Rabu, 03 Juli 2024

Bugil Ngocok Di Belakang "Aseh" -*-

Tanggal 03-07-2024, jam 11:08-11:11 aku bugil ngocok sampai nembak mani di belakang Aseh yang sedang berada di halaman rumahku, tepat sekitar 4 m di depan pintu rumahku. Sebenarnya aku gak menyangka Aseh dan Rn benar-benar datang ke rumahku. Awalnya saat aku ke warung, aku jumpa sama Rn dan Aseh yang sedang ngobrol di teras rumah Rn. Mereka memanggilku dan nanya padaku apakah aku gak kerja karena pada jam segitu aku masih menggunakan pakaian rumahan aja, dengan bercelana pendek. Ya aku jawab aja klo aku sedang libur. Hingga akhirnya aku sedikit ngobrol bersama mereka dan kemudian aku pamit pulang dengan alasan ada kerjaan yang harus aku lakukan di rumah. Awalnya mereka memaksaku untuk tetap gabung ngobrol, tapi karena aku merasa itu gak terlalu penting, aku tetap beralasan ada kerjaan dan kemudian aku pulang. Dalam benakku, "ngapain pula aku di sana, lebih baik aku berbugil ria di rumahku sambil ngocok". 
Ya sampai di situ aja, dan saat aku sampai di rumah, aku kembali melanjutkan aktifitasku dengan berbugil ria di dalam rumah dengan posisi pintu yang terbuka lebar. Ah..., aku benar-benar memanfaatkan waktuku yang sedang sendirian di rumah. Sesekali aku berdiri ngocok di pintu rumahku walau aku memang belum punya niat untuk nembak mani. Sensasi kopyor-kopyor telor kontolku yang aku ikat begitu menambah kenikmatan ngocokku dan rasa untuk nembak mani yang aku tahan itu menjadi seni dalam ngocokku. Dan lagi enak-enaknya ngocok, tiba-tiba aku mendengar suara motor yang sepertinya akan masuk ke halaman rumahku. Dan akupun dengan terburu-buru mengambil celanaku yang berada di lantai lalu masuk ke kamar ****. Dasar lonte pepek pantat torok..., ternyata Rn dan Aseh yang datang. Ah..., lonte..., mengganggu keasikanku aja mereka itu. 
Singkatnya, mereka gak masuk ke dalam rumahku setelah tahu kalau rumahku sedang kosong. Ya udah, akhirnya aku mengambil kursi yang ada di teras rumah mertuaku dan menggeser sedikit motor mereka agar kursinya bisa aku letak di sekitar depan pintu rumahku. Gak ada yang menarik dan penting dalam obrolan kami, malahan lebih banyak ngerumpinya. Sebenarnya agak kesal juga sih, karena aku harus menghentikan aktifitas ngocokku karena kedatangan mereka.
Tapi ya jujur..., pengaruh telor kontolku yang aku ikat dan terhimpit oleh pahaku membuat denyut nikmat saat aku ngobrol dengan mereka. Apalagi saat aku memandang ke Aseh yang mempunyai tubuh sintal dengan pantat yang montok itu. Walau mereka adalah teman-temanku, tapi yang namanya gejolak birahi ya gak kenal kompromi... Apalagi Rn dulu pernah menjadi pacarku semasa kami masih sekolah dan aku juga punya imajinasi serta keinginan ngentot dengan Rn. Ditambah lagi sesekali Aseh berdiri sambil memperhatikan dan berusaha mengambil jambu yang ada di depan rumahku. Esh..., lonte..., montoknya pantat si Aseh itu... Walaupun secara curi pandang, aku begitu memperhatikan dan mengagumi tubuh si Aseh, khususnya pantatnya, yang membuat geliat kontolku begitu jelas terasa. Ah..., lonte pepek torok..., celana yang dipakai Aseh itu begitu menonjolkan bentuk pantatnya yang membuat aku jadi kepingin ngocok dan keinginan itu rasanya begitu tak tertahankan. Kalau aku bandingkan bentuk tubuh Rn dengan Aseh, ya kalah jauh keindahan tubuh si Rn itu. Pantat si Aseh itu lho..., begitu pas dengan bentuk teteknya yang besar. Aku malah tak begitu mendengarkan obrolan kami karena imajinasiku begitu bermain dalam benakku. Esh..., lonte..., montoknya pantat si Aseh itu...
Tapi saat itu aku merasa gak akan mungkin dan gak akan ada kesempatan untuk ngocok. Dan untuk menenangkan kontolku yang sudah mulai menggeliat seperti mau ereksi, akhirnya aku masuk ke rumah untuk membuat minuman lalu kembali bergabung dengan mereka setelah geliat kontolku mereda. Sebenarnya saat aku membuat teh manis untuk mereka, aku ingin ngocok dan mencampurkan maniku ke minuman mereka. Tapi aku merasa sayang aja, karena gak ada sensasinya... Saat itu aku merasa lebih baik aku ngocok dan mencari target lainnya setelah mereka pulang. Dan akhirnya aku hanya mencampurkan air kencingku ke dalam minuman mereka.
"Eh ***, lu diajak ngobrol kok ngelamun sih...", kata Rn yang membuat aku tersentak dari imajinasiku.
"Tu si **** mikiri kerjaannya ***...", sahut Aseh kepada Rn sambil memperhatikan jambu dan mencoba memetiknya dengan cara melompat.
"Ya udah lu kerjain aja dulu, ***...", kata Rn.
"Lama lho...", jawabku dengan hati yang sedikit berdebar penuh gejolak birahi karena keinginanku untuk ngocok dan berpikir bagaimana caranya aku bisa mengekspresikan birahiku dengan target Aseh maupun Rn. 
"Dah la..., kami tunggu ***, tapi jangan lama, kami abis makan siang mau belanja...", sahut Aseh.
"Ya udah, aku masuk dulu ya..., eh itu ada tangga mau pakai nggak...", kataku pada Aseh dan Rn.
"Kau angkat aja ke mari ***...", sahut Aseh yang sepertinya begitu berambisi untuk memetik jambu.
"Ntar klo ada perlu panggil aja ya...", kataku pada mereka.
"Iya, jangan lama-lama ya ***...", jawab Aseh.
Ah..., Aseh..., seandainya dia mau aku ajak ngentot, akan aku buat dia sampai terkencing-kencing karena kocokan kontolku di pepek dan pantatnya. Aku yakin Aseh itu tipe perempuan yang binal kalau ngentot. Dan jujur..., kalau kami ngumpul dan sedang jalan, aku sering berada di belakang si Aseh. Bahkan aku sering pura-pura jongkok atau sedikit membungkukkan tubuhku saat aku berada di belakang Aseh, yang semata-mata untuk lebih mendekatkan wajahku dan menelusuri keindahan pantatnya.
Kemudian, sesaat setelah aku meletakkan tangga di sekitar pohon jambu, lalu aku masuk ke rumah dan langsung masuk ke kamar ****. Ah..., begitu leluasanya aku memandang Aseh dan Rn dari balik kaca jendela itu walau posisinya sedikit menyamping ke kanan dari posisiku. Kontolku memang gak bisa diajak kompromi. Walau mereka adalah temanku, tapi ya jujur, saat itu aku benar-benar mengabaikannya. Bahkan aku keluar dari kamar **** untuk mengambil bangku yang ada di dekat TV untuk aku bawa masuk dan meletakkannya di dekat jendela. Aku sadar, bisa aja mereka secara iseng masuk dan ingin tahu dengan apa yang aku kerjakan. Dan sebagai antisipasinya, sengaja aku mengeluarkan beberapa alat dari lemari peralatan yang memang ada di kamar **** lalu aku meletakkannya di lantai.
