak masuk ke dalam rumahku setelah tahu kalau rumahku sedang kosong. Ya udah, akhirnya aku mengambil kursi yang ada di teras rumah mertuaku dan menggeser sedikit motor mereka agar kursinya bisa aku letak di sekitar depan pintu rumahku. Gak ada yang menarik dan penting dalam obrolan kami, malahan lebih banyak ngerumpinya. Sebenarnya agak kesal juga sih, karena aku harus menghentikan aktifitas ngocokku karena kedatangan mereka.
Tapi ya jujur..., pengaruh telor kontolku yang aku ikat dan terhimpit oleh pahaku membuat denyut nikmat saat aku ngobrol dengan mereka. Apalagi saat aku memandang ke Aseh yang mempunyai tubuh sintal dengan pantat yang montok itu. Walau mereka adalah teman-temanku, tapi yang namanya gejolak birahi ya gak kenal kompromi... Apalagi Rn dulu pernah menjadi pacarku semasa kami masih sekolah dan aku juga punya imajinasi serta keinginan ngentot dengan Rn. Ditambah lagi sesekali Aseh berdiri sambil memperhatikan dan berusaha mengambil jambu yang ada di depan rumahku. Esh..., lonte..., montoknya pantat si Aseh itu... Walaupun secara curi pandang, aku begitu memperhatikan dan mengagumi tubuh si Aseh, khususnya pantatnya, yang membuat geliat kontolku begitu jelas terasa. Ah..., lonte pepek torok..., celana yang dipakai Aseh itu begitu menonjolkan bentuk pantatnya yang membuat aku jadi kepingin ngocok dan keinginan itu rasanya begitu tak tertahankan. Kalau aku bandingkan bentuk tubuh Rn dengan Aseh, ya kalah jauh keindahan tubuh si Rn itu. Pantat si Aseh itu lho..., begitu pas dengan bentuk teteknya yang besar. Aku malah tak begitu mendengarkan obrolan kami karena imajinasiku begitu bermain dalam benakku. Esh..., lonte..., montoknya pantat si Aseh itu...
Tapi saat itu aku merasa gak akan mungkin dan gak akan ada kesempatan untuk ngocok. Dan untuk menenangkan kontolku yang sudah mulai menggeliat seperti mau ereksi, akhirnya aku masuk ke rumah untuk membuat minuman lalu kembali bergabung dengan mereka setelah geliat kontolku mereda. Sebenarnya saat aku membuat teh manis untuk mereka, aku ingin ngocok dan mencampurkan maniku ke minuman mereka. Tapi aku merasa sayang aja, karena gak ada sensasinya... Saat itu aku merasa lebih baik aku ngocok dan mencari target lainnya setelah mereka pulang. Dan akhirnya aku hanya mencampurkan air kencingku ke dalam minuman mereka.
"Eh ***, lu diajak ngobrol kok ngelamun sih...", kata Rn yang membuat aku tersentak dari imajinasiku.
"Tu si **** mikiri kerjaannya ***...", sahut Aseh kepada Rn sambil memperhatikan jambu dan mencoba memetiknya dengan cara melompat.
"Ya udah lu kerjain aja dulu, ***...", kata Rn.
"Lama lho...", jawabku dengan hati yang sedikit berdebar penuh gejolak birahi karena keinginanku untuk ngocok dan berpikir bagaimana caranya aku bisa mengekspresikan birahiku dengan target Aseh maupun Rn. 
"Dah la..., kami tunggu ***, tapi jangan lama, kami abis makan siang mau belanja...", sahut Aseh.
"Ya udah, aku masuk dulu ya..., eh itu ada tangga mau pakai nggak...", kataku pada Aseh dan Rn.
"Kau angkat aja ke mari ***...", sahut Aseh yang sepertinya begitu berambisi untuk memetik jambu.
"Ntar klo ada perlu panggil aja ya...", kataku pada mereka.
"Iya, jangan lama-lama ya ***...", jawab Aseh.
Ah..., Aseh..., seandainya dia mau aku ajak ngentot, akan aku buat dia sampai terkencing-kencing karena kocokan kontolku di pepek dan pantatnya. Aku yakin Aseh itu tipe perempuan yang binal kalau ngentot. Dan jujur..., kalau kami ngumpul dan sedang jalan, aku sering berada di belakang si Aseh. Bahkan aku sering pura-pura jongkok atau sedikit membungkukkan tubuhku saat aku berada di belakang Aseh, yang semata-mata untuk lebih mendekatkan wajahku dan menelusuri keindahan pantatnya.
Kemudian, sesaat setelah aku meletakkan tangga di sekitar pohon jambu, lalu aku masuk ke rumah dan langsung masuk ke kamar ****. Ah..., begitu leluasanya aku memandang Aseh dan Rn dari balik kaca jendela itu walau posisinya sedikit menyamping ke kanan dari posisiku. Kontolku memang gak bisa diajak kompromi. Walau mereka adalah temanku, tapi ya jujur, saat itu aku benar-benar mengabaikannya. Bahkan aku keluar dari kamar **** untuk mengambil bangku yang ada di dekat TV untuk aku bawa masuk dan meletakkannya di dekat jendela. Aku sadar, bisa aja mereka secara iseng masuk dan ingin tahu dengan apa yang aku kerjakan. Dan sebagai antisipasinya, sengaja aku mengeluarkan beberapa alat dari lemari peralatan yang memang ada di kamar **** lalu aku meletakkannya di lantai.
Lalu aku berdiri di atas bangku, dan pandangan mataku begitu buas menelusuri lekuk tubuh Aseh sambil mempermainkan kontolku. Begitu juga dengan Rn yang sedang duduk. Posisi duduk Rn yang menyamping dan Aseh yang kadang menghadap ke jendela kamar membuat aku begitu tertantang. Dan secara perlahan, di atas bangku itu aku membuka baju serta celanaku yang aku lempar begitu saja di lantai.
Aku tahu, resiko yang bisa aja terjadi  dengan kemungkinan mereka masuk ke dalam rumahku mengingat pintu depan yang terbuka lebar dan pintu kamar **** yang juga terbuka. Tapi itu pula yang memicu adrenalinku. Ah..., kontolku sudah benar-benar sangat ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Dengan tatapan penuh birahi memandang ke tubuh Aseh, tanganku mulai mengocoki kontolku.
Aku tahu, momen ini sangat langka yang membuat aku mengakhiri dulu acara ngocokku dan mengambil HPku. Lalu aku kembali ngocok di atas bangku sesaat setelah aku menghidupkan mode merekam video melalui kamera belakang HPku. Esh..., nekat dan benar-benar nekat. Bayangin aja aku ngocok dalam keadaan bugil dengan posisi pintu rumah dan kamar yang terbuka lebar. Seandainya mereka masuk, kemungkinan aku gak akan sempat mengenakan kembali pakaianku dan keburu diketahui mereka.
Dari jam HP aku dapat melihat awal aku mulai ngocok pada pukul 10:48. Sambil ngocok aku mengarahkan kamera HPku itu ke kontolku dan ke arah mereka. Walau fokusku jadi terbagi, tapi gak mengurangi kenikmatan hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Apalagi begitu aku nikmati keindahan pantat si Aseh. Esh..., dasar pepek pantat torok lonte..., indah sekali bentuk pantat si Aseh itu. Walau usia kami bisa dibilang sama karena kami merupakan teman sekelas, tapi dari sekian banyak teman perempuan sekelasku yang sering gabung, hanya Aseh yang nampak merawat tubuhnya dan begitu menggairahkan.
Setiap hentakan tanganku yang mengocoki kontolku begitu sangat aku nikmati seiring dengan pandangan mataku yang menelusuri keindahan tubuh Aseh. Esh..., lonte..., pantat Aseh itu lho..., besar dan sesuai dengan teteknya yang juga besar. Suara hentakan tanganku juga begitu jelas terdengar seiring dengan cepatnya kocokan di kontolku. Aku gak perduli apakah mereka dengar atau tidak. Walau akhirnya hentakan itu sedikit aku jaga agar tidak terlalu terdengar saat Aseh berdiri tepat di depan jendela. Benar-benar berhadapan denganku yang sedang berdiri bugil ngocok. Detak jantungku begitu terasa karena saat itu aku dan Aseh saling berhadapan dan hanya berbatas kaca jendela. Sempat aku sesaat memperlambat kocokan tanganku di kontolku untuk melihat reaksi Aseh yang sedang bercermin melalui kaca jendela kamar ****. Karena kalau Aseh bisa jeli, maka dia dapat melihat aku yang sedang dalam keadaan bugil ngocok tepat di hadapannya. Dan karena gak nampak ada perubahan mimik wajah Aseh yang sedang bercermin, akhirnya aku melanjutkan kembali kecepatan tanganku yang sedang mengocoki kontolku sambil sesekali mempermainkan kontolku serta menjaga hentakannya agar tidak terlalu jelas terdengar. Begitu terarahnya kamera HPku ke kontolku serta ke wajah Aseh yang sedang bercermin dengan jarak sekitar 30 cm dari kontolku. Dasar lonte..., nikmatnya...
Begitu aku tahan agar aku gak nembak mani saat aku berhadapan dengan si Aseh. Beberapa kali aku melepaskan tanganku dari kontolku atau menghentikan kocokan tanganku agar aku gak nembak mani. Esh..., lonte kau Aseh..., nikmatnya..., sensasi yang luar biasa yang aku rasakan saat itu, ngocok di depan Aseh, teman sekaligus sahabat perempuanku dan aku mendokumentasikannya melalui rekaman video HPku.
Alasanku saat itu untuk menahan agar aku gak nembak mani di depan Aseh, walaupun itu bisa jadi momen hasil rekaman video yang paling sempurna karena jarak kontolku dengan wajah Aseh hanya sekitar 30 cm adalah karena aku merasa adrenalinku terpicu untuk keluar dari kamar dan ngocok langsung di belakang mereka. Hal itu karena, hanya Aseh saja yang nampak sibuk memetik jambu sambil mengajak Rn ngobrol dan jarang duduk, sementara Rn duduk manis sambil menanggapi obrolan Aseh. Jadi niatku saat itu kalaulah tidak dapat ngocok di belakang mereka secara bersamaan, kemungkinannya aku ngocok di belakang Rn yang sedang duduk, dengan menunggu kesempatan Aseh yang sibuk memetik jambu itu sedikit menjauh dari posisi Rn.
Tapi tak berapa lama kemudian Rn menerima telepon dan dia bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Aseh yang sedang memperhatikan bunga di halaman rumahku. Rupanya Sari yang menelpon dan oleh Rn diloud speakerkan agar bisa juga terdengar oleh Aseh dan mereka ngobrol bareng. Terdengar mereka sepertinya janjian untuk belanja di Mall dan terdengar Sari akan ke rumah Rn setelah makan siang. Esh..., lonte..., bulatnya pantat si Aseh yang sedang jongkok memperhatikan bunga itu... Begitu penuh birahi aku memperhatikan proses bagaimana Aseh yang sedang berdiri itu secara perlahan jongkok. Nampak heboh celoteh Aseh menanggapi obrolan dengan Sari sambil tangannya seperti memegang bunga atau daun di depannya. Jujur, suara bangku yang aku pijak itu sedikit berisik karena gerakan tubuhku yang sedang menikmati sensasi hentakan tanganku di kontolku begitu jelas terdengar dan aku jadi gak nyaman. Lalu aku turun dari bangku dengan tetap melanjutkan acara ngocokku sambil memperhatikan keindahan pantat Aseh yang sedang dalam posisi jongkok. Esh..., dasar lonte..., lekuk tubuh dan montok pantatnya si Aseh begitu terlihat jelas dengan posisi Aseh seperti itu. Esh..., lonte kau Aseh...
Tapi sangat disayangkan, karena tak begitu lama kemudian Aseh bangkit berdiri setelah obrolan dengan Sari  berakhir. Ah..., dasar lonte..., mereka kembali duduk sambil ngobrol yang membuat aku akhirnya juga kembali berdiri ngocok di atas bangku. Saat itu aku sempat merutuk karena anak Rn datang. Tapi kemudian aku merasa ada peluang besar karena kedatangan anak Rn itu rupanya untuk menyusulnya karena ada suatu keperluan.
"Aseh, bentar ya, aku pulang dulu..., ni si ***** minta uang pula...", kata Rn kepada Aseh.
"Dah ini pakai uangku...", kata Aseh sambil bangkit dari duduknya.
"Gak usah, nanti aku sekalian bawa cemilan, kita nunggu Sari di sini aja..., lu telpon dia ya bilang makan siang di rumahku", jawab Rn yang sepertinya membuat ada sedikit harapan dengan apa yang mungkin bisa aku lakukan saat Aseh sedang sendiri.
Beberapa saat aku masih ngocok di atas bangku dan begitu liar imajinasiku memperhatikan Aseh dari posisi samping kananku. Apalagi saat Aseh menelpon Sari dan dia kembali berdiri sambil memperhatikan bunga. Jujur, aku begitu bersemangat dan turun dari bangku. Ah..., begitu besar keinginanku untuk ngocok langsung di belakang Aseh dan menikmati keindahan pantatnya secara langsung tanpa ada penyekat apapun antara aku dan dia. Tapi begitu aku hendak berjalan menuju pintu, terlihat Aseh membalikkan posisi arah tubuhnya dan sambil tetap bertelponan dia sepertinya akan kembali duduk. Ah..., dasar lonte..., terpaksa aku urungkan niatku sambil tetap ngocok memperhatikan si Aseh yang nampak asik ngobrol dengan Sari. 
Dan momen yang luar biasa nekat, penuh resiko yang aku pertaruhkan adalah saat aku lihat posisi Aseh yang sedang duduk itu sepertinya memberi aku kesempatan untuk melancarkan aksiku. Kemudian, sambil tetap ngocok secara perlahan aku mulai berjalan keluar dari kamar ****. Begitu sangat hati-hati aku mengeluarkan sedikit kepalaku untuk mengintip Aseh dan memastikan posisinya. Esh..., lonte si Aseh itu..., gak tertahan rasanya keinginanku untuk mengekspresikan birahiku langsung di belakangnya.
Hingga akhirnya, sambil melihat ke jam HP yang telah menunjukkan pukul 11:08, dalam kondisi tubuh telanjang bulat dan dengan penuh birahi aku keluar dari kamar, lalu aku berdiri ngocok di ruang tamu rumahku, di depan pintu kamar **** dengan jarak sekitar 4 m dari posisi Aseh yang sedang duduk ngobrol dengan Sari melalui HP. Esh..., lonte kau Aseh..., nikmatnya... Penuh birahi aku ngocok dan mengekspresikan birahiku di belakang Aseh. Tangan kananku sibuk mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku sibuk dengan HP yang merekam kontolku dan tubuh Aseh yang sedang duduk membelakangi aku. Benar-benar penuh resiko karena aku dalam keadaan bugil tanpa sehelai benangpun di tubuhku, berdiri ngocok di belakang Aseh yang hanya berjarak sekitar 4 m di depanku. Tapi ada suatu keuntungan dengan posisi Aseh yang sedang duduk itu, karena gerakan tubuhnya akan jelas terbaca olehku.
Sempat juga aku menghentikan acara ngocokku karena tiba-tiba Aseh nampak akan bangkit dari tempat duduknya yang membuat aku secara cepat menghindar dan masuk ke dalam kamar ****. Dasar lonte kau Aseh..., lonte pepek pantat torok kau Aseh... Dari jendela kamar dapat aku lihat Aseh yang beranjak dari tempat duduknya itu kemudian berdiri di dekat motornya. Dasar lonte..., jelas sekali nampak bentuk pantat si Aseh yang montok itu saat dia berdiri membungkuk karena tangannya bertopang di jok motor sambil tetap ngobrol melalui HPnya. Lonte kau Aseh..., seperti minta di kentot dari belakang... Esh..., dasar pepek pantat lonte... Adrenalinku begitu terpicu seiring dengan letupan birahiku saat melihat posisi Aseh seperti itu, apalagi melihat kakinya yang terentang layaknya bersiap untuk di kentot dari belakang. Esh..., lonte..., dasar lonte kau Aseh..., begitu terbakarnya birahiku saat itu. Dan tanpa berpikir dua kali, aku langsung keluar dari kamar ****.  
Penuh birahi dengan jarak sekitar 4 m aku bugil ngocok berdiri di belakang Aseh. Di ruang tamu, di depan pintu kamar ****, begitu liarnya imajinasi birahiku sambil memandang ke pantat si Aseh itu. Esh..., dasar lonte si Aseh itu..., celana panjang yang dia pakai begitu menggambarkan bentuk asli pantatnya yang montok itu. Sensasi kenikmatan ngocokku begitu terasa membakar birahiku. Seperti tak memikirkan resiko, aku begitu mengekspresikan gerakan ngocokku di belakang Aseh. Pinggulku juga kadang ikutan maju mundur seiring dengan imajinasiku seandainya dalam posisi Aseh yang seperti itu, kontolku mengocoki pepek dan pantatnya secara bergantian. Uh..., dasar lonte kau Aseh...
Hingga akhirnya aku harus mengalah pada dorongan maniku yang tidak dapat aku tahan untuk keluar dari kontolku. Muncratan maniku itu begitu liar keluar hingga mengenai dada dan perutku. Bahkan ada yang berceceran di lantai... Ah..., nikmatnya..., sambil meremas kepala kontolku dan menahan kelonjotan tubuhku, perlahan aku masuk ke dalam kamar **** dan sambil mematikan mode merekam video aku melihat ke jam HP yang sudah menunjukkan pukul 11:11 . Dari jendela aku melihat Aseh masih pada posisi yang sama dan masih ngobrol melalui HPnya. Esh..., dasar lonte kau Aseh...
Sekitar 3 menit aku benar-benar melakukan hal yang begitu nekat dengan bugil ngocok berdiri di belakang Aseh yang hanya berjarak sekitar 4 m dari posisiku. 3 menit yang penuh resiko dan aku begitu menikmati setiap lekuk tubuh bagian belakang Aseh, khususnya pantatnya yang begitu montok seperti minta dikentot dari belakang. Esh..., kalau memang memungkinkan, gak usah dikentot tapi Aseh membiarkan aku ngocok sambil menikmati keindahan tubuhnya, pasti bisa berkali-kali aku nembak mani di hadapannya. Dasar lonte kau Aseh...
Setelah membersihkan mani yang berada di tangan, dada dan perutku dengan bajuku, kemudian dengan hanya menggunakan celana pendek, aku keluar dari kamar. Karena Aseh masih berdiri di dekat motornya, akupun dengan segera membersihkan maniku yang berceceran di lantai ruang tamuku dan langsung masuk ke kamar mandi. 
Aku kemudian kembali duduk menemani Aseh setelah aku selesai mandi dan mengganti pakaianku. Aseh yang melihat aku dengan pakaian yang berbeda sempat menanyakannya, yang aku jawab kalau aku sedari pagi memang belum mandi dan berkeringat saat mengerjakan pekerjaanku, dan lontenya si Aseh itu, dia hanya mengangguk seperti mengiyakan saja sambil terus mengajakku ngobrol. Lonte..., cuma ngobrol doang, maunya sih si Aseh itu ngajak aku ngentot. Esh..., di samping Aseh kontolku kembali berdenyut nikmat. Esh..., lonte kau Aseh..., sensasi yang luar biasa yang aku rasakan dan itu terdokumentasi melalui kamera video HPku.
Beberapa saat kemudian Rn datang sambil membawa cemilan. Dan di sela-sela obrolan kami, Aseh meraih gelas minumannya yang telah bercampur dengan air kencingku dan tak berapa lama kemudian Rn juga meminumnya. Ah..., lonte pepek torok..., puas rasanya melihat mereka secara langsung meneguk minuman yang telah bercampur dengan air kencingku itu.
"Eh..., klo cemilan seperti ini enaknya pakai capucino ni..., gak cocok dengan teh manis...", kataku sedikit memancing mereka.
"Mau buat kami sakit gula ya...", jawab Aseh secara asal dengan nada bergurau.
"Tapi gak papa la, kalau ada..., ya kan ***...", sambung Aseh yang di jawab Rn dengan tawa dan anggukan kepala.
"Ya udah, habiskan dulu tehnya...", kataku lagi.
"Tu lihat Aseh..., bener mau buat kita sakit gula si **** tu...", kata Rn pada Aseh sambil tertawa. 
Mendengar ucapan Rn, aku dan Aseh juga tertawa dan tawaku semakin berlanjut di dalam hati saat aku melihat mereka benar-benar menghabiskan seluruh minuman yang telah bercampur dengan air kencingku. Dan jujur, dengan degup jantung yang sepertinya sedikit menggedor dadaku, kemudian aku meraih gelas mereka untuk aku bawa masuk ke dalam rumah.
"Gitu dong..., kan gak banyak gelas yang harus dicuci...", kataku dengan nada bercanda sambil meraih gelas mereka dan kemudian masuk ke dalam rumahku.
Esh..., benar-benar triple untuk Aseh dan double untuk Rn..., sambil membawa gelas mereka begitu riangnya hatiku. Dan setibanya aku di dapur, aku segera mengeluarkan kontolku dan langsung mengelus-elusnya agar ereksi. Esh..., lonte kau Aseh..., pantatmu itu lho... Dan untuk membuat dokumentasinya lagi, sesaat setelah air yang aku masak itu sudah mendidih dan kompor sudah aku matikan, aku kembali menghidupkan mode merekam video melalui kamera belakang HPku sambil berkata dengan nada yang perlahan kalau saat itu aku akan ngocok dan ingin nembak mani di gelas minuman Aseh dan Rn.
Sambil melihat ke jam HP yang menunjukkan pukul 11:59, aku mulai ngocok karena kontolku juga sudah ereksi secara sempurna. Esh..., sambil ngocok aku begitu berimajinasi pada tubuh Aseh seiring dengan hentakan tanganku yang semakin cepat mengocoki kontolku. Ah..., tangan kananku sibuk mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku sibuk dengan HP yang sedang merekam video mengarah ke kontolku yang sedang aku kocok dan ke gelas mereka yang sedari awal sudah aku posisikan menidur agar saat aku nembak mani, aku bisa langsung mengarahkan kontolku itu masuk ke dalam gelas dan nembak mani di dalamnya. Dan saat aku hendak nembak mani, dengan segera aku sedikit menurunkan posisi tubuhku dan mengarahkan kontolku ke dalam gelas mereka. Esh..., nikmatnya..., begitu aku atur muncratan maniku itu agar secara bergantian muncat ke dalam gelas Aseh dan Rn. Esh..., lonte..., nikmatnya...
Sengaja aku tidak mematikan mode merekam video di HPku, sambil melihat ke jam HP aku berkata dengan suara perlahan bahwa waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 12:01. Ah..., ternyata gak sia-sia kedatangan Aseh dan Rn itu ke rumahku. Walau sedikit kesulitan saat membuka bungkus capucino dan menuang susu karena tangan kiriku memegang HP yang masih dalam posisi merekam, akhirnya capucino itu selesai aku buat. Setiap detail proses pembuatannya terekam jelas di HPku. Terekam jelas bagaimana kental dan lumayan banyak maniku yang berada di dalam gelas Aseh dan Rn itu secara perlahan aku aduk bersama dengan capucino yang aku buat. Akupun sengaja mengaduknya dengan chopstick metal dan memastikan agar benar-benar terlarut dengan capucino yang aku buat. Dan secara perlahan aku memasukkan HPku yang masih juga dalam posisi merekam ke dalam saku bajuku. Semua itu aku lakukan agar dokumentasinya benar-benar sempurna. Yaitu dari awal aku ngocok sampai aku nembak mani di dalam gelas Aseh dan Rn, kemudian proses saat aku menyajikannya ke mereka. Dan harapanku kalau beruntung, aku bisa merekam tanpa terjeda dalam satu rekaman video proses bagaimana mereka meneguk minuman capucino yang telah bercampur dengan maniku itu. Lagian gak akan mungkin curiga mereka melihat HPku berada di saku baju dengan posisi kamera mengarah ke depan karena itu hal yang wajar. Kan memang menjadi kebiasaan kalau layar HP posisinya ke arah tubuh.
"Langsung diminum *** dan Aseh..., sengaja dibuat hangat itu...", kataku sesaat setelah menyajikan capucino itu di hadapan mereka.
"Iya ***..., eh..., kental ya buatnya, pakai susu kah...", kata Rn sambil meraih gelasnya dan langsung meminumnya.
"Eh..., itu gelas aku atau punya kau ***...", kata Aseh sambil mengambil gelasnya juga dan ikut meneguk capucino yang telah aku campurkan dengan maniku.
"Halah..., sama aja lah...", jawab Rn yang membuat aku dan Aseh tertawa.
Apalagi aku..., tawaku berlanjut di dalam hatiku. Tawa penuh kepuasan menyaksikan mereka meminum maniku yang sengaja aku campur ke dalam capucino mereka.
"Pandai kau buat capucino ya..., kentalnya dan buihnya nampak...", kata Aseh lagi.
"Hadeh..., ini capucino bungkusan beli di warung la..., mujinya gak sopan...", jawabku dengan bercanda yang membuat Rn dan Aseh tertawa.
Singkatnya setelah Rn dan Aseh meneguk capucino mereka untuk yang pertama kali, dengan secara natural aku mengeluarkan HPku dari saku bajuku. Dan saat mengeluarkannya, jempolku menekan tombol volume bagian bawah untuk mematikan mode merekam video HPku. Ah..., jujur..., obrolan kami yang sebelumnya membuat aku sedikit kesal menjadi sangat menyenangkan. Karena begitu aku nikmati setiap gerakan tangan mereka meraih gelas dan meneguk capucino yang telah bercampur dengan maniku. Ah..., begitu puasnya aku. Apalagi saat Aseh beranjak ke motornya dan mengambil air mineral yang dia bawa untuk dia isi ke dalam gelas yang sudah habis capucinonya. Dia gerakkan seperti mengguncang-guncang gelas agar air yang ada di dalam gelas itu berputar yang membuat seluruh sisa capucino itu akhirnya terlarut.
"Ngapain Aseh..., ada-ada aja ni...", kataku saat melihat Aseh melakukan hal itu.
"Ni ***, biar kau gak susah nyuci gelasnya..., dah hampir bersihkan...", kata Aseh dengan nada bercanda yang membuat aku dan Rn tertawa.
"Eh..., ntar Aseh..., kita buat videonya ni..., buat bukti klo lu baik hati gak nyusahin aku...", kataku secara spontan dan sedikit memancing dengan nada bercanda, saat aku melihat sepertinya Aseh ingin meminumnya.
"Ooo, iya boleh..., ***..., kau gak ikutan juga...", kata Aseh di sela-sela tawa kami karena mendengar gurauanku dan ternyata Rn mau juga melakukannya.
"Ni gelasku tadi isinya capucino, enak buatan si ****..., dah habis tanpa sisa..., tu lihat **** juga habis minumannya sampai nambah pakai air mineral buatan cabang perusahaanku lho..., jadi gak repot si **** nyuci gelasnya..., kurang baik apa kami hayo...", kata Aseh dengan nada bercanda sambil menunjuk ke arah Rn yang sedang menuangkan air mineral dan menghabiskan air yang ada di dalam gelasnya, saat aku merekamnya melalui HPku, begitu juga dengan si Aseh yang menegak habis air yang ada di dalam gelasnya. 
Memang penuh canda obrolan kami hingga saat perekaman videopun dibarengi canda dan tawa. Ah..., benar-benar gak sia-sia kedatangan mereka. Terdokumentasi dengan begitu akurat, sesuai dengan harapanku. Dan aku yakin seluruh maniku itu sudah mereka minum dengan bukti gelas mereka yang sudah benar-benar bersih. Ah... Rn dan Aseh...
Dan mereka akhirnya kembali ke rumah Rn sesaat setelah Sari datang. Sempat juga mereka memaksaku untuk makan siang bersama di rumah Rn yang aku tolak karena aku beralasan kalau sedang libur jarang lapar dan memang aku sedang tidak lapar.
Wah..., benar-benar triple untuk Aseh karena sudah minum air kencingku, menjadi target ngocokku dan meminum maniku. Begitu juga double untuk Rn karena sudah meminum air kencing dan maniku. Thanks Aseh dan Rn. 




