Tanggal 06-07-2022 sekitar jam 06:10 aku tiba di A S dengan menggunakan mobil travel. Beberapa saat berbasa-basi di ruang tamu bersama Mi dan suaminya serta mertuaku yang sudah 2 mingguan berada di A S, akhirnya kami pindah ke ruang makan yang berada di dapur untuk sarapan setelah sebelumnya aku diantar ke lantai dua untuk meletakkan tasku di kamar yang nantinya aku gunakan selama tinggal di sana.
Tak begitu banyak obrolan selama kami sarapan dan obrolan dilanjut kembali di ruang tamu setelah kami selesai sarapan pagi. Alasan aku ke A S adalah karena Mi, Ning dan In akan membuka cafe sebagai usaha bersama dan aku diminta tolong suami Mi untuk melakukan pengecekan ataupun penambahan yang diperlukan di sana. Dan dalam obrolan itu, suami Mi juga minta ijin padaku karena besok harinya akan berangkat keluar daerah untuk mengikuti pelatihan petani. Sebenarnya aku juga sudah tahu hal itu saat dia menelpon aku, jadi aku anggap sebagai basa-basi saja.
"Seperti ini lah *** jadi ketua petani. Kalau ada kegiatan ya harus diikuti karena hasil pelatihan itu akan diterapkan ke anggota", kata suami Mi merasa segan meninggalkan aku dengan kerjaan yang akan aku lakukan di cafe.
Aku juga memberi komentar dan memberi semangat karena pertanian di daerah mereka mulai berkembang.
Setelah beberapa saat kami ngobrol, akhirnya aku dipersilahkan untuk istirahat sekaligus suami Mi ijin keluar rumah untuk mengurus keperluan keberangkatannya. Tapi sengaja aku tetap di ruang tamu bersama mereka hingga suami Mi benar-benar pergi keluar rumah, sementara aku masih melanjutkan obrolan ringan bersama Mi dan mertuaku.
Dalam obrolan itu, aku mengetahui kalau anak-anak Mi dengan membawa pembantunya sedang berliburan ke T T. Ah..., perlahan kontolku mulai menggeliat dan aku jadi tidak begitu konsentrasi dalam obrolan kami setelah menyadari hanya tinggal aku, Mi dan mertuaku yang berada di dalam rumah. Hingga beberapa lama kami ngobrol, akhirnya aku minta ijin untuk masuk ke kamar.
Jujur saja, kontolku benar-benar sangat memberontak untuk dikocok. Saat aku berada di ruang TV, santai saja aku membuka resleting celana sambil menurunkan bagian depan sempak untuk mengeluarkan kontolku dan membiarkan kontolku nampak keluar dari celanaku hingga sampai ke kamar yang aku tempati di lantai dua.
Dalam posisi pintu kamar yang sengaja aku buka lebar, perlahan aku membuka pakaianku dan mengambil tali yang biasa aku pakai untuk mengikat telor kontolku. Dari dalam tasku juga aku keluarkan beberapa gelas air mineral yang aku beli saat berangkat ke A S. Sensasi yang memicu adrenaline saat aku berbugil ria dalam keadaan pintu kamar yang terbuka lebar, membuat aku jadi nekat untuk keluar kamar tanpa sehelai benangpun di tubuhku. Aku menghentikan langkahku beberapa meter sebelum tangga dan dengan santai mengikat telor kontolku yang sebenarnya masih mengeras. Mungkin efek satu malaman berada di dalam mobil travel yang full AC membuat telor kontolku masih mengerut. Tapi kesempatan dan sensasi berada di rumah bersama Mi dan mertuaku tidak akan aku sia-siakan yang membuat aku memaksakan dengan menarik telor kontolku untuk aku ikat.
Ah..., nikmatnya..., sambil aku lanjutkan beberapa meter langkahku hingga aku berada di ujung tangga, kemudian aku ngocok. Debar di dadaku begitu terasa saat aku ngocok di tangga sambil memandang ke arah bawah, yaitu ke dapur rumah Mi. Adrenalineku benar-benar sangat terpicu. Terkadang aku ngocok sambil memejamkan mataku, walau sebenarnya saat itu aku tidak mengetahui keberadaan Mi dan mertuaku secara pasti. Ah..., pepek lonte torok..., aku sudahi acara ngocokku sambil aku kembali ke kamar dan memakai celana pendek tanpa memakai sempak. Aku berencana untuk melihat posisi sebenarnya Mi dan mertuaku. Tak lupa juga aku membawa handuk yang berfungsi menutup bagian depan celana pendekku yang tersodok ereksi kontolku dan selain itu aku juga ingin mandi.