Lalu aku berdiri di atas bangku, dan pandangan mataku begitu buas menelusuri lekuk tubuh Aseh sambil mempermainkan kontolku. Begitu juga dengan Rn yang sedang duduk. Posisi duduk Rn yang menyamping dan Aseh yang kadang menghadap ke jendela kamar membuat aku begitu tertantang. Dan secara perlahan, di atas bangku itu aku membuka baju serta celanaku yang aku lempar begitu saja di lantai.
Aku tahu, resiko yang bisa aja terjadi  dengan kemungkinan mereka masuk ke dalam rumahku mengingat pintu depan yang terbuka lebar dan pintu kamar **** yang juga terbuka. Tapi itu pula yang memicu adrenalinku. Ah..., kontolku sudah benar-benar sangat ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Dengan tatapan penuh birahi memandang ke tubuh Aseh, tanganku mulai mengocoki kontolku.
Aku tahu, momen ini sangat langka yang membuat aku mengakhiri dulu acara ngocokku dan mengambil HPku. Lalu aku kembali ngocok di atas bangku sesaat setelah aku menghidupkan mode merekam video melalui kamera belakang HPku. Esh..., nekat dan benar-benar nekat. Bayangin aja aku ngocok dalam keadaan bugil dengan posisi pintu rumah dan kamar yang terbuka lebar. Seandainya mereka masuk, kemungkinan aku gak akan sempat mengenakan kembali pakaianku dan keburu diketahui mereka.
Dari jam HP aku dapat melihat awal aku mulai ngocok pada pukul 10:48. Sambil ngocok aku mengarahkan kamera HPku itu ke kontolku dan ke arah mereka. Walau fokusku jadi terbagi, tapi gak mengurangi kenikmatan hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Apalagi begitu aku nikmati keindahan pantat si Aseh. Esh..., dasar pepek pantat torok lonte..., indah sekali bentuk pantat si Aseh itu. Walau usia kami bisa dibilang sama karena kami merupakan teman sekelas, tapi dari sekian banyak teman perempuan sekelasku yang sering gabung, hanya Aseh yang nampak merawat tubuhnya dan begitu menggairahkan.
Setiap hentakan tanganku yang mengocoki kontolku begitu sangat aku nikmati seiring dengan pandangan mataku yang menelusuri keindahan tubuh Aseh. Esh..., lonte..., pantat Aseh itu lho..., besar dan sesuai dengan teteknya yang juga besar. Suara hentakan tanganku juga begitu jelas terdengar seiring dengan cepatnya kocokan di kontolku. Aku gak perduli apakah mereka dengar atau tidak. Walau akhirnya hentakan itu sedikit aku jaga agar tidak terlalu terdengar saat Aseh berdiri tepat di depan jendela. Benar-benar berhadapan denganku yang sedang berdiri bugil ngocok. Detak jantungku begitu terasa karena saat itu aku dan Aseh saling berhadapan dan hanya berbatas kaca jendela. Sempat aku sesaat memperlambat kocokan tanganku di kontolku untuk melihat reaksi Aseh yang sedang bercermin melalui kaca jendela kamar ****. Karena kalau Aseh bisa jeli, maka dia dapat melihat aku yang sedang dalam keadaan bugil ngocok tepat di hadapannya. Dan karena gak nampak ada perubahan mimik wajah Aseh yang sedang bercermin, akhirnya aku melanjutkan kembali kecepatan tanganku yang sedang mengocoki kontolku sambil sesekali mempermainkan kontolku serta menjaga hentakannya agar tidak terlalu jelas terdengar. Begitu terarahnya kamera HPku ke kontolku serta ke wajah Aseh yang sedang bercermin dengan jarak sekitar 30 cm dari kontolku. Dasar lonte..., nikmatnya...
Begitu aku tahan agar aku gak nembak mani saat aku berhadapan dengan si Aseh. Beberapa kali aku melepaskan tanganku dari kontolku atau menghentikan kocokan tanganku agar aku gak nembak mani. Esh..., lonte kau Aseh..., nikmatnya..., sensasi yang luar biasa yang aku rasakan saat itu, ngocok di depan Aseh, teman sekaligus sahabat perempuanku dan aku mendokumentasikannya melalui rekaman video HPku.
Alasanku saat itu untuk menahan agar aku gak nembak mani di depan Aseh, walaupun itu bisa jadi momen hasil rekaman video yang paling sempurna karena jarak kontolku dengan wajah Aseh hanya sekitar 30 cm adalah karena aku merasa adrenalinku terpicu untuk keluar dari kamar dan ngocok langsung di belakang mereka. Hal itu karena, hanya Aseh saja yang nampak sibuk memetik jambu sambil mengajak Rn ngobrol dan jarang duduk, sementara Rn duduk manis sambil menanggapi obrolan Aseh. Jadi niatku saat itu kalaulah tidak dapat ngocok di belakang mereka secara bersamaan, kemungkinannya aku ngocok di belakang Rn yang sedang duduk, dengan menunggu kesempatan Aseh yang sibuk memetik jambu itu sedikit menjauh dari posisi Rn.
Tapi tak berapa lama kemudian Rn menerima telepon dan dia bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Aseh yang sedang memperhatikan bunga di halaman rumahku. Rupanya Sari yang menelpon dan oleh Rn diloud speakerkan agar bisa juga terdengar oleh Aseh dan mereka ngobrol bareng. Terdengar mereka sepertinya janjian untuk belanja di Mall dan terdengar Sari akan ke rumah Rn setelah makan siang. Esh..., lonte..., bulatnya pantat si Aseh yang sedang jongkok memperhatikan bunga itu... Begitu penuh birahi aku memperhatikan proses bagaimana Aseh yang sedang berdiri itu secara perlahan jongkok. Nampak heboh celoteh Aseh menanggapi obrolan dengan Sari sambil tangannya seperti memegang bunga atau daun di depannya. Jujur, suara bangku yang aku pijak itu sedikit berisik karena gerakan tubuhku yang sedang menikmati sensasi hentakan tanganku di kontolku begitu jelas terdengar dan aku jadi gak nyaman. Lalu aku turun dari bangku dengan tetap melanjutkan acara ngocokku sambil memperhatikan keindahan pantat Aseh yang sedang dalam posisi jongkok. Esh..., dasar lonte..., lekuk tubuh dan montok pantatnya si Aseh begitu terlihat jelas dengan posisi Aseh seperti itu. Esh..., lonte kau Aseh...
Tapi sangat disayangkan, karena tak begitu lama kemudian Aseh bangkit berdiri setelah obrolan dengan Sari  berakhir. Ah..., dasar lonte..., mereka kembali duduk sambil ngobrol yang membuat aku akhirnya juga kembali berdiri ngocok di atas bangku. Saat itu aku sempat merutuk karena anak Rn datang. Tapi kemudian aku merasa ada peluang besar karena kedatangan anak Rn itu rupanya untuk menyusulnya karena ada suatu keperluan.
"Aseh, bentar ya, aku pulang dulu..., ni si ***** minta uang pula...", kata Rn kepada Aseh.
"Dah ini pakai uangku...", kata Aseh sambil bangkit dari duduknya.
"Gak usah, nanti aku sekalian bawa cemilan, kita nunggu Sari di sini aja..., lu telpon dia ya bilang makan siang di rumahku", jawab Rn yang sepertinya membuat ada sedikit harapan dengan apa yang mungkin bisa aku lakukan saat Aseh sedang sendiri.