Selasa, 02 Juli 2024

Hari Spesial Buat "Diba" -*-

Pagi hari tanggal 02-07-2024, jam 09:15-09:22 aku bugil ngocok di depan Diba, anak perempuan yang berusia sekitar 4 tahun, yang sedang kencing di halaman rumahku, sekitar 3 m di depan pintu rumahku. Semua itu berawal saat aku sedang bugil di dalam rumahku dengan pintu depan yang sengaja aku buka lebar, menikmati sensasi kopyor-kopyor telor kontolku yang aku ikat beradu dengan selangkanganku. Dan saat aku mendengar suara Novi sedang ngobrol dengan seseorang, kemudian aku masuk ke kamar **** sambil melihat ke jendela untuk mengetahui dengan siapa Novi itu sedang mengobrol. Ah..., lonte..., aku lihat Novi sedang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya sambil ngobrol dengan Ica yang saat itu ditemani oleh keponakannya, Diba, yang terlihat bermain di ujung halaman depan rumahku, tepat di samping gerbang rumah Novi. Jujur, saat itu aku begitu berimajinasi seandainya Novi dan Ica maupun Diba berada di halaman rumahku, yang membuat aku akhirnya keluar dari kamar **** dan melanjutkan imajinasiku itu dengan berdiri ngocok sekitar 30 cm sebelum pintu depan rumahku. Dan tiba-tiba muncul ideku untuk merekam aktifitas ngocokku karena suara tawa Ica dan Novi begitu jelas terdengar dan aku berharap suara mereka itu dapat terekam dan menjadi suara latar saat aku bugil ngocok di pintu rumahku. 
Dan untuk lebih memastikan posisi mereka, kemudian aku memakai celana pendekku, lalu aku pura-pura keluar rumah, berjalan langsung menuju teras rumah mertuaku sambil melirik ke arah mereka karena saat itu kontolku benar-benar menyodok bagian depan celana pendekku. Mungkin karena Ica dan Novi sedang asik ngobrol, sehingga mereka tidak menoleh ke aku. Sementara Diba yang sedang bermain di ujung halamanku nampak memperhatikan aku. Bahkan Diba sepertinya memperhatikan bagian depan celanaku saat aku kembali masuk ke dalam rumahku.
Setelah aku masuk ke dalam rumahku, lalu aku meraih HPku dan melalui kamera depan aku mencari posisi yang tepat agar dapat merekam dengan jelas saat aku bugil ngocok di depan pintu, sekaligus dapat merekam bagian halaman depan rumahku. Sesaat setelah aku lihat letak sudut perekamannya sudah sesuai, kemudian pada jam 09:01, aku mulai merekam dan membuka celana pendekku yang begitu saja aku campakkan ke dalam kamar ****, lalu aku kembali berdiri sekitar 30 cm sebelum pintu depan rumahku.
Ah..., suara obrolan disertai tawa si Ica dan Novi begitu menambah imajinasiku. Kontolku yang sudah begitu ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku perlahan mulai aku kocok sambil membayangkan seandainya mereka berdua mau aku ajak ngentot secara bergilir. Esh..., aku juga teringat bagaimana nekatnya aku ngocok di belakang Novi pada sore kemarin. Lonte..., begitu nikmatnya setiap hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Suara kopyor-kopyor telor kontolku yang beradu dengan selangkangan dan tanganku terdengar begitu seirama. Esh..., lonte..., aku benar-benar gak perduli apakah Ica dan Novi mendengar suara hentakan tanganku itu atau tidak.
Aku tahu, bisa saja Novi dan Ica itu tiba-tiba masuk ke halaman rumahku dan memergoki aku yang sedang bugil berdiri ngocok di pintu rumahku, mengingat kemarin sore Novi memetik sayuran di halaman belakang rumah mertuaku yang gak menutup kemungkinan dia akan mengajak Ica untuk kembali memetiknya. Esh..., tapi hal itulah yang membuat adrenalinku begitu terpicu, ditambah lagi keberadaan Diba di sekitar halaman rumahku. Esh..., lonte...
Sambil ngocok, begitu bermainnya imajinasiku pada Novi, Ica dan Diba. Begitu nikmat sensasi bugil ngocokku di depan pintu saat itu. Terkadang aku sampai memejamkan mataku menikmati setiap hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Esh..., begitu nikmatnya..., bugil ngocok hanya sekitar 30 cm di depan pintu rumahku yang terbuka lebar, sementara Novi dan Ica sedang ngerumpi dengan jarak hanya beberapa meter dari tempatku bugil berdiri ngocok.
Ah..., pepek pantat torok lonte..., aku merasa sensasinya kurang kalau aku hanya bugil berdiri ngocok di pintu rumahku saja, sementara posisi mereka masih berada di depan gerbang rumah Novi. Dan akhirnya aku menyudahi dulu acara ngocokku, lalu aku masuk ke kamar **** sambil dengan perlahan aku membuka jendela agar aku dapat secara langsung mengarahkan kontolku yang nantinya akan aku kocok ke arah mereka melalui celah jendela yang aku buka. Esh..., lonte..., binal gak ya kalau seandainya Ica dan Novi itu aku ajak ngentot...
Tapi baru saja aku selesai membuka jendela kamar, aku lihat Diba secara perlahan berjalan masuk ke halaman rumahku. Esh..., pepek lonte..., terasa begitu meledak birahiku. Nampak Diba berjalan sambil sesekali memalingkan wajahnya ke arah Ica dan Novi. Dan kemudian dia berhenti sekitar 3 m di depan pintu rumahku. Ah..., jujur..., sebenarnya aku mau saja untuk langsung keluar dari kamar **** dan menyambut kehadiran Diba itu. Tapi aku juga gak mau gegabah dan secara perlahan menutup kembali jendela kamar.
Di saat aku menutup jendala itulah aku melihat Diba sepertinya hendak membuka celananya. Ah..., desiran birahiku begitu terasa yang membuat aku akhirnya keluar dari kamar sambil melirik ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul 09:15. Esh..., dasar lonte si Diba itu..., sambil melihat ke arah Ica dan Novi, tangannya perlahan membuka celana pendeknya. Saat itu dia belum melihat aku yang sudah berdiri di depan pintu kamar ****, padahal posisinya tepat menghadap ke pintu rumahku.
Dasar lonte..., montoknya pepek mungil si Diba itu..., sangat sesuai dengan tubuh montoknya yang masih berusia sekitar 4 tahun. Sambil memperhatikan Diba, tanganku juga secara perlahan mulai mengocoki kontolku. Esh..., sambil tetap melihat ke arah Ica dan Novi, perlahan Diba mulai jongkok dan kencing. Dan akupun seperti dimanja dengan pemandangan indah pepek Diba yang sedang menyemburkan air kencingnya. Rekahan pepek si Diba itu lho..., dasar lonte kau Diba..., membuat tanganku semakin cepat mengocoki kontolku.
Suara kopyor-kopyor kontolku yang beradu dengan selangkanganku terdengar begitu jelas. Dan di saat Diba masih dalam posisi kencing yang awalnya memandang ke arah Ica dan Novi, lalu memandang ke pintu rumahku, nampak dia begitu terkejut dengan kehadiranku yang sedang berdiri dalam kondisi telanjang. Terlihat jelas raut wajah terkejut Diba saat melihat aku hingga terhenti sesaat semburan kencingnya. Akupun yang saat itu dalam posisi ngocok sekitar 3 m di depannya langsung tersenyum sambil mendekatkan posisi tubuhku sekitar 30 cm sebelum pintu rumahku. Ah..., lonte..., aku jadi teringat saat aku ngocok di depan Dea yang sedang kencing di halaman samping rumah mertuaku pada 19-10-2011 silam. 
Dan mungkin karena aku tersenyum, membuat raut wajah terkejut si Diba perlahan mulai mereda dan dia melanjutkan kencingnya hingga selesai dengan pandangan matanya yang begitu tertuju pada kontolku yang sedang aku kocok. Seperti nampak tertegun, tapi si Diba memang memperhatikan dengan seksama bagaimana aku ngocok di depannya. Walaupun dia sudah selesai kencing, tapi Diba masih dalam posisi jongkok, yang membuat pandangan mataku begitu penuh birahi menelusuri rekahan pepeknya.
Di depan Diba aku juga mempermainkan kontolku dan membiarkan Diba memperhatikan bagaimana tubuh bugilku itu kadang aku arahkan ke samping sambil menunjukkan bagaimana tanganku mengocoki kontolku secara perlahan hingga kocokan yang begitu cepat menghentak kontolku. Esh..., suara kopyor-kopyor kontolku seirama dengan desah nafasku yang sedikit aku tahan. Lonte..., nikmatnya...
Begitu antusiasnya Diba memperhatikan aku yang sedang bugil ngocok di depannya. Pandangan matanya begitu terarah pada kontolku. Beberapa kali juga dia kadang memandang ke wajahku dan kemudian dia kembali memperhatikan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Akupun selalu tersenyum saat pandangan mata kami saling beradu. Dan kemudian, dengan masih tetap memandang ke kontolku, perlahan Diba bangkit berdiri dengan membiarkan celananya masih berada di sekitar lututnya. Esh..., lonte..., seperti sengaja mempertontonkan keindahan pepeknya di depan aku. Ah..., hampir sama kejadiannya dengan Dea. Bedanya Dea waktu itu sempat mengenakan kembali celananya sesaat setelah kencing dan kemudian dia melorotkan celananya lagi seperti mempertontonkan pepeknya sambil memandang ke arah aku yang sedang ngocok di depannya.
Ah..., belahan pepek Diba itu lho..., dasar lonte kau Diba..., membuat tanganku semakin cepat mengocoki kontolku. Dan secara iseng tangan kiriku memberi isyarat agar Diba lebih mendekat ke posisiku. Ah..., dasar lonte..., sambil perlahan mengenakan kembali celananya, dengan sedikit ragu Diba akhirnya berjalan mendekat ke posisiku, dan  berhenti sekitar 1 m di depanku.
Dalam kondisi bugil aku begitu mengekspresikan birahku di depan Diba yang begitu antusias menyaksikan aku ngocok. Hanya sekitar 1 m jarak tubuh bugilku dengan Diba yang begitu seksama memperhatikan aku yang sedang ngocok. 
"Apain om...", tanya Diba dengan mata yang tertuju pada kontolku yang sedang aku kocok.
"Om lagi senam...", jawabku asal saja dengan suara yang sedikit tertahan karena desah nafas yang memburu sambil lebih mempercepat kocokan tanganku di kontolku.
Esh..., suara kopyor-kopyor telor kontolku yang beradu dengan selangkangan serta tanganku begitu jelas terdengar seiring dengan semakin cepatnya kocokan tanganku di kontolku dan desahan kenikmatan yang aku rasakan. Dan Diba hanya berdiri sambil terus memperhatikan aku.
Hingga akhirnya aku gak bisa menahan dorongan maniku untuk muncrat keluar dari kontolku. Esh..., dengan sedikit terkejut Diba menyaksikan langsung bagaimana maniku itu secara liar muncrat keluar dari kontolku dan berceceran di lantai hingga ada yang sampai keluar ke depan pintu rumahku. Lonte..., nikmatnya..., begitu aku pertontonkan pada Diba bagaimana tubuhku itu berkelonjotan penuh kenikmatan. Dari ujung kaki hingga ujung kepalaku Diba memperhatikan aku yang sedang berkelonjotan dan kemudian matanya tertuju pada batang kontolku yang sedang aku peras agar tidak ada maniku yang tersisa di kontolku. Dan setelah aku selesai menikmati puncak birahiku, santai saja aku meninggalkan Diba yang masih berdiri, kemudian sambil melirik ke jam dinding yang telah menunjukkan pukul 09:22, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan mani yang ada di tanganku. Ah..., dasar lonte si Diba itu.  
Dan setelah aku selesai membersihkan maniku, kemudian aku keluar dari kamar mandi masih tetap dalam keadaan telanjang. Saat aku kembali masuk ke ruang tamu rumahku, ternyata Diba sudah berlalu dari depan pintu rumahku dan dia sedang memetik bunga yang ada di depan teras rumah mertuaku. Akupun dengan santai mengenakan kembali celanaku sambil meraih HPku untuk mematikan mode merekamnya. Kemudian aku keluar rumah untuk mengambil kain lap yang berada di jok motorku. Dan Diba yang mengetahui keberadaanku, dia langsung memandang ke aku. Akupun langsung tersenyum agar dia merasa nyaman.
Disaksikan Diba yang sedang berdiri di depan teras rumah mertuaku, santai saja aku membersihkan maniku yang berceceran di bagian luar pintu rumahku. Dan saat aku masuk ke dalam rumah untuk membersihkan maniku di lantai, Diba berpindah posisi menjadi berdiri sekitar 2 m di depan pintu rumahku, sambil memperhatikan apa yang sedang aku lakukan. 
"Diba..., ngapain di situ..., yuk pulang...", terdengar suara Ica memanggil Diba.
Ah lonte..., padahal rencananya setelah aku selesai membersihkan maniku di lantai, aku ingin membuka celanaku kembali di depan Diba. Dasar pepek lonte..., Diba yang mendengar panggilan dari Ica perlahan beranjak dari hadapanku. Dan aku juga sengaja tidak menampakkan diriku ke Ica agar dalam benak Ica kalau si Diba hanya sedang bermain dan kebetulan sedang berdiri di sekitar depan pintu rumahku saja. Ah..., benar-benar puas aku. Thanks ya Diba...
Dan di malam harinya aku berada di rumah mertuaku, sambil mengulang kembali hasil rekaman video ngocokku di depan Diba. Kemudian aku berdiri ngocok di kasur mertuaku sampai aku nembak mani dan membiarkan maniku itu berceceran di kasur mertuaku. Ah...