Beberapa saat aku masih ngocok di atas bangku dan begitu liar imajinasiku memperhatikan Aseh dari posisi samping kananku. Apalagi saat Aseh menelpon Sari dan dia kembali berdiri sambil memperhatikan bunga. Jujur, aku begitu bersemangat dan turun dari bangku. Ah..., begitu besar keinginanku untuk ngocok langsung di belakang Aseh dan menikmati keindahan pantatnya secara langsung tanpa ada penyekat apapun antara aku dan dia. Tapi begitu aku hendak berjalan menuju pintu, terlihat Aseh membalikkan posisi arah tubuhnya dan sambil tetap bertelponan dia sepertinya akan kembali duduk. Ah..., dasar lonte..., terpaksa aku urungkan niatku sambil tetap ngocok memperhatikan si Aseh yang nampak asik ngobrol dengan Sari. 
Dan momen yang luar biasa nekat, penuh resiko yang aku pertaruhkan adalah saat aku lihat posisi Aseh yang sedang duduk itu sepertinya memberi aku kesempatan untuk melancarkan aksiku. Kemudian, sambil tetap ngocok secara perlahan aku mulai berjalan keluar dari kamar ****. Begitu sangat hati-hati aku mengeluarkan sedikit kepalaku untuk mengintip Aseh dan memastikan posisinya. Esh..., lonte si Aseh itu..., gak tertahan rasanya keinginanku untuk mengekspresikan birahiku langsung di belakangnya.
Hingga akhirnya, sambil melihat ke jam HP yang telah menunjukkan pukul 11:08, dalam kondisi tubuh telanjang bulat dan dengan penuh birahi aku keluar dari kamar, lalu aku berdiri ngocok di ruang tamu rumahku, di depan pintu kamar **** dengan jarak sekitar 4 m dari posisi Aseh yang sedang duduk ngobrol dengan Sari melalui HP. Esh..., lonte kau Aseh..., nikmatnya... Penuh birahi aku ngocok dan mengekspresikan birahiku di belakang Aseh. Tangan kananku sibuk mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku sibuk dengan HP yang merekam kontolku dan tubuh Aseh yang sedang duduk membelakangi aku. Benar-benar penuh resiko karena aku dalam keadaan bugil tanpa sehelai benangpun di tubuhku, berdiri ngocok di belakang Aseh yang hanya berjarak sekitar 4 m di depanku. Tapi ada suatu keuntungan dengan posisi Aseh yang sedang duduk itu, karena gerakan tubuhnya akan jelas terbaca olehku.
Sempat juga aku menghentikan acara ngocokku karena tiba-tiba Aseh nampak akan bangkit dari tempat duduknya yang membuat aku secara cepat menghindar dan masuk ke dalam kamar ****. Dasar lonte kau Aseh..., lonte pepek pantat torok kau Aseh... Dari jendela kamar dapat aku lihat Aseh yang beranjak dari tempat duduknya itu kemudian berdiri di dekat motornya. Dasar lonte..., jelas sekali nampak bentuk pantat si Aseh yang montok itu saat dia berdiri membungkuk karena tangannya bertopang di jok motor sambil tetap ngobrol melalui HPnya. Lonte kau Aseh..., seperti minta di kentot dari belakang... Esh..., dasar pepek pantat lonte... Adrenalinku begitu terpicu seiring dengan letupan birahiku saat melihat posisi Aseh seperti itu, apalagi melihat kakinya yang terentang layaknya bersiap untuk di kentot dari belakang. Esh..., lonte..., dasar lonte kau Aseh..., begitu terbakarnya birahiku saat itu. Dan tanpa berpikir dua kali, aku langsung keluar dari kamar ****.  
Penuh birahi dengan jarak sekitar 4 m aku bugil ngocok berdiri di belakang Aseh. Di ruang tamu, di depan pintu kamar ****, begitu liarnya imajinasi birahiku sambil memandang ke pantat si Aseh itu. Esh..., dasar lonte si Aseh itu..., celana panjang yang dia pakai begitu menggambarkan bentuk asli pantatnya yang montok itu. Sensasi kenikmatan ngocokku begitu terasa membakar birahiku. Seperti tak memikirkan resiko, aku begitu mengekspresikan gerakan ngocokku di belakang Aseh. Pinggulku juga kadang ikutan maju mundur seiring dengan imajinasiku seandainya dalam posisi Aseh yang seperti itu, kontolku mengocoki pepek dan pantatnya secara bergantian. Uh..., dasar lonte kau Aseh...
Hingga akhirnya aku harus mengalah pada dorongan maniku yang tidak dapat aku tahan untuk keluar dari kontolku. Muncratan maniku itu begitu liar keluar hingga mengenai dada dan perutku. Bahkan ada yang berceceran di lantai... Ah..., nikmatnya..., sambil meremas kepala kontolku dan menahan kelonjotan tubuhku, perlahan aku masuk ke dalam kamar **** dan sambil mematikan mode merekam video aku melihat ke jam HP yang sudah menunjukkan pukul 11:11 . Dari jendela aku melihat Aseh masih pada posisi yang sama dan masih ngobrol melalui HPnya. Esh..., dasar lonte kau Aseh...
Sekitar 3 menit aku benar-benar melakukan hal yang begitu nekat dengan bugil ngocok berdiri di belakang Aseh yang hanya berjarak sekitar 4 m dari posisiku. 3 menit yang penuh resiko dan aku begitu menikmati setiap lekuk tubuh bagian belakang Aseh, khususnya pantatnya yang begitu montok seperti minta dikentot dari belakang. Esh..., kalau memang memungkinkan, gak usah dikentot tapi Aseh membiarkan aku ngocok sambil menikmati keindahan tubuhnya, pasti bisa berkali-kali aku nembak mani di hadapannya. Dasar lonte kau Aseh...
Setelah membersihkan mani yang berada di tangan, dada dan perutku dengan bajuku, kemudian dengan hanya menggunakan celana pendek, aku keluar dari kamar. Karena Aseh masih berdiri di dekat motornya, akupun dengan segera membersihkan maniku yang berceceran di lantai ruang tamuku dan langsung masuk ke kamar mandi. 
Aku kemudian kembali duduk menemani Aseh setelah aku selesai mandi dan mengganti pakaianku. Aseh yang melihat aku dengan pakaian yang berbeda sempat menanyakannya, yang aku jawab kalau aku sedari pagi memang belum mandi dan berkeringat saat mengerjakan pekerjaanku, dan lontenya si Aseh itu, dia hanya mengangguk seperti mengiyakan saja sambil terus mengajakku ngobrol. Lonte..., cuma ngobrol doang, maunya sih si Aseh itu ngajak aku ngentot. Esh..., di samping Aseh kontolku kembali berdenyut nikmat. Esh..., lonte kau Aseh..., sensasi yang luar biasa yang aku rasakan dan itu terdokumentasi melalui kamera video HPku.
Beberapa saat kemudian Rn datang sambil membawa cemilan. Dan di sela-sela obrolan kami, Aseh meraih gelas minumannya yang telah bercampur dengan air kencingku dan tak berapa lama kemudian Rn juga meminumnya. Ah..., lonte pepek torok..., puas rasanya melihat mereka secara langsung meneguk minuman yang telah bercampur dengan air kencingku itu.
"Eh..., klo cemilan seperti ini enaknya pakai capucino ni..., gak cocok dengan teh manis...", kataku sedikit memancing mereka.
"Mau buat kami sakit gula ya...", jawab Aseh secara asal dengan nada bergurau.
"Tapi gak papa la, kalau ada..., ya kan ***...", sambung Aseh yang di jawab Rn dengan tawa dan anggukan kepala.
"Ya udah, habiskan dulu tehnya...", kataku lagi.
"Tu lihat Aseh..., bener mau buat kita sakit gula si **** tu...", kata Rn pada Aseh sambil tertawa. 
Mendengar ucapan Rn, aku dan Aseh juga tertawa dan tawaku semakin berlanjut di dalam hati saat aku melihat mereka benar-benar menghabiskan seluruh minuman yang telah bercampur dengan air kencingku. Dan jujur, dengan degup jantung yang sepertinya sedikit menggedor dadaku, kemudian aku meraih gelas mereka untuk aku bawa masuk ke dalam rumah.
"Gitu dong..., kan gak banyak gelas yang harus dicuci...", kataku dengan nada bercanda sambil meraih gelas mereka dan kemudian masuk ke dalam rumahku.
Esh..., benar-benar triple untuk Aseh dan double untuk Rn..., sambil membawa gelas mereka begitu riangnya hatiku. Dan setibanya aku di dapur, aku segera mengeluarkan kontolku dan langsung mengelus-elusnya agar ereksi. Esh..., lonte kau Aseh..., pantatmu itu lho... Dan untuk membuat dokumentasinya lagi, sesaat setelah air yang aku masak itu sudah mendidih dan kompor sudah aku matikan, aku kembali menghidupkan mode merekam video melalui kamera belakang HPku sambil berkata dengan nada yang perlahan kalau saat itu aku akan ngocok dan ingin nembak mani di gelas minuman Aseh dan Rn.
Sambil melihat ke jam HP yang menunjukkan pukul 11:59, aku mulai ngocok karena kontolku juga sudah ereksi secara sempurna. Esh..., sambil ngocok aku begitu berimajinasi pada tubuh Aseh seiring dengan hentakan tanganku yang semakin cepat mengocoki kontolku. Ah..., tangan kananku sibuk mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku sibuk dengan HP yang sedang merekam video mengarah ke kontolku yang sedang aku kocok dan ke gelas mereka yang sedari awal sudah aku posisikan menidur agar saat aku nembak mani, aku bisa langsung mengarahkan kontolku itu masuk ke dalam gelas dan nembak mani di dalamnya. Dan saat aku hendak nembak mani, dengan segera aku sedikit menurunkan posisi tubuhku dan mengarahkan kontolku ke dalam gelas mereka. Esh..., nikmatnya..., begitu aku atur muncratan maniku itu agar secara bergantian muncat ke dalam gelas Aseh dan Rn. Esh..., lonte..., nikmatnya...
Sengaja aku tidak mematikan mode merekam video di HPku, sambil melihat ke jam HP aku berkata dengan suara perlahan bahwa waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 12:01. Ah..., ternyata gak sia-sia kedatangan Aseh dan Rn itu ke rumahku. Walau sedikit kesulitan saat membuka bungkus capucino dan menuang susu karena tangan kiriku memegang HP yang masih dalam posisi merekam, akhirnya capucino itu selesai aku buat. Setiap detail proses pembuatannya terekam jelas di HPku. Terekam jelas bagaimana kental dan lumayan banyak maniku yang berada di dalam gelas Aseh dan Rn itu secara perlahan aku aduk bersama dengan capucino yang aku buat. Akupun sengaja mengaduknya dengan chopstick metal dan memastikan agar benar-benar terlarut dengan capucino yang aku buat. Dan secara perlahan aku memasukkan HPku yang masih juga dalam posisi merekam ke dalam saku bajuku. Semua itu aku lakukan agar dokumentasinya benar-benar sempurna. Yaitu dari awal aku ngocok sampai aku nembak mani di dalam gelas Aseh dan Rn, kemudian proses saat aku menyajikannya ke mereka. Dan harapanku kalau beruntung, aku bisa merekam tanpa terjeda dalam satu rekaman video proses bagaimana mereka meneguk minuman capucino yang telah bercampur dengan maniku itu. Lagian gak akan mungkin curiga mereka melihat HPku berada di saku baju dengan posisi kamera mengarah ke depan karena itu hal yang wajar. Kan memang menjadi kebiasaan kalau layar HP posisinya ke arah tubuh.
"Langsung diminum *** dan Aseh..., sengaja dibuat hangat itu...", kataku sesaat setelah menyajikan capucino itu di hadapan mereka.
"Iya ***..., eh..., kental ya buatnya, pakai susu kah...", kata Rn sambil meraih gelasnya dan langsung meminumnya.
"Eh..., itu gelas aku atau punya kau ***...", kata Aseh sambil mengambil gelasnya juga dan ikut meneguk capucino yang telah aku campurkan dengan maniku.
"Halah..., sama aja lah...", jawab Rn yang membuat aku dan Aseh tertawa.
Apalagi aku..., tawaku berlanjut di dalam hatiku. Tawa penuh kepuasan menyaksikan mereka meminum maniku yang sengaja aku campur ke dalam capucino mereka.
"Pandai kau buat capucino ya..., kentalnya dan buihnya nampak...", kata Aseh lagi.
"Hadeh..., ini capucino bungkusan beli di warung la..., mujinya gak sopan...", jawabku dengan bercanda yang membuat Rn dan Aseh tertawa.
Singkatnya setelah Rn dan Aseh meneguk capucino mereka untuk yang pertama kali, dengan secara natural aku mengeluarkan HPku dari saku bajuku. Dan saat mengeluarkannya, jempolku menekan tombol volume bagian bawah untuk mematikan mode merekam video HPku. Ah..., jujur..., obrolan kami yang sebelumnya membuat aku sedikit kesal menjadi sangat menyenangkan. Karena begitu aku nikmati setiap gerakan tangan mereka meraih gelas dan meneguk capucino yang telah bercampur dengan maniku. Ah..., begitu puasnya aku. Apalagi saat Aseh beranjak ke motornya dan mengambil air mineral yang dia bawa untuk dia isi ke dalam gelas yang sudah habis capucinonya. Dia gerakkan seperti mengguncang-guncang gelas agar air yang ada di dalam gelas itu berputar yang membuat seluruh sisa capucino itu akhirnya terlarut.
"Ngapain Aseh..., ada-ada aja ni...", kataku saat melihat Aseh melakukan hal itu.
"Ni ***, biar kau gak susah nyuci gelasnya..., dah hampir bersihkan...", kata Aseh dengan nada bercanda yang membuat aku dan Rn tertawa.
"Eh..., ntar Aseh..., kita buat videonya ni..., buat bukti klo lu baik hati gak nyusahin aku...", kataku secara spontan dan sedikit memancing dengan nada bercanda, saat aku melihat sepertinya Aseh ingin meminumnya.
"Ooo, iya boleh..., ***..., kau gak ikutan juga...", kata Aseh di sela-sela tawa kami karena mendengar gurauanku dan ternyata Rn mau juga melakukannya.
"Ni gelasku tadi isinya capucino, enak buatan si ****..., dah habis tanpa sisa..., tu lihat **** juga habis minumannya sampai nambah pakai air mineral buatan cabang perusahaanku lho..., jadi gak repot si **** nyuci gelasnya..., kurang baik apa kami hayo...", kata Aseh dengan nada bercanda sambil menunjuk ke arah Rn yang sedang menuangkan air mineral dan menghabiskan air yang ada di dalam gelasnya, saat aku merekamnya melalui HPku, begitu juga dengan si Aseh yang menegak habis air yang ada di dalam gelasnya. 
Memang penuh canda obrolan kami hingga saat perekaman videopun dibarengi canda dan tawa. Ah..., benar-benar gak sia-sia kedatangan mereka. Terdokumentasi dengan begitu akurat, sesuai dengan harapanku. Dan aku yakin seluruh maniku itu sudah mereka minum dengan bukti gelas mereka yang sudah benar-benar bersih. Ah... Rn dan Aseh...
Dan mereka akhirnya kembali ke rumah Rn sesaat setelah Sari datang. Sempat juga mereka memaksaku untuk makan siang bersama di rumah Rn yang aku tolak karena aku beralasan kalau sedang libur jarang lapar dan memang aku sedang tidak lapar.
Wah..., benar-benar triple untuk Aseh karena sudah minum air kencingku, menjadi target ngocokku dan meminum maniku. Begitu juga double untuk Rn karena sudah meminum air kencing dan maniku. Thanks Aseh dan Rn. 