Senin, 01 Juli 2024

Ngocok Di Belakang "Novi" -*-

Tanggal 01-07-2024, jam 17:11-17:20 aku ngocok di belakang Novi yang sedang memetik sayuran di halaman belakang rumah mertuaku. Saat itu aku sebenarnya sedang ngocok sambil memutar rekaman video ngocokku di depan Kia dan yang lainnya melalui casting dari HP ke TV. Kondisi rumah yang sepi karena semua sedang berlibur di A S, menjadikan aku begitu santai berbugil ria di dalam rumah. Sebenarnya aku juga mengambil cuti selama 4 hari yang sengaja aku rahasiakan, agar aku bisa santai mengekspresikan birahiku di rumah maupun di rumah mertuaku. 
Sedari pagi hari aku sudah dalam keadaan bugil dengan pintu depan rumah yang sengaja aku buka lebar. Begitu santai aku beraktifitas di dalam rumah dalam keadaan bugil. Dan di sepanjang pagi hingga hampir sore hari, sesekali aku isi dengan merasakan sensasi bugil ngocok di depan pintu rumah yang terbuka lebar itu. Tapi aku sengaja tidak nembak mani karena aku punya rencana mau bugil ngocok di halaman rumah pada malam harinya. Dan aku tahu, semakin aku tahan maniku, pasti akan semakin kental dan banyak, yang aku harapkan akan berceceran di halaman rumahku. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa memakai sempak jika aku keluar rumah untuk menyapu halaman ataupun saat aku ke warung saja.
Dan di sore hari saat aku sedang asik-asiknya ngocok sambil menonton videoku, terdengar suara perempuan di halaman rumahku. Secara perlahan aku bangkit dan mematikan TV lalu aku masuk ke kamar **** untuk memastikan siapa yang sedang berada di halaman rumahku. Esh..., lonte pepek torok..., ternyata Novi dan anak perempuannya yang sedang berbicara di halaman rumahku. Akupun dengan penuh semangat mengambil kursi yang kemudian aku letak di depan jendela kamar, kemudian aku berdiri di atas kursi tersebut sambil terus saja ngocok mengarah ke Novi yang sedang ngobrol dengan anaknya. 
Sambil ngocok dan menelusuri tubuh Novi dan anak perempuannya yang saat itu masih berdiri di tengah halaman rumahku, aku sempat berpikir, mau apa si Novi itu. Hingga akhirnya Novi berjalan lebih mendekat dan berdiri sekitar 2 m di depan jendela kamar ****, tepat di depan aku yang sedang bugil berdiri ngocok. Esh..., lonte si Novi itu..., seperti ngocok secara langsung aku di depan Novi. Jujur, ada debar yang begitu terasa di dadaku saat Novi mengarahkan pandangannya ke jendela. Karena kalau dia memperhatikan secara teliti, pasti dia dapat melihat aku yang sedang ngocok di depannya. Esh..., lonte kau Novi...
"Iya ma..., om ***** ada di rumah tu, tadi *** nampak dia nyapu halaman...", kata anak Novi sesaat setelah Novi berdiri di depan jendela kamar ****.
"Ooom..., om *****...", lanjut anak Novi memanggil namaku.
Sesaat setelah aku melihat Novi berjalan menuju pintu rumahku, akupun secara perlahan turun dari kursi dan ke ruang tamu rumahku untuk mengambil celanaku. Kemudian aku masuk ke kamarku untuk mengambil sempak karena kalau tidak, pasti akan nampak jelas kondisi kontolku yang sangat ereksi itu seandainya aku berhadap-hadapan dengan Novi. Dan benar saja Novi mengetuk pintu rumahku.
"Bang *****...", kata Novi sambil mengetuk pintu.
"Oh iya sebentar...", jawabku dari dalam kamar sambil memakai sempak dan celana pendekku.
"Eh..., ada apa Nov...", kataku saat membuka pintu rumahku.
"Em..., iya bang agak ganggu dikit ni... Kemarin nenek sebelum berangkat ke A S bilang ke Novi untuk mengambil sayuran yang ada di halaman belakang. Sayang kata nenek kalau gak diambil...", kata Novi menjelaskan.
"Ooo, ya udah..., ambil aja...", jawabku.
"Ntar abang buka dulu pintunya ya...", sambungku lagi.
"Ma..., *** pergi dulu ya...", kata *** pada Novi.
"Lah..., *** mau kemana..., gak nemani mamanya...?", tanyaku saat mendengar perkataan ***.
"Les dia bang...", jawab Novi padaku.
"Iya om, hari ini *** les om...", timpal ***. 
"Ooo, ya udah, yuk ni abang bukakan pintunya...", kataku pada Novi sambil aku berjalan menuju rumah mertuaku dan membuka pintunya.
Setelah anak Novi berlalu, kemudian Novi menyusulku dan dengan sedikit rasa segan dia masuk ke rumah mertuaku. Akupun langsung membuka pintu belakang sambil mempersilahkan Novi. 
"Agak semak ya Novi..., tinggi-tinggi ilalangnya..., maklumlah yang di sana itu bukan halaman rumah nenek, gak mungkin juga nenek yang merawatnya...", kataku sambil mengiringi Novi berjalan keluar dari pintu dapur rumah mertuaku.
"Gak papa bang, kan semaknya di sana..., halamannya bersih kok...", jawab Novi sambil melihat sekeliling.
Jujur, saat itu kontolku sudah tidak begitu ereksi. Lagian saat itu aku juga merasa gak akan ada kesempatanku untuk menjadikan Novi sebagai target ngocokku karena posisi pintu depan yang terbuka lebar. Tapi ya gak aku pungkiri, keinginan untuk ngocok dan menjadikan Novi sebagai targetku sempat terbesit juga di benakku.
"Ok deh Novi..., abang balik ke rumah dulu ya..., kalau dah siap, panggil abang aja ya...", kataku pada Novi.
"Eh bang..., tunggu la..., temani Novi dulu...", jawab Novi.
"Ye..., kenapa..., masih terang gini kok takut...", kataku lagi.
"Hehehe..., iya bang..., temani bentar ya...", jawab Novi yang akhirnya membuat aku mengalah.
Padahal aku punya rencana ingin menunggu Novi keluar dari rumah mertuaku dan kemudian aku ngocok di jendela ruang tamu rumahku saat dia memanggil aku. Esh..., lonte la...
"Tapi Nov, klo abang nunggu di sini, pintu rumah abang mau abang tutup dulu lah dan ini pintu depan rumah nenek juga abang tutup, takut kucing masuk. Kemarin gitu, gak ketahuan kalau kucing masuk dan semalaman di dalam rumah...", kataku sedikit memancing Novi karena tiba-tiba aku merasa tertantang untuk ngocok di sekitar Novi. Bahkan seandainya dia keberatan aku menutup pintu depan, aku akan tetap ngocok walau dengan berpura-pura masuk ke dalam rumah dan aku akan ngocok di dapur rumah mertuaku saja.
"Oh iya bang..., gak papa...", jawab Novi yang membuat hatiku bersorak riang.
Dengan segera aku kembali masuk ke rumah mertuaku dan ke rumahku juga, untuk mengambil HP. Dan setelah aku menutup pintu depan rumah mertuaku, aku kembali menemani Novi. Sengaja aku berdiri di depan pintu dapur sambil mengajaknya ngobrol. Esh..., kontolku mulai berdenyut dan jujur..., pandangan mataku begitu buas menelusuri tubuh Novi di saat beberapa kesempatan dia membelakangi aku.
"Nov, kalau bisa, arah badannya menghadap ke sana, ke ilalang itu, atau kalau nggak ya sering-sering melihat ke sana, jadi kalau ada sesuatu bisa tahu...", kataku sedikit menakuti Novi karena saat itu aku tidak mempunyai kesempatan untuk meraba kontolku yang sudah berdenyut nikmat.
"Ah..., abang nakuti aja...", jawab Novi.
"Hehehe..., ya udah biar abang yang mengawasi lah..., abang pantau dari sini...", kataku sambil bercanda.
"Kemari kenapa bang...", kata Novi mengajakku untuk mendampinginya.
"Ntar..., abang lihat dulu, banyak nyamuk nggak..., ntar abang ke sana...", jawabku.
Dan benar saja, rupanya Novi menuruti saranku, yang sebenarnya itu adalah modusku untuk membuat Novi membelakangi aku. Saat Novi memilih-milih sayuran dengan posisi membelakangi aku, perlahan tanganku mulai meraba-raba kontolku. Sesekali aku mengeluarkan kontolkku sambil mengocokinya agar lebih cepat ereksi.
Aku ngocok di pintu belakang rumah mertuaku sambil memperhatikan Novi yang berada sekitar 6 m di depanku. Lonte si Novi itu..., sensasinya begitu menggelitik adrenalinku. Sambil ngobrol, aku tetap ngocok di belakang si Novi. Sengaja aku menghentikan kocokan tanganku di kontolku saat aku yang mengajak si Novi itu ngobrol. Hal itu aku lakukan agar suaraku tidak bergetar karena efek dari gerakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Dan setelah si Novi merespon atau dia sedang berbicara, aku kembali ngocok dengan tatapan penuh birahi ke arah tubuhnya.
Sambil ngocok dan menelusuri tubuh bagian belakang Novi,  pandangan mataku tetap mengawasi setiap pergerakan tubuhnya. Begitu nampak olehku ada tanda si Novi itu ingin berbalik arah ke posisiku, langsung saja aku menghentikan acara ngocokku dan memasukkan kontolku ke dalam celana. Esh..., lonte..., begitu nikmatnya rasa debar di dadaku dan penuh sensasi. Santai aja aku ngocok di belakang Novi sambil mengajaknya ngobrol. Walau sudah beberapa kali aku lihat dia itu berpindah posisinya, tapi sama sekali dia tidak mengarah atau menghadap ke aku.
Esh..., dasar lonte kau Novi..., adrenalinku terasa begitu terpicu yang membuat aku akhirnya semakin nekat. Dengan kontol yang tetap berada di luar celanaku, kemudian aku berjalan ke arah Novi. Sambil mengambil HP dari saku celanaku untuk melihat jam, perlahan aku mendekati posisi Novi. 
Saat itu jam menunjukkan pukul 17:11. Dan sesaat setelah aku memasukkan kembali HPku ke saku celana, langsung aja aku lanjutkan acara ngocokku sambil terus mendekat ke posisi Novi yang sedang jongkok memetik sayuran. Esh..., pandangan mataku terus saja mengawasi pergerakan tubuh Novi sambil aku menelusuri setiap lekuk tubuh bagian belakangnya. Dengan tangan kiri yang menahan bagian depan sempak dan celana pendekku, begitu perlahan tangan kananku mengocoki kontolku sambil memposisikan berdiriku sekitar 2 m di belakang Novi.
Akupun sempat dengan buru-buru memasukan kontolku ke dalam celana setelah melihat pergerakan kepala Novi yang sepertinya akan menoleh ke arah aku. Dan setelah mengetahui keberadaanku, dia kembali sibuk memilih sayuran yang akan dia petik dan aku kembali mengajaknya ngobrol. Saat aku lihat si Novi memetik sayuran sambil berbicara padaku, perlahan aku kembali mengeluarkan kontolku dan melanjutkan acara ngocokku. Dan agar Novi tidak curiga, sengaja aku pura-pura berjalan menjauh, tapi tetap dalam keadaan ngocok karena pandangan serta arah tubuhku selalu mengarah ke tubuh Novi.
Dengan berjalan mundur, sambil ngocok aku sedikit menjauh dari posisi Novi. Dan kemudian berjalan lagi mendekatinya. Hingga yang paling nekat adalah saat aku berdiri ngocok sekitar 1 m di dekat bagian belakang kepala Novi karena saat itu dia dalam keadaan jongkok memetik sayuran.
Entah lah..., sebenarnya resiko yang bisa saja terjadi itu sangat besar kemungkinannya. Tapi karena aku sudah membaca setiap gerakan tubuh Novi, membuat aku tetap bertahan ngocok di belakangnya. Memang hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku itu begitu sangat perlahan aku lakukan. Tapi jujur..., sensasinya seperti menguji adrenalinku.
Bahkan saat Novi bangkit berdiri sambil pindah posisi ke pohon singkong, aku yang saat itu sedang berdiri ngocok sekitar 4 m di belakangnya tidak menghentikan aktifitas ngocokku. Malahan sambil ngocok aku berjalan mendekatinya. Lonte..., benar-benar lonte si Novi itu..., begitu nikmat dan menguji adrenalinku. Obrolan yang tak terputus membuat aku juga begitu santai, walau penuh debar, ngocok di belakang Novi.
Hingga akhirnya, pada saat aku mulai merasa ada dorongan mani yang akan keluar dari kontolku, aku lebih mendekat ke posisi Novi yang sedang berdiri memetik daun singkong. Sengaja saat itu aku berjalan sambil ngocok di sebelah kiri belakang Novi. Lonte kau Novi..., begitu penuh birahi aku arahkan kontolku yang sedang aku kocok itu ke pantatnya yang berada di samping depan kananku. Perlahan tapi pasti, aku ngocok sambil berjalan mendekati Novi hingga akhirnya jarak kontolku yang sedang aku kocok dengan pantat si Novi yang berdiri membelakangi aku itu sekitar 1 m. Dan dasar lonte pepek pantat torok si Novi itu..., begitu aku hampir sampai pada puncak kenikmatan birahiku, tiba-tiba dia bergerak seperti hendak berbalik badan. Akupun dengan segera memasukkan kontolku ke dalam celanaku.
Saat aku berpapasan dan berhadapan dengan si Novi itulah aku nembak mani di dalam sempak. Lonte..., benar-benar lonte kau Novi... Dan untuk tidak membuatnya curiga, aku tetap melanjutkan langkahku dan melewatinya. Begitu aku tahan kenikmatan muncratan maniku di dalam sempakku sambil aku mengeluarkan HP yang ada di saku celanaku untuk menyamarkan kelonjotan di tubuhku. Dan saat itu jam menunjukkan pukul  17:20. 
Kemudian aku pura-pura mengambil photo yang mengarah ke tanaman di sekitar halaman sambil aku katakan pada Novi, "ntar mau abang kirim ke nenek, klo sayurannya sudah dipanen Novi ya...".
"Hahaha..., ada-ada aja abang ini...", kata Novi.
"Iya lho..., tahu lah nenek, nanti dia kira sayurannya gak ada yang memanen dan abang pula yang disuruhnya memetik sayuran, kan gak lucu juga kan...", kataku lagi yang membuat Novi tertawa.
Dan biar sempurna alasanku, sambil bercanda aku menyuruh Novi untuk menunjukan sayurannya dan aku photo. 
"Lihat ni, langsung abang kirim ya ke nenek...", kataku lagi sambil memperlihatkan chat WA aku ke mertuaku setelah Novi mau aku photo.
"Hehehe..., ada-ada aja abang ini...", kata Novi lagi sambil melihat ke chat aku itu.
Setelah itu kami kembali masuk ke rumah mertuaku dan akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing. Ah..., sensasi yang luar biasa...
Ya jujur saja, saat itu sempat juga terbesit di pikiranku, apakah Novi tahu kalau aku ngocok di belakangnya dan dia hanya berbasa-basi tertawa sambil bercanda denganku padahal dia berusaha untuk menghibur diri karena frustrasi dengan ketidak berdayaannya sebagai target ngocokku. Ah..., pepek lonte kau Novi...
Dan sekitar jam 20 malam, saat aku masih dalam keadaan bugil di dalam rumah, tiba-tiba terdengar Novi mengetuk pintu rumahku. Jujur, agak berdebar juga aku saat itu. Dengan buru-buru aku memakai celana pendekku tanpa memakai sempak menjumpai Novi yang ternyata membawa masakan sayuran yang dia petik tadi.
"Bang, ini untuk makan malam..., cuma bisa buat seperti ini", kata Novi disertai senyum manisnya sambil menyerahkan piring yang berisi sayuran.
"Oh..., thanks ya Nov..., kok repot-repot jadinya..., masuklah...", kataku sambil menerima piring tersebut.
"Makasih bang, di sini aja...", kata Novi saat aku mempersilahkan dia masuk ke rumahku.
Dan kemudian Novi pamit pulang setelah aku menyerahkan kembali piringnya sambil dengan nada bercanda aku katakan padanya kalau piringnya kembali dalam keadaan kosong. Esh..., lihat senyum dan tawa si Novi itu..., ingin sekali aku cium dan aku ajak ngentot dia. Berani bertaruh aku, sampai terkencing-kencing pepeknya aku buat seandainya dia mau aku ajak ngentot. Ok..., berarti aman, dia tidak curiga dengan gerak-gerikku yang sedang ngocok di belakangnya saat dia memetik sayuran tadi. Dan aku kembali santai berbugil ria di dalam rumahku sambil mempermainkan kontolku sembari mengingat kenekatan yang aku lakukan di belakang si Novi. 

Minggu, 30 Juni 2024

Spesial "Kia"