Selasa, 02 Juli 2024

Hari Spesial Buat "Diba" -*-

Pagi hari tanggal 02-07-2024, jam 09:15-09:22 aku bugil ngocok di depan Diba, anak perempuan yang berusia sekitar 4 tahun, yang sedang kencing di halaman rumahku, sekitar 3 m di depan pintu rumahku. Semua itu berawal saat aku sedang bugil di dalam rumahku dengan pintu depan yang sengaja aku buka lebar, menikmati sensasi kopyor-kopyor telor kontolku yang aku ikat beradu dengan selangkanganku. Dan saat aku mendengar suara Novi sedang ngobrol dengan seseorang, kemudian aku masuk ke kamar **** sambil melihat ke jendela untuk mengetahui dengan siapa Novi itu sedang mengobrol. Ah..., lonte..., aku lihat Novi sedang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya sambil ngobrol dengan Ica yang saat itu ditemani oleh keponakannya, Diba, yang terlihat bermain di ujung halaman depan rumahku, tepat di samping gerbang rumah Novi. Jujur, saat itu aku begitu berimajinasi seandainya Novi dan Ica maupun Diba berada di halaman rumahku, yang membuat aku akhirnya keluar dari kamar **** dan melanjutkan imajinasiku itu dengan berdiri ngocok sekitar 30 cm sebelum pintu depan rumahku. Dan tiba-tiba muncul ideku untuk merekam aktifitas ngocokku karena suara tawa Ica dan Novi begitu jelas terdengar dan aku berharap suara mereka itu dapat terekam dan menjadi suara latar saat aku bugil ngocok di pintu rumahku. 
Dan untuk lebih memastikan posisi mereka, kemudian aku memakai celana pendekku, lalu aku pura-pura keluar rumah, berjalan langsung menuju teras rumah mertuaku sambil melirik ke arah mereka karena saat itu kontolku benar-benar menyodok bagian depan celana pendekku. Mungkin karena Ica dan Novi sedang asik ngobrol, sehingga mereka tidak menoleh ke aku. Sementara Diba yang sedang bermain di ujung halamanku nampak memperhatikan aku. Bahkan Diba sepertinya memperhatikan bagian depan celanaku saat aku kembali masuk ke dalam rumahku.
Setelah aku masuk ke dalam rumahku, lalu aku meraih HPku dan melalui kamera depan aku mencari posisi yang tepat agar dapat merekam dengan jelas saat aku bugil ngocok di depan pintu, sekaligus dapat merekam bagian halaman depan rumahku. Sesaat setelah aku lihat letak sudut perekamannya sudah sesuai, kemudian pada jam 09:01, aku mulai merekam dan membuka celana pendekku yang begitu saja aku campakkan ke dalam kamar ****, lalu aku kembali berdiri sekitar 30 cm sebelum pintu depan rumahku.
Ah..., suara obrolan disertai tawa si Ica dan Novi begitu menambah imajinasiku. Kontolku yang sudah begitu ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku perlahan mulai aku kocok sambil membayangkan seandainya mereka berdua mau aku ajak ngentot secara bergilir. Esh..., aku juga teringat bagaimana nekatnya aku ngocok di belakang Novi pada sore kemarin. Lonte..., begitu nikmatnya setiap hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Suara kopyor-kopyor telor kontolku yang beradu dengan selangkangan dan tanganku terdengar begitu seirama. Esh..., lonte..., aku benar-benar gak perduli apakah Ica dan Novi mendengar suara hentakan tanganku itu atau tidak.
Aku tahu, bisa saja Novi dan Ica itu tiba-tiba masuk ke halaman rumahku dan memergoki aku yang sedang bugil berdiri ngocok di pintu rumahku, mengingat kemarin sore Novi memetik sayuran di halaman belakang rumah mertuaku yang gak menutup kemungkinan dia akan mengajak Ica untuk kembali memetiknya. Esh..., tapi hal itulah yang membuat adrenalinku begitu terpicu, ditambah lagi keberadaan Diba di sekitar halaman rumahku. Esh..., lonte...
Sambil ngocok, begitu bermainnya imajinasiku pada Novi, Ica dan Diba. Begitu nikmat sensasi bugil ngocokku di depan pintu saat itu. Terkadang aku sampai memejamkan mataku menikmati setiap hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Esh..., begitu nikmatnya..., bugil ngocok hanya sekitar 30 cm di depan pintu rumahku yang terbuka lebar, sementara Novi dan Ica sedang ngerumpi dengan jarak hanya beberapa meter dari tempatku bugil berdiri ngocok.
Ah..., pepek pantat torok lonte..., aku merasa sensasinya kurang kalau aku hanya bugil berdiri ngocok di pintu rumahku saja, sementara posisi mereka masih berada di depan gerbang rumah Novi. Dan akhirnya aku menyudahi dulu acara ngocokku, lalu aku masuk ke kamar **** sambil dengan perlahan aku membuka jendela agar aku dapat secara langsung mengarahkan kontolku yang nantinya akan aku kocok ke arah mereka melalui celah jendela yang aku buka. Esh..., lonte..., binal gak ya kalau seandainya Ica dan Novi itu aku ajak ngentot...
Tapi baru saja aku selesai membuka jendela kamar, aku lihat Diba secara perlahan berjalan masuk ke halaman rumahku. Esh..., pepek lonte..., terasa begitu meledak birahiku. Nampak Diba berjalan sambil sesekali memalingkan wajahnya ke arah Ica dan Novi. Dan kemudian dia berhenti sekitar 3 m di depan pintu rumahku. Ah..., jujur..., sebenarnya aku mau saja untuk langsung keluar dari kamar **** dan menyambut kehadiran Diba itu. Tapi aku juga gak mau gegabah dan secara perlahan menutup kembali jendela kamar.
Di saat aku menutup jendala itulah aku melihat Diba sepertinya hendak membuka celananya. Ah..., desiran birahiku begitu terasa yang membuat aku akhirnya keluar dari kamar sambil melirik ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul 09:15. Esh..., dasar lonte si Diba itu..., sambil melihat ke arah Ica dan Novi, tangannya perlahan membuka celana pendeknya. Saat itu dia belum melihat aku yang sudah berdiri di depan pintu kamar ****, padahal posisinya tepat menghadap ke pintu rumahku.
Dasar lonte..., montoknya pepek mungil si Diba itu..., sangat sesuai dengan tubuh montoknya yang masih berusia sekitar 4 tahun. Sambil memperhatikan Diba, tanganku juga secara perlahan mulai mengocoki kontolku. Esh..., sambil tetap melihat ke arah Ica dan Novi, perlahan Diba mulai jongkok dan kencing. Dan akupun seperti dimanja dengan pemandangan indah pepek Diba yang sedang menyemburkan air kencingnya. Rekahan pepek si Diba itu lho..., dasar lonte kau Diba..., membuat tanganku semakin cepat mengocoki kontolku.
Suara kopyor-kopyor kontolku yang beradu dengan selangkanganku terdengar begitu jelas. Dan di saat Diba masih dalam posisi kencing yang awalnya memandang ke arah Ica dan Novi, lalu memandang ke pintu rumahku, nampak dia begitu terkejut dengan kehadiranku yang sedang berdiri dalam kondisi telanjang. Terlihat jelas raut wajah terkejut Diba saat melihat aku hingga terhenti sesaat semburan kencingnya. Akupun yang saat itu dalam posisi ngocok sekitar 3 m di depannya langsung tersenyum sambil mendekatkan posisi tubuhku sekitar 30 cm sebelum pintu rumahku. Ah..., lonte..., aku jadi teringat saat aku ngocok di depan Dea yang sedang kencing di halaman samping rumah mertuaku pada 19-10-2011 silam. 