Tanggal 30-06-2024, sekitar jam 07:10, mertuaku, In, Nilma dan Kia datang dari A S. Kedatangan mereka memang sudah aku tunggu karena mereka datang untuk berlibur di P P Bt sekalian membawa *****ku dan anak-anak ke A S. Walau mereka itu pulang hari, tapi tak mengapa karena ada hadiah istimewa yang sudah aku persiapkan semenjak 2 hari sebelumnya. Hadiah itu adalah aku sengaja mengosongkan 2 bak penampungan air dan sengaja nembak mani ke dalamnya. Selama 2 hari aku melakukannya. Begitu juga saat pagi hari sebelum mereka tiba, aku sempatkan juga untuk kencing ke dalam dispenser. Ah..., entahlah..., seandainya mereka mau aku ajak ngentot..., pasti akan aku giliri mereka secara bergantian.
Tapi saat ini aku gak menceritakan bagaimana tentang mereka, yaitu mertuaku, In dan Nilma karena ya sudah pasti mereka mandi dengan air yang ada di dalam bak penampungan air yang sudah bercampur dengan maniku. Begitu juga ya pastilah mereka minum air yang ada di dalam dispenser air yang telah bercampur dengan kencingku. Itu semua sudah pasti, karena tidak ada alasan mereka untuk tidak menggunakannya.
Saat ini aku ingin lebih terfokus pada Kia yang kemungkinan besarnya tidak dapat aku jadikan sebagai target ngocokku lagi. Karena akhirnya aku menyadari dengan mempertimbangkan berbagai hal tentang resiko yang bisa saja terjadi. Kia sekarang sudah berusia kurang lebih 5 tahun, karena aku tahu dia sudah sekolah pra TK dan akan masuk TK. Ada beberapa reaksi yang Kia tunjukkan padaku saat aku ngocok di depannya membuat aku harus berhati-hati pada Kia. Memang sampai saat ini, Kia hanya menunjukkan reaksi ketidak nyamanannya saat aku gendong, atau saat aku cium bibirnya. Begitu juga saat aku ngocok di depannya. Tapi ya sebatas itu saja, karena setelah aku turunkan dari gendonganku, atau rangkulanku, Kia kembali biasa aja, tidak langsung pulang atau menjauh dariku. Begitu juga saat aku cium bibirnya atau saat aku ngocok di depannya. Sudah 2 kali Kia menunjukkan reaksi yang nyata atas ketidak nyamanannya saat aku ngocok di depannya. Yang pertama kali tanggal 17-09-2023, dia hanya mendorong sedikit pahaku dengan tangannya karena mungkin kontolku yang sedang aku kocok itu terlalu dekat dengan wajahnya. Dan yang kedua pada tanggal 22-10-2023, yang mana dia memang benar-benar menunjukkan reaksi paniknya saat aku ngocok di depan wajahnya dengan dia menendang hingga 2 kali pahaku untuk kemudian dia bangkit dari kursi, mencoba menghindar dariku. Tapi saat dia bangkit dan melihat kontolku sedang memuncratkan mani, bukannya dia pulang, melainkan dia berjalan di belakangku yang sedang berkelonjotan sambil meremas kontolku untuk kemudian dia kembali duduk di kursi yang sama. Itupun saat Kia berjalan melewati aku, pandangan matanya tetap melihat ke arah kontolku. Iya, Kia itu seperti jinak-jinak merpati dan tidak dapat diprediksi. Tapi, walau bagaimanapun juga aku salut pada Kia, karena dia tetap bertahan. Esh..., dasar lonte kau Kia...
Ada beberapa alasan penguat yang membuat aku akhirnya mulai kedepannya harus mengesampingkan Kia sebagai target ngocokku. Alasan utamaku adalah Kia sekarang sudah dapat menunjukkan ekspresi dan reaksinya padaku. Karena, pada hari ini, saat Kia datang dan aku gendong, Kia benar-benar meronta minta turun. Memang dia masih tetap ramah padaku, dengan memanggil aku disertai senyuman dan rasa gembira saat melihat aku. Tapi ya itu, aku gak bisa memaksanya untuk tetap aku gendong karena aku takut nantinya dia akan pulang ke rumah mertuaku dan mengurungkan niatnya untuk bermain di rumahku. Walaupun begitu, aku sempatkan juga saat aku menurunkan Kia dari gendonganku, sengaja aku angkat tubuhnya dan memposisikannya tepat di atas wajahku. Saat aku menurunkannya, secara perlahan wajahku mendekati pepeknya dan mencium pepeknya. Walau terhalang dengan celana panjang yang dia kenakan, tapi wajahku, khususnya hidungku menempel lekat di pepek Kia dan tercium jelas aroma pesing dari pepek Kia yang telah semalaman berada di mobil menuju M.
Begitu turun dari gendonganku, aku tahu Kia menyadari kalau sesaat sebelum aku menurunkannya, aku itu mencium pepeknya, dan dia menatap ke wajahku dengan tatapan seperti mau menangis. Walaupun akhirnya dia kembali bermain bersama ** dan *****, serta ***, anaknya In. Hal sama juga terjadi saat secara iseng aku ikut nimbrung bermain bersama mereka dan aku merangkul Kia, nampak dia itu begitu berusaha menghindar dari rangkulanku.
Sampai akhirnya pada jam 07:28, saat Kia duduk di kursi panjang ruang tamu rumahku, perlahan aku mendekati Kia dan aku mencium bibirnya. Esh..., memang lonte si Kia itu..., nampak jelas dia berusaha memberontak sambil mengeluarkan suara "eeeeh" saat bibirku melumat bibirnya. Dan tangannya juga berusaha mendorong tubuhku. Dasar lonte, sampai kena giginya si Kia itu bibirku saat aku menciumnya. Dan yang lebih lonte lagi si Kia itu adalah saat setelah selesai aku melumatkan bibirku ke bibirnya, si Kia itu langsung membersihkan bibirnya dengan tangannya secara berulang kali. Esh..., dasar lonte..., begitu nyata Kia menunjukkan ekspresi ketidak sukaannya pada ciuman bibirku.
Setelah itu aku tetap berusaha untuk mencari kesempatan agar dapat mencium bibirnya dan gagal. Kia seperti tahu dan membaca gerakanku. Hingga Kia akhirnya turun dari kursi dan dia duduk di lantai. Akupun ikut duduk di lantai sambil mengajaknya bercanda. Dan jujur, nampak Kia seperti menjaga jarak padaku. Dasar lonte..., sepertinya Kia sudah tahu modusku. Berulang kali aku mencoba merangkul tubuhnya, tapi dia tetap berusaha untuk menghindar. 
Pada suatu kesempatan di saat Kia berdiri, tanganku langsung meraba dan memegang pepeknya. Memang ada reaksi Kia, yaitu tangannya langsung memegang tanganku yang sedang memegang pepeknya. Tapi kemudian teralihkan karena aku mengajaknya bercanda sementara tanganku tetap dalam posisi memegang pepeknya. Esh..., lonte kecil kau Kia...
Setelah puas memegang dan meraba pepek Kia, kemudian aku melepaskan tanganku itu dari pepeknya dan kemudian Kia itu kembali duduk di lantai. Walau suasana di ruang tamu rumahku ramai karena ada **, ***** dan ***, tapi setiap kesempatan tetap aku pergunakan dengan sebaiknya.
Pada saat aku mengajak Kia bercanda dan tanganku kembali memegang pepeknya, Kia nampak berusaha melepaskan tanganku dari pepeknya. Bahkan Kia setelah itu nampak sangat berhati-hati terhadap tanganku. Begitu dia melihat tanganku seperti hendak mengarah ke pepeknya, Kia langsung melindungi pepeknya dan menutup pepeknya dengan tangannya. Dasar lonte si Kia itu...
Begitu juga pada jam 07:47, saat aku kembali berhasil mencium bibirnya. Aku benar-benar melumat bibirnya dengan bibirku dan jujur saat itu aku begitu menghayatinya. Sambil memegang bagian kepala belakang si Kia, aku mendekatkan bibirku dan menciumnya. Memang..., sesaat Kia seperti terdiam saat menerima lumatan bibirku di bibirnya, tapi kemudian dia sedikit meronta melepaskan dirinya dariku, dan dengan buru-buru melap mulutnya dengan ujung bajunya. Ah..., dasar lonte si Kia itu..., memang agak beda dia. Dan jujur, dari sekian banyak target ngocokku, hanya Kia yang aku perlakukan secara khusus karena ketidak stabilan reaksinya.
Aku juga menyadari, yang akhirnya membuat aku akan mengesampingkan dia sebagai target ngocokku, karena Kia juga sudah menandai aku kalau masuk ke kamar dengan pintu yang aku biarkan terbuka, pasti aku akan ngocok atau mungkin dalam pikirannya yang masih berusia sekitar 5 tahun itu aku sedang "memegang burung". Hal itu memang sangat terbukti dengan aku yang memang masuk ke kamar berniat ngocok mengarah ke dia, dan saat dia mengetahui aku masuk ke kamar, dia langsung menundukkan wajahnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tidak mau melihat ke arah kamarku. Padahal posisi awal tubuhnya memang menghadap ke kamarku. Esh..., dasar lonte. Akupun akhirnya hanya ngocok sebentar kemudian aku menyudahinya karena Kia tidak mau melihat ke arah aku.
Dan penguatan dari kesimpulanku kalau Kia itu sudah sangat berbeda dan gak mungkin aku jadikan target ngocokku lagi adalah saat kami bermain plastisin yang aku buat dalam bentuk boneka. Saat plastisin itu masih di tanganku, tiba-tiba sambil tertawa, tangan Kia menunjuk ke bagian selangkangan boneka itu dan mengatakan padaku, "ini..., *****...". Dan ketawa serta pandangannya ke aku begitu sangat bermakna. Iya..., maknanya Kia sudah mengerti soal kontol ataupun pepek walau dia tidak tahu dalam penyebutannya. Dan memang terbuktikan saat aku yang masuk ke kamar dengan pintu yang sengaja aku buka lebar aja dia sudah menandainya dan tak mau melihat ke dalam kamar. Berarti dia juga sudah tahu tentang ngocok kontol walau belum tahu namanya.
Ah..., dah gak mungkin lagi Kia bisa aku jadikan target ngocokku. Sangat beresiko karena bisa aja Kia akhirnya bercerita pada Nilma atau pada siapa aja. Dasar pepek lonte kau Kia..., aku jadi teringat kejadian tanggal 17-01-2012 silam, saat Yen, anak perempuan yang berusia sekitar 4 tahun, melihat aku sedang ngocok di depannya dan dia langsung ngomong pada temannya dengan intonasi suara yang lumayan keras, "eh..., ayahnya **** burungnya nampak". Ah..., pepek lonte lah..., kan bisa aja itu juga terjadi pada Kia. Bisa aja Kia melaporkan pada Nilma kalau dia pernah melihat "burung *****" dan memperagakan tangannya seperti gerakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku yang sering dia lihat saat aku ngocok di depannya.
Dan memang aku juga menyadari, hanya Kia yang terlalu sering melihat aku ngocok secara langsung. Sering aku ngocok tepat di depan wajahnya dan dia memang benar-benar memperhatikannya. Memang ada beberapa targetku yang juga sering melihat aku ngocok secara langsung, tapi tidak sesering yang aku lakukan pada Kia. Jadi menurutku, ada kemungkinan besar Kia itu memang sudah terbiasa dan sudah mulai tahu dengan aktifitas ngocokku. 
Dan hari ini aku sepertinya tersentak dengan kenyataan pada perubahan sikap Kia. Kejadian tanggal 17-09-2023 dan 22-10-2023 itu bagiku sudah cukup mewakili perubahan pada diri Kia. Jujur..., yang menjadi kekhawatiranku adalah karena terbiasanya Kia melihat aku ngocok, gak menutup kemungkinan dia akan menanyakan atau menunjukkan gerakan tangan yang sedang mengocok kontol itu kepada Nilma. Itu terlalu beresiko bagiku. 
Jujur, ada banyak video rekamanku saat aku ngocok di depan Kia yang aku simpan dan sering aku putar ulang saat aku ngocok sendirian di rumah. Bahkan ada beberapa aktifitas ngocokku di depan Kia yang tidak aku tulis karena terlalu sering aku melakukannya pada Kia yang menjadikan aku lupa rentetan kejadiannya. Iya..., Kia memang terlalu sering menjadi target ngocokku. Kia terlalu sering menjadi penonton saat aku ngocok tepat di depan wajahnya. Kia juga terlalu sering memperhatikan bagaimana tanganku ini sedang mengocoki kontolku hingga aku nembak mani. Dan aku khawatir suatu waktu Kia akan menanyakan hal itu pada Nilma.
Ah..., walaupun berat, tapi aku harus mengesampingkan Kia untuk menjadi target ngocokku. Paling yang bisa aku lakukan adalah mencari kesempatan ngocok di depan Kia saat dia tidur.
Pada malam hari, Kia beserta rombongan termasuk ***** dan anak-anak berangkat ke P P Bt yang kemudian setelah itu meneruskan perjalanan ke A S.