Dan mungkin karena aku tersenyum, membuat raut wajah terkejut si Diba perlahan mulai mereda dan dia melanjutkan kencingnya hingga selesai dengan pandangan matanya yang begitu tertuju pada kontolku yang sedang aku kocok. Seperti nampak tertegun, tapi si Diba memang memperhatikan dengan seksama bagaimana aku ngocok di depannya. Walaupun dia sudah selesai kencing, tapi Diba masih dalam posisi jongkok, yang membuat pandangan mataku begitu penuh birahi menelusuri rekahan pepeknya.
Di depan Diba aku juga mempermainkan kontolku dan membiarkan Diba memperhatikan bagaimana tubuh bugilku itu kadang aku arahkan ke samping sambil menunjukkan bagaimana tanganku mengocoki kontolku secara perlahan hingga kocokan yang begitu cepat menghentak kontolku. Esh..., suara kopyor-kopyor kontolku seirama dengan desah nafasku yang sedikit aku tahan. Lonte..., nikmatnya...
Begitu antusiasnya Diba memperhatikan aku yang sedang bugil ngocok di depannya. Pandangan matanya begitu terarah pada kontolku. Beberapa kali juga dia kadang memandang ke wajahku dan kemudian dia kembali memperhatikan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Akupun selalu tersenyum saat pandangan mata kami saling beradu. Dan kemudian, dengan masih tetap memandang ke kontolku, perlahan Diba bangkit berdiri dengan membiarkan celananya masih berada di sekitar lututnya. Esh..., lonte..., seperti sengaja mempertontonkan keindahan pepeknya di depan aku. Ah..., hampir sama kejadiannya dengan Dea. Bedanya Dea waktu itu sempat mengenakan kembali celananya sesaat setelah kencing dan kemudian dia melorotkan celananya lagi seperti mempertontonkan pepeknya sambil memandang ke arah aku yang sedang ngocok di depannya.
Ah..., belahan pepek Diba itu lho..., dasar lonte kau Diba..., membuat tanganku semakin cepat mengocoki kontolku. Dan secara iseng tangan kiriku memberi isyarat agar Diba lebih mendekat ke posisiku. Ah..., dasar lonte..., sambil perlahan mengenakan kembali celananya, dengan sedikit ragu Diba akhirnya berjalan mendekat ke posisiku, dan  berhenti sekitar 1 m di depanku.
Dalam kondisi bugil aku begitu mengekspresikan birahku di depan Diba yang begitu antusias menyaksikan aku ngocok. Hanya sekitar 1 m jarak tubuh bugilku dengan Diba yang begitu seksama memperhatikan aku yang sedang ngocok. 
"Apain om...", tanya Diba dengan mata yang tertuju pada kontolku yang sedang aku kocok.
"Om lagi senam...", jawabku asal saja dengan suara yang sedikit tertahan karena desah nafas yang memburu sambil lebih mempercepat kocokan tanganku di kontolku.
Esh..., suara kopyor-kopyor telor kontolku yang beradu dengan selangkangan serta tanganku begitu jelas terdengar seiring dengan semakin cepatnya kocokan tanganku di kontolku dan desahan kenikmatan yang aku rasakan. Dan Diba hanya berdiri sambil terus memperhatikan aku.
Hingga akhirnya aku gak bisa menahan dorongan maniku untuk muncrat keluar dari kontolku. Esh..., dengan sedikit terkejut Diba menyaksikan langsung bagaimana maniku itu secara liar muncrat keluar dari kontolku dan berceceran di lantai hingga ada yang sampai keluar ke depan pintu rumahku. Lonte..., nikmatnya..., begitu aku pertontonkan pada Diba bagaimana tubuhku itu berkelonjotan penuh kenikmatan. Dari ujung kaki hingga ujung kepalaku Diba memperhatikan aku yang sedang berkelonjotan dan kemudian matanya tertuju pada batang kontolku yang sedang aku peras agar tidak ada maniku yang tersisa di kontolku. Dan setelah aku selesai menikmati puncak birahiku, santai saja aku meninggalkan Diba yang masih berdiri, kemudian sambil melirik ke jam dinding yang telah menunjukkan pukul 09:22, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan mani yang ada di tanganku. Ah..., dasar lonte si Diba itu.  
Dan setelah aku selesai membersihkan maniku, kemudian aku keluar dari kamar mandi masih tetap dalam keadaan telanjang. Saat aku kembali masuk ke ruang tamu rumahku, ternyata Diba sudah berlalu dari depan pintu rumahku dan dia sedang memetik bunga yang ada di depan teras rumah mertuaku. Akupun dengan santai mengenakan kembali celanaku sambil meraih HPku untuk mematikan mode merekamnya. Kemudian aku keluar rumah untuk mengambil kain lap yang berada di jok motorku. Dan Diba yang mengetahui keberadaanku, dia langsung memandang ke aku. Akupun langsung tersenyum agar dia merasa nyaman.
Disaksikan Diba yang sedang berdiri di depan teras rumah mertuaku, santai saja aku membersihkan maniku yang berceceran di bagian luar pintu rumahku. Dan saat aku masuk ke dalam rumah untuk membersihkan maniku di lantai, Diba berpindah posisi menjadi berdiri sekitar 2 m di depan pintu rumahku, sambil memperhatikan apa yang sedang aku lakukan. 
"Diba..., ngapain di situ..., yuk pulang...", terdengar suara Ica memanggil Diba.
Ah lonte..., padahal rencananya setelah aku selesai membersihkan maniku di lantai, aku ingin membuka celanaku kembali di depan Diba. Dasar pepek lonte..., Diba yang mendengar panggilan dari Ica perlahan beranjak dari hadapanku. Dan aku juga sengaja tidak menampakkan diriku ke Ica agar dalam benak Ica kalau si Diba hanya sedang bermain dan kebetulan sedang berdiri di sekitar depan pintu rumahku saja. Ah..., benar-benar puas aku. Thanks ya Diba...
Dan di malam harinya aku berada di rumah mertuaku, sambil mengulang kembali hasil rekaman video ngocokku di depan Diba. Kemudian aku berdiri ngocok di kasur mertuaku sampai aku nembak mani dan membiarkan maniku itu berceceran di kasur mertuaku. Ah...

Senin, 01 Juli 2024

Ngocok Di Belakang "Novi" -*-

Tanggal 01-07-2024, jam 17:11-17:20 aku ngocok di belakang Novi yang sedang memetik sayuran di halaman belakang rumah mertuaku. Saat itu aku sebenarnya sedang ngocok sambil memutar rekaman video ngocokku di depan Kia dan yang lainnya melalui casting dari HP ke TV. Kondisi rumah yang sepi karena semua sedang berlibur di A S, menjadikan aku begitu santai berbugil ria di dalam rumah. Sebenarnya aku juga mengambil cuti selama 4 hari yang sengaja aku rahasiakan, agar aku bisa santai mengekspresikan birahiku di rumah maupun di rumah mertuaku. 
Sedari pagi hari aku sudah dalam keadaan bugil dengan pintu depan rumah yang sengaja aku buka lebar. Begitu santai aku beraktifitas di dalam rumah dalam keadaan bugil. Dan di sepanjang pagi hingga hampir sore hari, sesekali aku isi dengan merasakan sensasi bugil ngocok di depan pintu rumah yang terbuka lebar itu. Tapi aku sengaja tidak nembak mani karena aku punya rencana mau bugil ngocok di halaman rumah pada malam harinya. Dan aku tahu, semakin aku tahan maniku, pasti akan semakin kental dan banyak, yang aku harapkan akan berceceran di halaman rumahku. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa memakai sempak jika aku keluar rumah untuk menyapu halaman ataupun saat aku ke warung saja.