Minggu, 09 Juni 2024

Bugil Ngocok Di Depan "Dina" -*-

Tanggal 09-06-2024, jam 11:23-11:44 aku bugil ngocok sampai nembak mani di depan Dina, anak perempuan yang berusia kurang dari 3 tahun. Dan pada jam 12:01-12:05, kontolku di kocok oleh Dina sampai aku nembak mani. Dina adalah keponakan dari sahabatku, Sari. Awalnya aku gak menyangka akan mendapatkan kesempatan seperti itu. Karena aku kira Sari hanya seorang diri di rumahnya. Jujur, rencanaku saat datang ke rumah Sari adalah aku ingin merasakan sensasi ngocok di rumahnya. Posisi rumah Sari yang berada di gang buntu dan tepat berada sekitar 50 m di ujung gang menghadap ke jalan raya begitu menggelitik adrenalinku. Dan aku benar-benar tidak ada niat untuk menjadikan Sari itu sebagai target ngocokku. Dia itu sahabat kentalku, jadi aku memang gak punya niat apapun pada Sari. Aku hanya berencana saat aku datang ke rumahnya, aku akan menyuruhnya untuk membeli sesuatu dan saat dia pergi itulah, aku ingin memvideokan diriku sedang ngocok di rumahnya.
Rencanaku itu timbul karena sudah beberapa hari Sari WA ke aku dan dia mengatakan ingin ngobrol denganku. Maklumlah Sari itu merupakan single parent dan mempunyai seorang anak yg bersekolah di luar daerah dan dia juga sedang menjalin hubungan yang rumit dengan seseorang, jadi ya wajar saja dia itu sering galau dan sering menelpon aku untuk berkeluh kesah walau itu kadang sangat mengganggu aku. 
Jadi karena aku tahu dari ceritanya beberapa waktu yang lalu kalau dia itu sedang sendirian di rumahnya, karena orang tuanya sedang ke luar negeri,  membuat aku punya rencana untuk ngocok di rumahnya. Sengaja juga aku datang sekitar jam 10:30 pagi yang nantinya sebagai alasanku untuk menyuruhnya membeli sesuatu. Dan saat dia keluar dari rumahnya itulah aku bisa ngocok. Sebelum aku datang, aku katakan pada Sari kalau aku sedang di bengkel motor dan akan singgah ke rumahnya.
Singkatnya setelah aku sampai di rumahnya dan saat Sari membuka pintu teralis teras rumahnya, aku melihat ada seorang anak perempuan bersamanya.
"Gila lu ***, kemari cuma pakai kaos ama celana pendek doang, model kolor lagi...", begitu kata sambutan Sari saat membuka pintu teralisnya sambil mempersilahkan aku masuk.
"Hehehe..., dah dibilang gw dari bengkel..., ngapain juga gw ke bengkel pakai pakaian formal...", jawabku sambil masuk dan memperhatikan anak perempuan yang sedang bersamanya.
Seraya duduk di kursi teras, di dalam hatiku, aku sedikit merutuk karena kemungkinan besar si Sari itu tidak sedang sendirian di rumahnya. Pasti ada orang tua dari anak perempuan itu di rumahnya juga. Ah..., pepek lah..., rutuk hatiku. Mana aku sengaja gak memakai sempak dari rumahku untuk mempermudah aku ngocok di rumahnya. Bahkan telor kontolku sudah aku ikat. Ah..., pepek lah..., aku jadi kurang bersemangat.
Sambil ngobrol, sesekali aku mencoba menggoda anak perempuan itu untuk mengobati rasa kekecewaanku karena saat itu aku sudah sangat yakin bahwa Sari tidak sendirian di rumahnya. Dan Sari cukup terkejut karena biasanya anak perempuan itu jarang mau bergaul dengan orang asing, tapi reaksinya saat aku goda, dia malah mau berinteraksi denganku.
"Tumben ni bocil nurut ama orang lain...", kata Sari kepadaku sambil memperkenalkan nama anak perempuan itu adalah Dina.
Jujur saja, anak perempuan itu lumayan menggemaskan dengan wajah yang manis serta kulit yang putih. Dan selama kami ngobrol, sengaja aku mengajak Dina untuk mau duduk di sebelahku, hingga akhirnya dia mau aku pangku. Esh..., lonte pepek..., kontolku begitu menggeliat saat Dina berada di pangkuanku. Beruntungnya, aku memakai baju kaos yang bagian bawahnya sedikit panjang, hingga kalaupun aku berdiri, masih dapat menutupi bentuk sodokan kontolku di bagian depan celanaku.
Di sela-sela kami ngobrol itu juga aku tahu, kalau di rumah Sari memang hanya mereka berdua. Rumah anak perempuan itu berada di lain gang dan memang setiap sabtu dia menginap di rumah si Sari.
"Dari kemarin malam ni bocil ada di rumah gw, ***. Sengaja setiap sabtu gw bawa, dah hampir 3 bulanan ini lah, setiap malam minggu di sini. Anaknya adik gw lho, si ****...", kata Sari padaku.
Dan aku langsung bersorak dalam hati karena mengetahui bahwa rumah Sari dalam keadaan kosong dan bisa aku jadikan tempat ngocokku seandainya dia nanti mau aku suruh membeli sesuatu. Dari Sari juga aku tahu bahwa usia Dina belum genap 3 tahun. Sambil ngobrol, tetap saja terkadang aku mencandai Dina. Hingga akhirnya sambil bercanda dengan Dina aku meminta Sari untuk menceritakan masalahnya.
"Tapi enaknya ini ada cemilan lah Sari...", kataku sesaat setelah aku menanyakan permasalahannya.
"Sambil ngemil ada kopi pasti enak ni kita ngerumpi...", kataku lagi sambil bercanda.
"Kampret lu ***, belum apa-apa dah minta cemilan dan kopi. Mana pandai gw buat kopi. Lu aja lah yang beli...", jawab Sari.
"Lha kan gw tamu..., lagian tadi bosan nunggu motor diservis, kan enaknya duduk santai...", jawabku sambil bercanda.
"Tapi ya udahlah gak papa klo gak ada...", sambungku lagi.
"Sialan lu..., ya udah la, gw beli...", kata Sari.
"Eh sist, gak papa lho...", kataku karena takutnya Sari merasa terpaksa.
"Gak papa, gw sekalian mau beli jajanan ni bocah. Kopi instan botol aja ya, ni gw mau ke alfamart...", jawab Sari sambil beranjak hendak mengeluarkan sepeda listriknya.
"Bawa motor gw aja knapa..., atau ya udah gw anter..., jauh lho alfamart itu...", kataku menawarkan kepada Sari, walau di dalam hati aku merasa sangat terpaksa karena pasti gagal rencana ngocokku.
"Gak la, gw mau santai naik sepeda. Lagian biar lu juga santai. Panjang ni ceritanya..., biar lu santai dan fresh ngasih solusi ke gw", jawab Sari menolak tawaranku sembari membawa keluar sepeda listriknya.
"Dina sama om aja ya..., biar nemani om", kataku secara iseng.
"Ooo, iya, sama om aja sana, biar mami sendiri aja...", kata Sari kepada Dina.
Dan tanpa diduga, Dina mau tinggal bersamaku. Ah..., sungguh di luar rencana. Padahal aku hanya iseng aja. Sambil menggendong Dina, aku berdiri mengiringi kepergian Sari. Dan sebelum Sari pergi, dia mengatakan padaku untuk menutup kembali pintu teralisnya.
"***, lu tutup aja pintunya ya..., paling setengah jam gw dah balik lagi dan HP sengaja gw tinggal ya biar ni bocil lihat youtube klo rewel. HPnya gak gw kunci, klo rewel aja lu kasih dia lihat youtube ya...", kata Sari.
Esh..., jujur birahiku tiba-tiba begitu menggelegak mengingat keberadaan Dina yang tinggal bersamaku. Berubah rencanaku untuk santai ngocok sendirian di rumah Sari menjadi lebih terfokus menjadikan Dina sebagai target ngocokku. Sambil menggendong Dina, aku masih berdiri hingga Sari berbelok ke kanan keluar dari gang rumahnya dan aku juga melihat ke arah rumah tetangga Sari yang tertutup pintunya. Sambil mengajak Dina bercanda, secara samar aku mencium tengkuknya. Lalu aku masuk ke dalam teras sambil menutup pintunya. Kemudian saat aku hendak membawa Dina duduk lagi di kursi, sengaja aku menurunkan bagian depan celanaku dan membiarkan kontolku itu keluar dari celanaku.
Sambil memangku Dina di paha kiriku, sengaja aku ajak dia bercanda. Aku tahu saat itu Dina belum menyadari dan belum melihat kontolku yang sudah keluar dari celanaku. Lagian saat itu kontolku belum begitu ereksi, hanya berdenyut nikmat. Sambil bercanda, tanganku mulai mengusap-usap pepek Dina. Dan nampak Dina seperti kegelian saat tanganku mengusap-usap pepeknya.
Perlahan, sambil tetap memangku Dina, aku meraih HPku yang aku letak di atas meja dan langsung menghidupkan mode merekam video dengan menggunakan kamera depan. Jam menunjukkan pukul 11:23 saat aku kembali menciumi tengkuk serta pipi Dina. Semua itu aku lakukan dengan modus bercanda dan membuat Dina tertawa. Hingga akhirnya, aku merubah posisi duduk Dina yang tadinya aku pangku membelakangi dan sedikit menyamping dariku, menjadi berhadapan denganku. Sengaja aku tempatkan Dina di paha kananku dengan kedua kakinya mengapit pahaku. Dan secara perlahan aku mulai mengecup bibirnya. Dari sekedar mengecup bibir Dina, kemudian aku melumatkan bibirku ke bibirnya.
Ah..., pandangan mata Dina sesaat setelah mendapatkan lumatan bibirku itu lho..., semakin membuat birahiku memberontak. Begitu juga dengan kontolku. Dan santai saja aku membimbing tangan kanan Dina untuk memegang kontolku. Dan saat itulah, Dina melihat ke arah tangannya yang aku bimbing untuk memegang kontolku. Begitu jelas dia nampak memperhatikan kontolku yang sedang dia pegang itu sambil bertanya "apa...", secara berulang kali padaku sambil dia sedikit meremas kontolku, yang aku jawab dengan "gak papa". Dan akupun langsung sigap mengajaknya bercanda dengan tanganku yang tetap menahan tangan Dina untuk terus memegang kontolku yang sudah benar-benar ereksi. Akupun memvideokan bagaimana tangan Dina yang sedang memegang kontolku dan terkadang aku juga mengarah rekaman videoku itu ke wajah Dina. Kembali aku mencium bibir Dina, dan setelah aku puas melumat bibir si Dina itu sambil menikmati sensasi kontolku yang sedang dia pegang, lalu aku matikan rekaman videonya dan kembali aku hidupkannya dengan mode merekam melalui kamera belakang.
Perlahan aku bangkit dan menurunkan Dina dari pangkuanku. Dalam posisi saling berhadapan, nampak Dina begitu antusias memperhatikan kontolku yang begitu ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Apalagi saat dia melihat telor kontolku yang aku ikat. Tanpa aku suruh Dina memegang telor kontolku dan mencubitnya sambil dia bertanya dengan pertanyaan sama, "apa...", secara berulang-ulang. Dan mungkin karena dia merasa gemas melihat bentuk telor kontolku yang nampak seperti bulat karena terikat tali, tanpa aku suruh, Dina menyentuhnya dengan jari telunjuk tangan kanannya. Dan sesekali aku kembali menggesekkan kontolku ke wajahnya. Mungkin karena dalam keadaan yang sengaja aku buat riang sambil bercanda, Dina hanya tertawa saat mendapat perlakuanku itu.
Aku bahkan berani menyodok-nyodokkan kontolku ke mulut Dina. Sampai akhirnya aku memperagakan kepada Dina bagaimana aku membuka mulut sambil menghisap telunjukku dan membuat suara dari hisapanku itu. Dan Dina tertawa saat melihat aku melakukannya.
"Buka mulutnya kaya om tadi ya Dina..., a...a...a...", kataku sambil aku juga membuka mulutku untuk memperagakannya.
Dan secara perlahan aku memasukkan kepala kontolku di saat Dina membuka mulutnya. Berulang kali kepala kontolku itu keluar masuk di mulut mungil si Dina dan begitu jelas terlihat di layar HPku. Esh..., terasa begitu terbakar birahiku, yang membuat aku akhirnya mendudukkan Dina di kursi sambil menyerahkan HP si Sari dan menghidupkan youtube, memutar film kartun.  
Kemudian aku berjalan melihat dari pintu teras ke arah sekitar untuk melihat situasi yang ada. Dan perlahan aku menempatkan HPku di toples tempat snack Dina sambil melihat ke layar HP posisi yang ideal untuk merekam. Sengaja HPku tidak aku matikan mode merekam videonya, agar momen yang langka itu benar-benar natural. Dan setelah tepat posisi HPku untuk merekam, aku kembali menghampiri Dina sambil membuka bajuku. Dina yang sedang asik dengan HPnya nampak cuek dengan kehadiranku. Hal itu yang membuat aku memanggil namanya sesaat sebelum aku membuka celanaku.
"Dina..., lihat om dulu sini...", kataku sambil memperhatikan  Dina dan saat Dina melihat ke arah aku, lalu aku membuka celanaku.
"Knapa...", tanya Dina saat melihat aku bugil tanpa sehelai benangpun di hadapannya.
"Knapa..., apa...", tanya Dina sambil bangkit menghampiri aku.
Dan begitu Dina sudah berada di hadapanku, tangan kanannya langsung memegang telor kontolku dan juga terkadang menyentuh-nyentuh batang kontolku.
"Apa...", tanya Dina lagi sambil memegang telor kontolku yang aku jawab dengan kata "gak papa".
Perlahan aku menggendong Dina dan aku suruh dia berdiri di atas kursi. HP yang dia pegang dengan tangan kirinya aku ambil sambil aku katakan "nanti lihat youtubenya lagi". Tubuh bugilku berdiri berhadapan dengan tubuh Dina. Sambil aku ajak bercanda, aku membuka singlet yang dia pakai dan perlahan aku melorotkan celana panjangnya. 
Pemandangan yang indah begitu nyata terpampang di hadapanku saat secara perlahan aku melorotkan celananya. Esh..., begitu putih dan mungil bentuk pepek si Dina itu. Akupun langsung meraih HPku dari atas meja dan mengarahkan kamera HPku yang sedang merekam itu ke arah pepeknya. Ah..., Dina hanya diam sambil memperhatikan apa yang sedang aku lakukan. Dengan sedikit menurunkan posisi berdiriku, perlahan aku kecup pepek mungil si Dina itu dan Dina tertawa mungkin karena merasa geli. Sambil terus mengajaknya bercanda, akhirnya aku merebahkan tubuh Dina di kursi panjang dan mengganjal bagian pinggulnya dengan bantal kursi agar posisinya lebih tinggi. Ah..., entah lah..., aku gak tahu apa makna pandangan Dina saat dia melihat ke wajahku. Tapi semua itu aku alihkan dengan memberikan Dina HP dan memutarkan kembali film kartun yang dia tonton. Dalam posisi telentang dengan pinggul dan kaki sedikit lebih tinggi dari tubuhnya, begitu dimanja pandanganku dengan keindahan bentuk pepek mungil si Dina itu.
Tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam keindahan pepek si Dina, sementara tangan kananku perlahan mulai mengelus pepeknya. Dina nampak kegelian. Dan perlahan jari jempol dan jari telunjuk tangan kananku mulai merekahkan pepek mungilnya. Esh..., mungil sekali pepek si Dina itu...
Dan mungkin secara naluri saja, perlahan Dina lebih mengangkangkan pahanya yang membuat birahiku begitu terbakar. Sambil mengajaknya bercanda, begitu buasnya aku menjilati pepek si Dina. Sambil tertawa, Dina menggeliatkan tubuhnya. Esh..., lonte pepek torok..., bau pesing pepek Dina begitu aku abaikan karena begitu nikmatnya lidahku bermain di rekahan pepek mungilnya itu. Semua itu aku lakukan dengan terus mengajak Dina bercanda, sementara jilatan lidahku di pepeknya begitu gencar aku lakukan.
Setelah puas aku menjilati pepeknya, lalu aku mengajak Dina untuk duduk dan memposisikannya seperti berjongkok. HP yang dia pegang kembali aku ambil dan aku letak di atas meja. Di depan Dina sambil memperhatikan keindahan pepeknya, perlahan aku mulai ngocok. Dan Dina kembali bertanya padaku dengan pertanyaan "knapa...", dan hanya aku jawab dengan "gak papa...".
Begitu aku nikmati hentakan tangan kananku yang sedang mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam aktifitasku. Sesekali aku arahkan HPku ke kontolku yang sedang aku kocok, dan sesekali ke wajah Dila yang sedang memperhatikan aku ngocok. Begitu juga dengan pepek Dina yang nampak sedikit merekah karena posisi duduknya seperti jongkok mengangkang dengan kedua tangannya memegang masing-masing kedua kakinya. Esh..., nikmatnya mengekspresikan birahiku di depan Dina sambil menelusuri pepek mungilnya...
Sesekali, sambil ngocok aku menggesekkan kontolku ke wajah Dina dan dia diam saja. Begitu aku pertontonkan bagaimana tanganku itu mengocoki kontolku dari gerakan perlahan hingga gerakan yang cepat. Dan Dina begitu antusias memperhatikan aku yang sedang berdiri bugil ngocok di hadapannya. Seperti penonton yang budiman, pandangan mata Dina mengarah ke kontolku yang sedang aku kocok dan terkadang dia juga memandang ke wajahku.
Esh..., crot..., crot..., crot..., akhirnya disaksikan langsung oleh Dina aku nembak mani. Nampak Dina sedikit terkejut saat menyaksikan bagaimana maniku itu muncrat dari kontolku.  Akupun begitu berkelonjotan penuh kenikmatan di hadapan Dina. Sebagai maniku mengenai wajah serta tubuhnya, dan sebagian lagi bercereran di lantai. Aku gak sempat menampung maniku karena tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam. Di depan Dina, begitu bebasnya maniku itu muncrat dan aku sangat menikmati dorongan maniku yang keluar dari kontolku.
Beruntungnya Dina juga dalam keadaan bugil. Kalau singletnya tidak aku buka, pasti mengenainya dan akan nampak bekas maniku itu di singletnya. Dan setelah aku selesai berkelonjotan penuh kenikmatan di depan Dina, lalu aku gesekkan kepala kontolku ke wajah Dina untuk membersihkan sisa maniku yang masih menempel di kepala kontolku itu. Kemudian, dengan jari telunjukku aku menyeka maniku yang berada di wajah Dina sambil menyuruhnya untuk membuka mulut, lalu aku masukkan telunjukku yang berlumuran mani itu ke dalam mulut Dila. Begitu seterusnya hingga maniku yang berada di wajah serta tubuh Dina bersih tanpa tersisa. Begitu lucunya wajah Dina saat telunjukku itu masuk ke dalam mulutnya dan dia aku suruh merapatkan mulutnya agar aku bisa membersihkan maniku yang menempel di jariku itu di dalam mulutnya. Apalagi saat Dina menelan maniku. Ah..., lonte kecil kau Dina...
Sambil tetap mengajak Dina bercanda, perlahan aku melesakkan kontolku yang sudah tidak ereksi itu ke dalam mulutnya. Hal itu aku lakukan karena aku ingin kencing di dalam mulutnya. Sambil aku suruh Dina untuk menghisap kontolku, dengan sangat perlahan aku kencing di dalam mulut Dina dan dia meminumnya. Begitu aku nikmati sensasi kencing di dalam mulut Dina karena aku harus mengatur kencingku agar sedikit demi sedikit keluar dan Dina benar-benar meminumnya tanpa tersisa. Beberapa kali Dina berusaha melepaskan kontolku dari mulutnya, dan itu memang aku biarkan, untuk kemudian aku kembali memasukkannya dan kencing lagi. Itulah sensasi kenikmatan yang aku rasakan.
Memang gak banyak sih air kencingku itu..., tapi sensasinya lho... Apalagi melihat reaksi wajah Dina yang secara perlahan menghisap sambil menelan air kencingku. Ah..., dan setelah selesai kencing, lalu aku mematikan mode merekam video di HPku. Saat aku mematikan mode merekam di HPku, aku lihat jam menunjukkan pukul 11:44. Lalu aku mengenakan kembali baju serta celanaku. Kemudian aku keluar untuk mengambil kain lap yang ada di motorku. Dina yang masih dalam keadaan bugil hanya duduk diam sambil memperhatikan aku yang sedang membersihkan ceceran maniku di lantai. Dan kemudian, setelah bersih lantai itu dari maniku, aku kembali ke motorku untuk menyimpan kain lapku.
Sambil menyuruh Dina berdiri di atas kursi, aku kembali menelusuri wajah serta tubuh Dina untuk memastikan bahwa tidak ada bekas maniku itu di tubuhnya. Beberapa kali aku memberi ludah pada jari telunjukku untuk kemudian aku oleskan ke bagian tubuh Dina yang terkena maniku agar lebih memastikan tidak ada bercak maniku di tubuhnya. Dan sebelum aku mengenakan kembali singlet si Dina itu, aku sempatkan juga dengan penuh perasaan mengecup serta menghisap puting teteknya yang masih rata itu. Begitu juga saat aku mengenakan kembali celananya, aku sempatkan juga untuk mengecup dan menjilat pepeknya. Dan Dina hanya tertawa kegelian saja.
Setelah semua sudah selesai dan aman, aku mengalihkan perhatian si Dina dengan mengajaknya main games yang ada di HPku. Sambil aku pangku, aku memainkan games dan menyelinginya dengan mengajaknya bercanda. Dina nampak senang melihat permainan yang aku mainkan dan dia tertawa riang saat aku ajak bercanda. 
Saat itu kontolku kembali menggeliat dan aku sudahi dulu permainan gamesku. Sambil menyuruh Dina untuk turun dari pangkuanku, aku kembali mengeluarkan kontolku. Dina yang saat itu berdiri di depanku menyaksikan dengan seksama bagaimana tanganku secara perlahan mulai membuat kontolku ereksi. Sampai akhirnya, sambil meraih HPku dan menghidupkan kembali  mode merekam video, aku raih tangan kanan Dina dan aku bimbing untuk memegang serta mencengram batang kontolku. Di tangan Dina itulah perlahan kontolku mulai ereksi. Pandangan matanya begitu tertuju pada kontolku dan saat dia merasakan kontolku perlahan mulai ereksi mengeras di tangannya, pandangannya beralih melihat ke wajahku. Akupun dengan sigap mengajaknya bercanda sambil membimbing tangannya untuk mengocoki kontolku.
Begitu aku nikmati bagaimana tangan mungil si Dina itu secara perlahan mengocoki kontolku. Tanganku yang menggenggam tangan Dina terus saja membimbingnya untuk tetap mengocoki kontolku. Sensasi yang luar biasa, di tambah lagi dengan pandangan mata Dina yang tertuju pada tangannya yang sedang mengocoki kontolku membuat pikiranku melayang dengan apa yang ada di dalam benak si Dina itu. Lonte kecil kau Dina..., aku tidak dapat menahan dorongan maniku untuk kembali muncrat. Nampak Dina terkejut saat menyaksikan maniku itu muncrat secara perlahan keluar dari kontolku dan melumuri tanganku serta tangannya. Sambil mengajaknya bercanda, aku suruh Dina berbaring di kursi. Lalu aku menyandarkan kembali HPku di toples dan aku menyuruh Dina untuk membuka mulutnya. Perlahan aku raih tangan kanan Dina dan aku  letak tepat di atas mulutnya. Dengan jari telunjuk tangan kiriku, kemudian aku bersihkan maniku itu dengan menyisihkan serta mengusap maniku yang menempel di tangan Dina dan aku biarkan menetes masuk ke dalam mulutnya si Dina. Begitu juga dengan mani yang menempel di tanganku. Sambil aku ajak bercanda, terus saja aku bersihkan maniku itu hingga benar-benar bersih. Begitu menggemaskan melihat Dina yang diam memperhatikan aku dengan mulut yang terbuka menerima dan menelan tetesan maniku. Dan setelah aku pastikan maniku itu sudah benar-benar Dina telan tanpa tersisa, kemudian aku melumatkan bibirku ke bibir Dina. Setelah puas aku mencium bibir Dina, kembali aku menyuruh Dia untuk membuka mulutnya. Sambil meraih HPku, kemudian aku mematikan mode merekam untuk mengalihkannya ke mode merekam dengan kamera depan, dan perlahan aku kembali mendekati wajah Dina. Dalam jarak sekitar 10 cm antara mulutku dengan mulut Dina yang sudah terbuka itu, kemudian aku meludah ke dalam mulutnya dan aku suruh juga si Dina untuk menelannya. Esh..., dasar lonte cilik...
Walau durasinya sangat singkat, yaitu dari jam 12:01-12:05, tapi begitu sangat mengesankan. Dan setelah itu aku kembali mengajak Dina untuk main games sambil sesekali mengajaknya bercanda. Begitu riang Dina saat itu karena permainan games serta candaanku. Hingga sekitar jam 12:27 Sari pulang dengan sedikit terburu-buru.
"Sorry bro, gw kelamaan. Bannya bocor jadi gw nambal dan ni gw sekalian beli makan siang...", kata Sari sambil masuk ke dalam teras.
"Aman sist..., ni bocil juga anteng kok...", sahutku dengan sedikit berdebar karena menunggu reaksi dari Dina.
"Ni mami bawa jajanan, tadi sama om main games aja ya Dina... Uh..., dasar ni si om, mau jalan pintas aja...", kata Sari kepada Dina dan juga kepadaku dengan nada bercanda. Dan aku juga hanya tertawa dalam menanggapinya.
Singkatnya kami ngobrol sambil makan siang dan selama aku ngobrol dengan Sari, tak pernah luput perhatianku pada Dina untuk memastikan reaksinya. Begitu juga saat setelah kami selesai makan dan melanjutkan obrolan, Dina sengaja aku ajak untuk duduk di pangkuanku dan dia mau. Hingga sore sekitar jam 14:45 aku pulang dari rumah Sari.
Ah..., gak nyangka mendapat kesempatan emas. Rencana awal ingin ngocok di rumah Sari untuk mendapatkan sensasi kenikmatan, malahan dapat yang lebih luar biasa sensasinya, dengan aku bugil ngocok di rumah Sari, di depan keponakannya. Ditambah lagi sensasi bagaimana melihat maniku itu di minum oleh Dina, begitu juga dengan air kencingku dan ludahku. Esh..., dasar lonte cilik kau Dina...





Sabtu, 08 Juni 2024

Mertua Minum Campuran Kencingku

Tanggal 08-05-2024, jam 06:20 aku mencampurkan air kencingku dengan air jahe hangat mertuaku. Satu hal yang sering aku tunggu adalah disaat mertuaku berbelanja di pagi hari. Disaat itulah aku masuk ke rumah mertuaku untuk mencari gelas minumnya. Jujur, seringnya aku tidak mendapatkan gelas minuman paginya karena mertuaku itu jarang minum teh di pagi hari.
Tapi mungkin adalah keberuntunganku, sesaat setelah mertuaku pergi ke pasar, aku langsung masuk ke dalam rumahnya dan mendapati segelas air jahe hangat berada di atas meja tamu. Penuh gejolak birahi aku pandangi gelas itu sambil memperhatikan letak serta sudut gelas tersebut. Dan setelahnya, aku kencing di dalam gelas yang berisi air jahe itu. Dua kali aku kencing di dalam gelas sambil memperhatikan ketinggian air yang berada di dalam gelas. Sambil kencing, aku videokan bagaimana air kencingku itu bercampur dengan air jahe yang berada di dalam gelas.
Dan hal yang paling mengesankan adalah di saat mertuaku pulang dari pasar sekitar pukul 07:20, aku melihat secara langsung mertuaku itu menghabiskan air jahe yang telah bercampur dengan kencingku. Ah..., mertuaku...