Dan di sore hari saat aku sedang asik-asiknya ngocok sambil menonton videoku, terdengar suara perempuan di halaman rumahku. Secara perlahan aku bangkit dan mematikan TV lalu aku masuk ke kamar **** untuk memastikan siapa yang sedang berada di halaman rumahku. Esh..., lonte pepek torok..., ternyata Novi dan anak perempuannya yang sedang berbicara di halaman rumahku. Akupun dengan penuh semangat mengambil kursi yang kemudian aku letak di depan jendela kamar, kemudian aku berdiri di atas kursi tersebut sambil terus saja ngocok mengarah ke Novi yang sedang ngobrol dengan anaknya. 
Sambil ngocok dan menelusuri tubuh Novi dan anak perempuannya yang saat itu masih berdiri di tengah halaman rumahku, aku sempat berpikir, mau apa si Novi itu. Hingga akhirnya Novi berjalan lebih mendekat dan berdiri sekitar 2 m di depan jendela kamar ****, tepat di depan aku yang sedang bugil berdiri ngocok. Esh..., lonte si Novi itu..., seperti ngocok secara langsung aku di depan Novi. Jujur, ada debar yang begitu terasa di dadaku saat Novi mengarahkan pandangannya ke jendela. Karena kalau dia memperhatikan secara teliti, pasti dia dapat melihat aku yang sedang ngocok di depannya. Esh..., lonte kau Novi...
"Iya ma..., om ***** ada di rumah tu, tadi *** nampak dia nyapu halaman...", kata anak Novi sesaat setelah Novi berdiri di depan jendela kamar ****.
"Ooom..., om *****...", lanjut anak Novi memanggil namaku.
Sesaat setelah aku melihat Novi berjalan menuju pintu rumahku, akupun secara perlahan turun dari kursi dan ke ruang tamu rumahku untuk mengambil celanaku. Kemudian aku masuk ke kamarku untuk mengambil sempak karena kalau tidak, pasti akan nampak jelas kondisi kontolku yang sangat ereksi itu seandainya aku berhadap-hadapan dengan Novi. Dan benar saja Novi mengetuk pintu rumahku.
"Bang *****...", kata Novi sambil mengetuk pintu.
"Oh iya sebentar...", jawabku dari dalam kamar sambil memakai sempak dan celana pendekku.
"Eh..., ada apa Nov...", kataku saat membuka pintu rumahku.
"Em..., iya bang agak ganggu dikit ni... Kemarin nenek sebelum berangkat ke A S bilang ke Novi untuk mengambil sayuran yang ada di halaman belakang. Sayang kata nenek kalau gak diambil...", kata Novi menjelaskan.
"Ooo, ya udah..., ambil aja...", jawabku.
"Ntar abang buka dulu pintunya ya...", sambungku lagi.
"Ma..., *** pergi dulu ya...", kata *** pada Novi.
"Lah..., *** mau kemana..., gak nemani mamanya...?", tanyaku saat mendengar perkataan ***.
"Les dia bang...", jawab Novi padaku.
"Iya om, hari ini *** les om...", timpal ***. 
"Ooo, ya udah, yuk ni abang bukakan pintunya...", kataku pada Novi sambil aku berjalan menuju rumah mertuaku dan membuka pintunya.
Setelah anak Novi berlalu, kemudian Novi menyusulku dan dengan sedikit rasa segan dia masuk ke rumah mertuaku. Akupun langsung membuka pintu belakang sambil mempersilahkan Novi. 
"Agak semak ya Novi..., tinggi-tinggi ilalangnya..., maklumlah yang di sana itu bukan halaman rumah nenek, gak mungkin juga nenek yang merawatnya...", kataku sambil mengiringi Novi berjalan keluar dari pintu dapur rumah mertuaku.
"Gak papa bang, kan semaknya di sana..., halamannya bersih kok...", jawab Novi sambil melihat sekeliling.
Jujur, saat itu kontolku sudah tidak begitu ereksi. Lagian saat itu aku juga merasa gak akan ada kesempatanku untuk menjadikan Novi sebagai target ngocokku karena posisi pintu depan yang terbuka lebar. Tapi ya gak aku pungkiri, keinginan untuk ngocok dan menjadikan Novi sebagai targetku sempat terbesit juga di benakku.
"Ok deh Novi..., abang balik ke rumah dulu ya..., kalau dah siap, panggil abang aja ya...", kataku pada Novi.
"Eh bang..., tunggu la..., temani Novi dulu...", jawab Novi.
"Ye..., kenapa..., masih terang gini kok takut...", kataku lagi.
"Hehehe..., iya bang..., temani bentar ya...", jawab Novi yang akhirnya membuat aku mengalah.
Padahal aku punya rencana ingin menunggu Novi keluar dari rumah mertuaku dan kemudian aku ngocok di jendela ruang tamu rumahku saat dia memanggil aku. Esh..., lonte la...
"Tapi Nov, klo abang nunggu di sini, pintu rumah abang mau abang tutup dulu lah dan ini pintu depan rumah nenek juga abang tutup, takut kucing masuk. Kemarin gitu, gak ketahuan kalau kucing masuk dan semalaman di dalam rumah...", kataku sedikit memancing Novi karena tiba-tiba aku merasa tertantang untuk ngocok di sekitar Novi. Bahkan seandainya dia keberatan aku menutup pintu depan, aku akan tetap ngocok walau dengan berpura-pura masuk ke dalam rumah dan aku akan ngocok di dapur rumah mertuaku saja.
"Oh iya bang..., gak papa...", jawab Novi yang membuat hatiku bersorak riang.
Dengan segera aku kembali masuk ke rumah mertuaku dan ke rumahku juga, untuk mengambil HP. Dan setelah aku menutup pintu depan rumah mertuaku, aku kembali menemani Novi. Sengaja aku berdiri di depan pintu dapur sambil mengajaknya ngobrol. Esh..., kontolku mulai berdenyut dan jujur..., pandangan mataku begitu buas menelusuri tubuh Novi di saat beberapa kesempatan dia membelakangi aku.
"Nov, kalau bisa, arah badannya menghadap ke sana, ke ilalang itu, atau kalau nggak ya sering-sering melihat ke sana, jadi kalau ada sesuatu bisa tahu...", kataku sedikit menakuti Novi karena saat itu aku tidak mempunyai kesempatan untuk meraba kontolku yang sudah berdenyut nikmat.
"Ah..., abang nakuti aja...", jawab Novi.
"Hehehe..., ya udah biar abang yang mengawasi lah..., abang pantau dari sini...", kataku sambil bercanda.
"Kemari kenapa bang...", kata Novi mengajakku untuk mendampinginya.
"Ntar..., abang lihat dulu, banyak nyamuk nggak..., ntar abang ke sana...", jawabku.
Dan benar saja, rupanya Novi menuruti saranku, yang sebenarnya itu adalah modusku untuk membuat Novi membelakangi aku. Saat Novi memilih-milih sayuran dengan posisi membelakangi aku, perlahan tanganku mulai meraba-raba kontolku. Sesekali aku mengeluarkan kontolkku sambil mengocokinya agar lebih cepat ereksi.
Aku ngocok di pintu belakang rumah mertuaku sambil memperhatikan Novi yang berada sekitar 6 m di depanku. Lonte si Novi itu..., sensasinya begitu menggelitik adrenalinku. Sambil ngobrol, aku tetap ngocok di belakang si Novi. Sengaja aku menghentikan kocokan tanganku di kontolku saat aku yang mengajak si Novi itu ngobrol. Hal itu aku lakukan agar suaraku tidak bergetar karena efek dari gerakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Dan setelah si Novi merespon atau dia sedang berbicara, aku kembali ngocok dengan tatapan penuh birahi ke arah tubuhnya.
Sambil ngocok dan menelusuri tubuh bagian belakang Novi,  pandangan mataku tetap mengawasi setiap pergerakan tubuhnya. Begitu nampak olehku ada tanda si Novi itu ingin berbalik arah ke posisiku, langsung saja aku menghentikan acara ngocokku dan memasukkan kontolku ke dalam celana. Esh..., lonte..., begitu nikmatnya rasa debar di dadaku dan penuh sensasi. Santai aja aku ngocok di belakang Novi sambil mengajaknya ngobrol. Walau sudah beberapa kali aku lihat dia itu berpindah posisinya, tapi sama sekali dia tidak mengarah atau menghadap ke aku.
Esh..., dasar lonte kau Novi..., adrenalinku terasa begitu terpicu yang membuat aku akhirnya semakin nekat. Dengan kontol yang tetap berada di luar celanaku, kemudian aku berjalan ke arah Novi. Sambil mengambil HP dari saku celanaku untuk melihat jam, perlahan aku mendekati posisi Novi. 
Saat itu jam menunjukkan pukul 17:11. Dan sesaat setelah aku memasukkan kembali HPku ke saku celana, langsung aja aku lanjutkan acara ngocokku sambil terus mendekat ke posisi Novi yang sedang jongkok memetik sayuran. Esh..., pandangan mataku terus saja mengawasi pergerakan tubuh Novi sambil aku menelusuri setiap lekuk tubuh bagian belakangnya. Dengan tangan kiri yang menahan bagian depan sempak dan celana pendekku, begitu perlahan tangan kananku mengocoki kontolku sambil memposisikan berdiriku sekitar 2 m di belakang Novi.
Akupun sempat dengan buru-buru memasukan kontolku ke dalam celana setelah melihat pergerakan kepala Novi yang sepertinya akan menoleh ke arah aku. Dan setelah mengetahui keberadaanku, dia kembali sibuk memilih sayuran yang akan dia petik dan aku kembali mengajaknya ngobrol. Saat aku lihat si Novi memetik sayuran sambil berbicara padaku, perlahan aku kembali mengeluarkan kontolku dan melanjutkan acara ngocokku. Dan agar Novi tidak curiga, sengaja aku pura-pura berjalan menjauh, tapi tetap dalam keadaan ngocok karena pandangan serta arah tubuhku selalu mengarah ke tubuh Novi.
Dengan berjalan mundur, sambil ngocok aku sedikit menjauh dari posisi Novi. Dan kemudian berjalan lagi mendekatinya. Hingga yang paling nekat adalah saat aku berdiri ngocok sekitar 1 m di dekat bagian belakang kepala Novi karena saat itu dia dalam keadaan jongkok memetik sayuran.
Entah lah..., sebenarnya resiko yang bisa saja terjadi itu sangat besar kemungkinannya. Tapi karena aku sudah membaca setiap gerakan tubuh Novi, membuat aku tetap bertahan ngocok di belakangnya. Memang hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku itu begitu sangat perlahan aku lakukan. Tapi jujur..., sensasinya seperti menguji adrenalinku.
Bahkan saat Novi bangkit berdiri sambil pindah posisi ke pohon singkong, aku yang saat itu sedang berdiri ngocok sekitar 4 m di belakangnya tidak menghentikan aktifitas ngocokku. Malahan sambil ngocok aku berjalan mendekatinya. Lonte..., benar-benar lonte si Novi itu..., begitu nikmat dan menguji adrenalinku. Obrolan yang tak terputus membuat aku juga begitu santai, walau penuh debar, ngocok di belakang Novi.
Hingga akhirnya, pada saat aku mulai merasa ada dorongan mani yang akan keluar dari kontolku, aku lebih mendekat ke posisi Novi yang sedang berdiri memetik daun singkong. Sengaja saat itu aku berjalan sambil ngocok di sebelah kiri belakang Novi. Lonte kau Novi..., begitu penuh birahi aku arahkan kontolku yang sedang aku kocok itu ke pantatnya yang berada di samping depan kananku. Perlahan tapi pasti, aku ngocok sambil berjalan mendekati Novi hingga akhirnya jarak kontolku yang sedang aku kocok dengan pantat si Novi yang berdiri membelakangi aku itu sekitar 1 m. Dan dasar lonte pepek pantat torok si Novi itu..., begitu aku hampir sampai pada puncak kenikmatan birahiku, tiba-tiba dia bergerak seperti hendak berbalik badan. Akupun dengan segera memasukkan kontolku ke dalam celanaku.
Saat aku berpapasan dan berhadapan dengan si Novi itulah aku nembak mani di dalam sempak. Lonte..., benar-benar lonte kau Novi... Dan untuk tidak membuatnya curiga, aku tetap melanjutkan langkahku dan melewatinya. Begitu aku tahan kenikmatan muncratan maniku di dalam sempakku sambil aku mengeluarkan HP yang ada di saku celanaku untuk menyamarkan kelonjotan di tubuhku. Dan saat itu jam menunjukkan pukul  17:20. 
Kemudian aku pura-pura mengambil photo yang mengarah ke tanaman di sekitar halaman sambil aku katakan pada Novi, "ntar mau abang kirim ke nenek, klo sayurannya sudah dipanen Novi ya...".
"Hahaha..., ada-ada aja abang ini...", kata Novi.
"Iya lho..., tahu lah nenek, nanti dia kira sayurannya gak ada yang memanen dan abang pula yang disuruhnya memetik sayuran, kan gak lucu juga kan...", kataku lagi yang membuat Novi tertawa.
Dan biar sempurna alasanku, sambil bercanda aku menyuruh Novi untuk menunjukan sayurannya dan aku photo. 
"Lihat ni, langsung abang kirim ya ke nenek...", kataku lagi sambil memperlihatkan chat WA aku ke mertuaku setelah Novi mau aku photo.
"Hehehe..., ada-ada aja abang ini...", kata Novi lagi sambil melihat ke chat aku itu.
Setelah itu kami kembali masuk ke rumah mertuaku dan akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing. Ah..., sensasi yang luar biasa...
Ya jujur saja, saat itu sempat juga terbesit di pikiranku, apakah Novi tahu kalau aku ngocok di belakangnya dan dia hanya berbasa-basi tertawa sambil bercanda denganku padahal dia berusaha untuk menghibur diri karena frustrasi dengan ketidak berdayaannya sebagai target ngocokku. Ah..., pepek lonte kau Novi...
Dan sekitar jam 20 malam, saat aku masih dalam keadaan bugil di dalam rumah, tiba-tiba terdengar Novi mengetuk pintu rumahku. Jujur, agak berdebar juga aku saat itu. Dengan buru-buru aku memakai celana pendekku tanpa memakai sempak menjumpai Novi yang ternyata membawa masakan sayuran yang dia petik tadi.
"Bang, ini untuk makan malam..., cuma bisa buat seperti ini", kata Novi disertai senyum manisnya sambil menyerahkan piring yang berisi sayuran.
"Oh..., thanks ya Nov..., kok repot-repot jadinya..., masuklah...", kataku sambil menerima piring tersebut.
"Makasih bang, di sini aja...", kata Novi saat aku mempersilahkan dia masuk ke rumahku.
Dan kemudian Novi pamit pulang setelah aku menyerahkan kembali piringnya sambil dengan nada bercanda aku katakan padanya kalau piringnya kembali dalam keadaan kosong. Esh..., lihat senyum dan tawa si Novi itu..., ingin sekali aku cium dan aku ajak ngentot dia. Berani bertaruh aku, sampai terkencing-kencing pepeknya aku buat seandainya dia mau aku ajak ngentot. Ok..., berarti aman, dia tidak curiga dengan gerak-gerikku yang sedang ngocok di belakangnya saat dia memetik sayuran tadi. Dan aku kembali santai berbugil ria di dalam rumahku sambil mempermainkan kontolku sembari mengingat kenekatan yang aku lakukan di belakang si Novi.