Senin, 22 April 2024

Kedatangan "Ning" -*-

Tanggal 21-04-2024, jam 14:31 begitu puasnya aku berkelonjotan penuh kenikmatan saat aku nembak mani di depan Ning yang sedang tertidur di ruang tamu rumah mertuaku. Ah Ning..., begitu inginnya aku memendamkan kontolku ke dalam pepekmu...
Awalnya sekitar jam 08:40 Ning secara tiba-tiba datang ke M dan dia hanya seorang diri. Hal yang tidak pernah dia lakukan selama dia tinggal di A S. Sebenarnya si Ning itu sangat dikekang oleh suaminya. Dan yang menjadi pertanyaan kami adalah kenapa dia bisa sampai ke M hanya seorang diri dan tanpa pemberitahuan ke kami seperti yang biasa dilakukan keluarga A S bila ingin datang ke M.
Dan akhirnya terungkap kalau si Ning sebenarnya sedang bertengkar dengan suaminya dan dia memutuskan untuk menenangkan dirinya di M. Panjanglah pokoknya nasehat mertuaku pada si Ning itu yang intinya tidak mendukung apa yang dia lakukan. Saat kami ngumpul menasehati Ning, imajinasiku selalu saja bermain pada keindahan tubuhnya. Esh..., pantatnya itu lho yang membuat aku begitu terobsesi pada Ning. Esh..., lonte pantat torok pepek kau Ning...
Singkatnya, pada siang hari mertuaku mengajak *****ku untuk menghadiri undangan kerabat kami di kampung sebelah sambil dengan suara sedikit berbisik meminta aku untuk menemani Ning di rumahnya.
"***, ini ibu sama *** mau undangan dulu sekalian nanti mau belanja. Tolong lihat-lihat si Ning di rumah ya..., ibu takut dia nanti berbuat aneh karena masalahnya itu. Dan sekalian juga rice cooker ibu gak hidup, benerinnya di rumah ibu aja sekalian pantau si Ning..., lagi tidur dia itu", kata mertuaku yang membuat hatiku bersorak.
Ah..., pepek torok..., begitu bermainnya imajinasi birahiku dengan apa yang akan aku lakukan pada Ning. Tapi..., setelah aku mempertimbangkan banyak hal, yang paling bisa dan pasti aku lakukan adalah aku ngocok di dapur rumah mertuaku seandainya Ning sedang menonton TV. Dan setelah mertuaku serta *****ku pergi, langsung aja aku membuka sempakku sambil mengikat telor kontolku. Esh..., walau kemungkinannya sangat tipis, tapi setidaknya aku sudah mempersiapkan diri.
Obsesi serta hasrat birahiku pada Ning membuat aku secara terang-terangan menyuruh ***** dan ** untuk bermain di rumah sepupunya, di gang sebelah sambil aku kasih uang untuk jajan, sementara **** sudah sedari pagi pergi ke workshopnya. Dan setelah mereka pergi, aku kemudian masuk ke rumah mertuaku sambil membawa peralatan untuk memperbaiki rice cookernya.
Awalnya aku kira Ning sedang rebahan di kursi tamu. Tapi saat aku menyapanya, baru aku tahu kalau Ning memang sedang tidur, seperti yang dikatakan mertuaku. Ah..., lonte pepek pantat torok si Ning itu..., begitu bergemuruhnya birahiku saat aku melihat ke tubuhnya. Sambil memperhatikan situasi yang ada, akhirnya aku memutuskan untuk memperbaiki rice cooker di ruang tamu. Tujuanku adalah sekalian untuk memastikan kondisi si Ning dan aku memang berniat untuk ngocok di sana.
Gak perlu waktu yang lama untuk membuka dan memperbaiki rice cooker yang rusak itu karena hanya fusenya aja yang longgar. Dan setelah aku memperbaiki dudukan fuse yang longgar itu, sengaja aku biarkan dulu. Tujuanku adalah sebagai alasan seandainya Ning terbangun dan mendapati aku berada di dalam rumah mertuaku, di sekitar dirinya.
Sambil meremas-remas kontolku, begitu aku telusuri tubuh Ning yang sedang tidur di depanku. Tangannya yang ditumbuhi bulu halus membuat imajinasiku bermain. Ah..., pasti lebat jembut si Ning itu..., dan pasti nikmat seandainya aku bermanja di pepeknya. Esh..., kontolku perlahan mulai ereksi saat semakin liarnya imajinasiku pada pepek si Ning yang belum mempunyai anak itu.
Lonte si Ning itu..., semakin liar imajinasiku serta tanganku yang meremas-remas kontolku, membuat semakin ereksi kontolku. Dan perlahan, dalam posisi bertumpu pada kedua lututku, aku mengeluarkan kontolku. Esh..., lonte pepek pantat torok kau Ning..., kenikmatan birahiku begitu terasa di kontolku, walau belum aku kocok. Begitu gagahnya kontolku ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Sambil melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 14:12, masih dalam posisiku, perlahan aku mulai mengocoki kontolku. Dan kalau saja aku sedikit mundur dari posisiku saat itu, pasti dari luar rumah akan terlihat kalau aku sedang ngocok. Esh..., lonte pantat pepek torok kau Ning..., sensasi telor kontolku yang aku ikat juga menambah kenikmatan kontolku yang sedang aku kocok sekitar 2,5 m di samping Ning.
Sebenarnya saat itu aku ingin menyudahi dulu acara ngocokku untuk mengambil HPku yang aku tinggal di rumah. Tapi karena aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, yang bisa aja Ning terbangun, akhirnya aku teruskan aja acara ngocokku tanpa aku mendokumentasikannya melalui video ataupun photo seperti yang biasa aku lakukan.
Begitu aku nikmati hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku sambil menelusuri tubuh Ning. Lonte pepek pantat torok kau Ning..., birahiku semakin menggelegak. Dan perlahan, sambil memperhatikan wajah Ning, aku bangkit dari posisiku dengan tidak menghentikan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Ah..., lonte kau Ning..., tetek mu itu...
Adrenalinku semakin terpicu yang membuat aku secara perlahan mulai mendekati tubuh Ning yang sedang tertidur sekitar 2,5 m di depanku. Sambil ngocok aku berjalan mendekati posisi Ning. Jujur saja, saat itu aku berencana ingin bugil ngocok di depan Ning karena posisi depan celana pendekku yang sedikit aku lorotkan itu sangat mengganjal telor kontolku yang aku ikat. Jadi gak bebas gerakan telor kontolku. Tapi karena aku mempertimbangkan beberapa resiko yang mungkin saja bisa terjadi, akhirnya aku urungkan rencanaku itu.
Awalnya aku berjalan menuju pintu depan kamar Teti dan menghentikan langkahku di sana untuk memastikan reaksi Ning. Sengaja aku sedikit mengambil jarak sekitar 1,5 m dari kepala Ning.  Esh..., lonte..., benar-benar lonte si Ning itu..., birahiku semakin tidak bisa diajak kompromi yang membuat aku akhirnya semakin mendekat ke posisi Ning hingga akhirnya aku berdiri sambil ngocok sekitar 30 cm di dekat kepalanya. Dari posisiku nampak jelas wajah cantik si Ning, dan teteknya yang menyembul seperti memanggil aku untuk bermanja dan netek di teteknya. Jam dinding menunjukkan pukul 14:21 saat secara perlahan aku mulai mendekatkan kontolku yang sedang aku kocok itu ke kepala Ning hingga kepala kontolku menyentuh dan menempel di bagian atas kepala Ning. Begitu perlahan dan sangat berhati-hati aku menempelkan kepala kontolku di kepala Ning. Esh..., lonte pepek pantat torok kau Ning..., nikmatnya...
Walau tak menyentuh langsung ke kulit Ning dan kontolku itu hanya menyentuh rambutnya saja, tapi begitu terasa nikmat. Sambil memandang wajah Ning dan melihat reaksinya, santai saja aku ngocok di dekat kepala Ning. Esh..., lonte kau Ning..., begitu besar obsesi birahiku pada tubuhnya. Begitu menggoda pepek dan pantat si Ning itu. Jujur saja, kalaulah dia secara sadar mau aku ajak ngentot, pasti akan aku giliri pepek dan pantat si Ning itu secara bergantian. Akan aku buat si Ning itu sampai terkencing-kencing karena kocokan kontolku di pepek dan pantatnya. Esh..., dasar lonte kau Ning...
Jam menunjukkan pukul 14:23 saat aku menggeser posisiku yang awalnya berdiri di dekat kepala si Ning, menjadi berdiri tepat di samping Ning. Hanya sekitar 20 cm jarak antara kontolku yang sedang aku kocok dengan wajahnya. Saat itu aku benar-benar ngocok di depan wajah si Ning. Dan aku tahu, seandainya si Ning membuka matanya sedikit saja, pasti secara jelas dia dapat melihat kontolku yang sedang aku kocok tepat di depan wajahnya. Aku sadar, sepertinya aku gak punya alasan seandainya Ning terbangun dan mendapati aku sedang berdiri di sampingnya, walaupun kontolku dapat dengan cepat aku masukkan ke dalam celanaku. Tapi itu pula yang membuat adrenalinku semakin terpicu. Sambil memperhatikan wajah Ning, tanganku tak henti-hentinya mengocoki kontolku.
Lonte si Ning itu..., sehari semalampun aku sanggup memuaskan pepek dan pantatnya. Begitu sangat menggairahkan sekali si Ning itu. Esh..., lonte..., jujur yang aku suka dari Ning adalah pantatnya yang montok itu. Dan aku yakin jembutnya pasti lebat dan tebal karena banyak bulu halus di tubuh si Ning itu. Esh..., dasar lonte kau Ning...
Begitu aku dalami kecantikan wajah Ning dan tetek Ning yang ada di hadapanku. Begitu aku nikmati sensasi ngocok di depan wajah si Ning itu. Hingga akhirnya pada jam 14:31 sambil berkelonjot penuh kenikmatan, aku nembak mani tepat di depan wajah Ning. Tangan kiriku secara cepat langsung meremas kepala kontolku sambil menahan agar muncratan maniku itu tidak berceceran dan mengenai wajah maupun tubuh Ning. Karena pastilah dia tahu kalau yang menempel di wajahnya itu adalah mani seandainya muncrat mengenai wajahnya. Kalau dulu saat dia belum kawin, mungkin si Ning itu belum tahu secara pasti bentuk lendir mani itu seperti apa. Karena dulu, si Ning itu pernah menginjak maniku yang berceceran di depan pintu kamarnya sambil mengatakan, "Ihh...., apa ni...". Ah..., lonte kau Ning..., kalau sekarang dia sudah kawin, pastilah dia tahu lendir mani itu seperti apa.
Sambil sedikit menahan kelonjotan nikmat di tubuhku, aku tetap meremas kepala kontolku dan menampung maniku dengan tangan kiriku, dan perlahan aku berjalan menjauh dari hadapan Ning, lalu aku masuk ke kamar mandi. Esh..., dasar lonte si Ning itu..., nikmatnya nembak tepat di depan wajahnya. Lonte..., lonte...
Saat di kamar mandi aku tiba-tiba mempunyai ide untuk mencampurkan maniku itu dengan air yang ada di dalam ember. Ide itu muncul saat aku melihat hanya ember itu saja yang berisi air, sementara bak mandi dan beberapa ember lainnya dalam keadaan kosong. Dengan harapan yang dipenuhi oleh gejolak birahi agar Ning menggunakan air di dalam ember, santai saja aku mencelupkan tanganku ke dalam ember tersebut dan langsung aku membersihkan maniku yang kental dan lumayan banyak itu dengan air yang berada di dalam ember. Esh..., nampak bergumpal-gumpal maniku di dalam ember itu. Dan nampak ada beberapa gumpalan maniku yang terapung maupun yang melayang-layang di dalam air di ember itu.
Jujur, ada rasa khawatir kalau Ning dapat melihat gumpalan maniku yang berada di dalam ember itu yang membuat aku mempunyai ide untuk mematikan lampu kamar mandi dan membuatnya seolah rusak. Dan langsung saja setelah tanganku bersih dari maniku, aku kembali ke ruang tamu untuk mengambil obeng. Dengan gerakan sedikit tergesah aku membuka saklar lampu dan melepas kabelnya. Begitu juga kabel stop kontak untuk mesin air aku lepas juga, dengan tujuan agar Ning menggunakan air di dalam ember tersebut terlebih dahulu.
Setelah itu, aku kembali duduk di lantai di ruang tamu sambil pura-pura sedang memperbaiki rice cooker dengan memposisikan tubuhku mengarah ke Ning yang masih tidur. Lonte..., karena terlalu lama menunggu, akhirnya aku sempatkan juga keluar rumah mertuaku untuk melihat situasi yang ada. Dan saat aku kembali ke rumah mertuaku lagi, aku dapati Ning sudah bangun dan sedang duduk. Akupun langsung saja duduk dan pura-pura memperbaiki rice cooker sambil ngobrol ringan dengan Ning.
Selang beberapa waktu kami ngobrol, Ning bangkit dan berjalan ke arah dapur. Esh..., lonte..., begitu aku harapkan si Ning itu menggunakan kamar mandi. Jujur, begitu bergemuruhnya dadaku karena berharap agar si Ning itu menggunakan air yang ada di dalam ember yang telah bercampur dengan maniku. Dan benar saja, Ning masuk ke kamar mandi.
"Bang, lampu kamar mandi mati ya...", kata Ning dari dalam kamar mandi yang membuat gemuruh di dadaku semakin cepat.
"Oh..., gak tahu Ning", jawabku sambil bangkit dan berjalan menghampiri kamar mandi yang ternyata Ning sedang berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Ntar abang benerin ya...", kataku lagi.
"Iya bang, ini Ning pakai dulu kamar mandinya", kata Ning sambil masuk ke kamar mandi.
Esh..., lonte si Ning itu..., seandainya dia minta aku ikut masuk ke kamar mandi juga pasti aku mau menemaninya. Saat itu kontolku tidak dalam posisi ereksi. Ya kalau ereksi, gak mungkin aku berdiri di depan Ning. Tapi..., memang dasar lonte pepek pantat si Ning itu..., kontolku langsung ereksi saat aku dengan sangat jelas mendengar suara Ning yang sedang kencing. Begitu jelas suara semburan air kencing si Ning itu keluar dari pepeknya. Lonte kau Ning...
Antar kepingin ngocok sambil mendengarkan suara kencing Ning dan rasa gak enak aja kalau Ning melihat kontolku yang menyodok bagian depan celana pendekku membuat aku akhirnya berlalu dari dapur. Apalagi sesaat setelah aku beranjak dari posisiku, terdengar Ning cebok dan pastinya menggunakan air yang berada di dalam ember yang sudah bercampur dengan maniku. Esh..., lonte kau Ning...
Aku langsung duduk dan mengemasi rice cooker yang aku bongkar dengan tujuan untuk menghidupkan lagi lampu kamar mandi yang aku buka kabelnya dan untuk melihat sampai seberapa banyak Ning menggunakan air yang ada di dalam ember yang telah bercampur dengan maniku itu. Lonte..., terdengar si Ning itu beberapa kali menciduk gayung untuk membersihkan pepeknya yang membuat kontolku semakin ereksi.
Jujur, saat itu aku sedikit serba salah karena kontolku benar-benar sudah sangat ereksi. Apalagi saat Ning keluar dari kamar mandi dan aku dengar dia memainkan saklar untuk menghidupkan mesin pompa air. Begitu aku tenangkan birahiku agar ereksi kontolku mereda. Esh..., memang dasar lonte si Ning itu...
"Bang, ini mesin airnya gak nyala juga ya...", kata Ning yang aku jawab nanti sekalian aku benerin lampu kamar mandinya.
Lontenya si Ning itu adalah dia kembali duduk di ruang tamu, sementara kontolku benar-benar dalam kondisi ereksi. Sambil pura-pura memasang beberapa bagian dari rice cooker yang aku buka, sengaja aku tempatkan rice cooker tersebut di pahaku untuk menutupi kontolku yang sedang ereksi. Dan sebagai basa-basi, kami juga ngobrol sambil Ning terkadang melihat ke siaran TV. Esh..., lonte pantat pepek torok kau Ning...
Saat aku melihat Ning terfokus melihat siaran TV, dengan segera aku memasukkan peralatan kerjaku dan dengan sedikit tergesa aku bangkit berjalan menuju dapur sambil menempatkan rice cooker yang aku bawa tepat di bagian depan celanaku untuk menutupi kontolku yang masih ereksi, dasar lonte kau Ning. 
"Bang ***, abang sekalian benerin lampu ama pompa air...?", tanya Ning sesaat setelah melihat aku berjalan membawa rice cooker ke dapur.
"Iya Ning, ini sekalian abang kerjakan ya...", jawabku dengan debar di dada karena kontolku benar-benar dalam posisi menyodok bagian depan celanaku.
Hal yang pertama sekali aku lakukan adalah menyambung kembali kabel di saklar yang aku lepas dan kemudian aku masuk ke kamar mandi untuk melihat air yang ada di dalam ember. Ah..., pepek pantat lonte si Ning itu..., sisa air di dalam ember hanya tinggal sedikit dan aku tidak menemukan maniku ada di dalam ember tersebut. Esh..., lonte..., bisa saja maniku itu menempel di tangan ataupun di pepeknya si Ning. Ah..., dasar lonte kau Ning..., thanks sudah cebok dengan air di dalam ember yang telah bercampur dengan maniku. 
Akhirnya aku lebih memperhatikan lantai kamar mandi dan menemukan beberapa gumpalan maniku yang berceceran di lantai. Dengan sisa air yang ada di dalam ember aku membersihkan maniku itu. Kalau Ning melihatnya, pasti dia dapat mengetahui kalau ceceran itu adalah mani. Ah..., lonte kau Ning. Dan di dalam kamar mandi itu perlahan kontolku mulai tidak ereksi.
Karena kontolku sudah tidak ereksi, kemudian aku keluar dari kamar mandi dan pura-pura minum untuk mengetahui keberadaan si Ning. Saat Ning melihat ke arah aku, Ning kembali menanyakan tentang lampu dan mesin pompa air yang aku jawab kalau lampu sudah hidup dan pompa air sedang aku kerjakan.
"Agak gerah bang, dari pagi belum mandi...", kata Ning kepadaku.
"Ntar Ning...", jawabku sambil membuka penutup pompa, pura-pura melihat kerusakannya sebagai antisipasi kalau Ning datang melihat apa yang aku kerjakan.
Setelah beberapa saat aku tunggu tapi Ning tak datang juga, akhirnya aku memasang kembali kabel stop kontak mesin pompa air yang sengaja aku buka. Dan setelah itu aku menghidupkan saklar mesin pompa air tanpa memasang terlebih dahulu penutup pompanya.
"Wah..., dah hidup mesinnya ya bang...", kata Ning dari ruang tamu.
Dan tak lama kemudian Ning datang dengan membawa handuk dan pakaiannya. Saat itu aku masih berdiri di dekat pintu kamar mandi. Sambil menggeser posisiku untuk memberi jalan pada Ning, aku katakan pada Ning kalau aku masih mengecek mesin pompanya.
"Lah..., dimatikan lagi bang mesinnya...?", kata Ning dengan nada sedikit kecewa.
"Nggak Ning, gak papa..., biar hidup seperti itu aja, ni abang ngecek aja kok, dan memang mesinnya harus hidup, ada yang mau abang setel...", jawabku.
Dan akhirnya Ning masuk ke kamar mandi, berlalu dari hadapanku. Esh..., lonte kau Ning. Pasti nikmat rasanya mandi sambil ngentot bersama kau, Ning. Ah..., kontolku perlahan mulai ereksi lagi. Dalam posisi masih berdiri di depan meja kompor, aku meremas-remas kontolku dan mulai mendengar suara Ning sedang menggosok gigi. Esh..., lonte...
Jujur, saat itu aku begitu bimbang, ingin ngocok tapi aku gak tahu apakan Ning sudah membuka pakaiannya atau gimana, karena yang aku dengar saat itu dia sedang menggocok gigi. Aku ragu aja, takutnya Ning tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Akhirnya aku membenahi mesin pompa yang telah aku buka dan benar saja, sesaat setelah aku mendengar Ning berkumur-kumur, dia kemudian keluar. Untungnya posisiku sudah berada di depan mesin pompa.
"Lah..., katanya mandi...", kataku pada Ning agar situasi nampak normal.
"Hehehe..., iya bang ada yang ketinggalan...", jawab Ning sambil berlalu dari hadapanku.
Dan untuk menjaga agar Ning gak curiga, akhirnya aku ke ruang tamu dan Ning nampak keluar dari kamar Teti dengan membawa lulur. Esh..., lonte si Ning itu..., kalau saja dia meminta aku untuk menggosoki tubuhnya dengan lulurnya itu, pasti dengan senang hati aku melakukannya.
"Bang, abang belum mau pulang kan...?, tanya Ning saat hendak melewati aku.
"Kenapa Ning...?", kataku balik bertanya.
"Nggak bang, minta tolong matikan airnya kalau udah penuh...", kata Ning sambil tertawa.
"Oala..., ya udah, abang nonton TV aja, ntar klo dah penuh bilang ya...", jawabku disertai sorak di hatiku karena Ning tidak merasa terganggu dengan kehadiranku di sana.
Akhirnya Ning berlalu dari hadapanku dan masuk ke kamar mandi. Sesaat setelah aku mendengar Ning menutup pintu kamar mandi, dengan perlahan aku berjalan ke dapur dan kemudian berdiri sekitar 3 m di depan pintu kamar mandi. Dari tempatku berdiri aku dapat mendengar jelas suara gerakan Ning seperti sedang membuka pakaiannya. Ah..., saat itu kontolku seperti memberontak ingin dikocok. 
Karena aku yakin Ning sudah membuka pakaiannya dan bersiap untuk mandi, santai aja aku melorotkan bagian depan celanaku sambil membuat kontolku ereksi. Sekitar 3 m di depan pintu kamar mandi itu aku mulai ngocok sambil membayangkan kondisi tubuh bugil Ning yang sedang berada di kamar mandi. Saat itu aku benar-benar merasa tertantang dan secara perlahan aku berjalan sambil ngocok mendekati pintu kamar mandi. Sekitar 1,5 m sebelum pintu kamar mandi aku menghentikan langkahku sambil terus saja mengocoki kontolku.
Entah lah, adrenalinku benar-benar terpicu dan aku merasa sangat tanggung hanya ngocok dalam posisi dan kondisi seperti itu, yang akhirnya membuat aku menghentikan kocokan tanganku di kontolku. Dan dengan perlahan aku kembali lagi ke ruang tamu.
Sambil melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 15:02, secara santai aku membuka celanaku dan meletakkannya begitu saja di lantai ruang tamu. Dalam keadaan tanpa sehelai benangpun di tubuhku, aku berjalan sedikit menyamping agar tak terlihat dari luar rumah dan kembali ke dapur. Jujur, degup jantungku begitu terasa. Tapi karena kesempatan dan obsesiku pada tubuh Ning membuat aku begitu mengesampingkan resiko yang ada.
Begitu aku berada di dapur, langsung saja aku ngocok mengarah ke pintu kamar mandi. Esh..., lonte kau Ning..., begitu terpicunya birahi dan adrenalinku. Tak aku pikirkan posisi pintu rumah mertuaku yang terbuka lebar dan celanaku yang berada di ruang tamu. Malahan aku semakin nekat dengan lebih mendekatkan posisi tubuhku ke pintu kamar mandi. Ah..., lonte kau Ning..., aku benar-benar tak memikirkan resiko seandainya Ning membuka pintu kamar mandi dan pastinya si Ning itu akan mendapati aku dalam keadaan bugil berdiri hanya sekitar 1 m di depan pintu. Esh..., lonte pepek pantat torok kau Ning..., gak akan sempat aku untuk menghindar kalau kondisinya seperti itu...
Tanggung..., begitu tanggung rasanya..., dengan letupan dan gejolak birahiku serta kenikmatan kontolku yang sedang aku kocok membuat aku lebih merapatkan tubuhku ke pintu kamar mandi hingga jarak antara kepala kontolku dengan pintu kamar mandi kurang dari 15 cm. Suara riak air dari dalam kamar mandi yang menandakan kalau saat itu Ning sedang mengguyur tubuhnya serta pastinya mengusap-usap tubuhnya semakin menambah imajinasiku pada Ning yang sedang mandi. Esh..., dasar benar-banar lonte kau Ning...
Terkadang aku sampai memejamkan mataku menikmati sensasi kocokan tanganku di kontolku sambil mendengarkan Ning yang sedang mandi. Lonte si Ning itu..., semakin nikmat rasa kocokan tanganku di kontolku yang akhirnya secara perlahan aku merebahkan tubuhku di depan pintu kamar mandi dengan memposisikan kedua kakiku hampir menyentuh kusen pintu kamar mandi. Dengan posisi mengangkang dan menekukkan lututku, membuat posisi pantatku semakin mendekat ke arah pintu. Sambil telentang ngocok di depan pintu kamar mandi, begitu aku nikmati hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Terkadang aku sambil memejamkan mataku membayangkan tubuh bugil Ning yang sedang mandi di dalam kamar mandi itu. Apalagi saat itu aku mendengar suara Ning sedang mencuci yang pastinya posisi tubuhnya itu jongkok, membuat imajinasiku semakin liar. Esh..., seandainya Ning itu jongkok di atas tubuhku, pasti tanganku akan lebih mendorong pantatnya yang montok itu lebih ke depan agar aku lebih leluasa menjilati pepeknya...
Lonte kau Ning..., begitu banyaknya muncratan maniku yang keluar dari kontolku yang mengenai dada dan dagu serta mulutku. Benar-benar lonte kau Ning..., nikmatnya..., dalam keadaan bugil telentang di depan pintu kamar mandi begitu dahsyatnya kelonjotan nikmat yang aku rasakan. Esh...
Setelah reda kelonjotan di tubuhku, perlahan aku bangkit dan jujur, aku sedikit bingung untuk membersihkan maniku yang berceceran di tubuhku. Akhirnya aku menggunakan lap yang berada di meja kompor untuk membersihkan maniku dari tubuhku. Dan setelah itu, perlahan aku berjalan ke ruang tamu untuk memakai celanaku kembali. Esh..., lonte pepek pantat kau Ning..., inginnya aku melesakkan dan mengocoki pepek dan pantatmu dengan kontolku...
Saat aku sampai di ruang tamu, jam menunjukkan pukul 15:11. Berarti selama sekitar 9 menit aku dalam keadaan bugil ngocok di depan pintu kamar mandi. Itupun belum terhitung saat aku ngocok dalam keadaan masih menggunakan celana. Ah..., benar-benar lonte pepek pantat torok kau Ning...
"Bang ***, masih di sana...? Bisa minta tolong matikan air bang...", kata Ning dengan suara sedikit berteriak.
"Oooo, iya Ning ntar...", jawabku sambil bangkit dari kursi.
Saat aku bangkit untuk berjalan ke dapur, langsung aja aku keluarkan kontolku dan sesaat setelah aku sampai di dapur, langsung saja aku melorotkan celanaku. Begitu santai dalam keadaan celana yang sudah melorot hingga lututku itu aku menghampiri saklar mesin pompa air dan mematikannya. Jujur, saat itu begitu menggebunya birahiku pada Ning. Dan yang aku takutkan adalah terkentot paksa pula si Ning itu aku buat. Akhirnya dengan berat hati, setelah pompa air aku matikan, aku pamit pulang pada Ning. Aku kenakan kembali celana yang sudah aku lorotkan itu dan kemudian aku pulang ke rumahku. Toh besok pasti Ning akan aku jadikan target ngocokku lagi, begitu yang ada di benakku saat itu.
Tapi memang dasar lonte si Ning itu..., keesokan harinya, yaitu tanggal 22-04-2024 sekitar tengah hari, si Ning itu pulang ke A S. Hal itu aku ketahui setelah aku pulang dari aktifitas. Esh..., dasar lonte kau Ning..., cuma segitu doang... Bertengkar, pergi meninggalkan rumah dan pulang lagi.... Bukannya dekat jarak antara A S dengan M. Dasar lonte kau Ning..., buyar semua rencanaku. Padahal aku kepingin mencampurkan air kencingku ke bak mandi di rumah mertuaku agar Ning itu mandi dengan air kencingku. Ah..., mungkin saja semalam itu mertuaku kembali menasehati Ning sehingga akhirnya dia kembali ke A S. Pepek pantat kau lah Ning...