Setelah menuruni tangga dan sampai di dapur, aku belum menemukan Mi dan mertuaku hingga aku sampai di ruang TV. Dari penghubung antara ruang TV dan ruang tamu dapat aku lihat Mi sedang menyapu halaman, sementara mertuaku nampak sedang memperhatikan bunga-bunga. Pepek lonte torok..., begitu bersemangatnya aku, hingga aku melempar handukku ke lantai dan selanjutnya membuka celanaku. Sambil ngocok sesekali aku melihat posisi Mi dan mertuaku. Ah..., seandainya Mi dan mertuaku itu mau aku ajak ngentot secara bergilir...
Awalnya aku hanya ngocok dan menyembunyikan tubuh bugilku di ruangan TV, menghayalkan kenikmatan pepek Mi dan mertuaku seandainya mereka berdua mau aku ajak ngentot secara bergilir, hingga akhirnya aku lihat posisi Mi dan mertuaku membelakangi pintu depan rumah.
Dengan debar yang begitu terasa di dada, perlahan aku memberanikan diri dalam keadaan bugil ngocok berdiri di penghubung antara ruang TV dan ruang tamu mengekspresikan birahiku di belakang Mi dan mertuaku. Suara hentakan tanganku yang mengocoki kontolku begitu nyata terdengar. Ditambah lagi suara telor kontolku yang aku ikat beradu dengan tangan dan selangkanganku mengikuti irama kocokan di kontolku yang semakin cepat membuat sensasi nikmat yang sangat luar biasa yang aku rasakan.
Ah..., pepek torok lonte..., reflex aku menghentikan kocokan tanganku di kontolku sambil menghindar masuk ke ruang TV saat aku lihat pergerakan tubuh Mi sepertinya akan mengarah ke rumah. Begitu bergegasnya aku memakai celanaku dan meraih handuk sambil melangkah menuju ruang tamu.
Dan benar saja, Mi dan mertuaku masuk ke dalam rumah. Kami bertemu di ruang tamu dan agar tidak curiga aku mengatakan kepada mereka untuk ijin memakai kamar mandi.
"Oalah ***, kok minta ijin segala sih.., kayak siapa aja... Lagian kan sudah beberapa kali kemari...", jawab Mi sambil tertawa. Mertuaku ikutan tertawa sambil melanjutkan langkahnya melewati aku. Setelah mertuaku, kemudian Mi berjalan melewati aku. Di belakang mereka secara perlahan aku menarik bagian depan celana pendekku dan mengeluarkan kontolku. Hanya berjarak kurang dari dua meter antara kontolku yang berada di luar celanaku dengan posisi Mi yang berjalan di belakang mertuaku. Oh..., inginnya dari belakang aku lesakkan kontolku ke pepek si Mi...
Sayangnya aku tidak dapat berlama-lama mengeluarkan kontolku di belakang mereka. Sambil aku tutupi bagian depan celana pendekku dengan handuk, aku masuk ke dalam kamar mandi. Saat itu mertuaku langsung duduk di ruang TV sementara Mi melanjutkan langkahnya ke dapur.
Lonte pepek torok...
Kondisi rumah yang hanya ada aku, Mi dan mertuaku saja membuat aku begitu tertantang. Pintu kamar mandipun tidak aku kunci dan langsung saja aku buka celanaku sambil berdiri menghadap ke pintu melanjutkan acara ngocokku.
Agar tidak curiga, akhirnya aku hentikan dulu kocokan tanganku di kontolku dan aku menuju kran air yang rencananya akan aku buka agar menyamarkan suara ngocokku. Begitu aku hendak membuka kran, baru aku melihat kalau di sudut kamar mandi ada ember yang berisi pakaian. Setelah aku menghidupkan kran, lalu aku dekati dan menemukan sempak Mi tepat berada paling atas dari tumpukan pakaian tersebut.
Lonte pepek torok..., sedikit lembab bagian depan sempak Mi itu dan langsung aku cium bagian dalam sempak Mi yang bersentuhan langsung dengan pepeknya. Ah..., aroma pesing pepek Mi begitu jelas terasa melalui bagian depan sempaknya. Begitu dalam aku hirup aroma pesing pepek Mi sambil membayangkan kenikmatan pepek Mi kalau aku ajak ngentot.
Kontolku benar-benar sangat ereksi. Tampak jelas urat-urat yang berada di batang kontolku menonjol keluar. Ah..., aroma pesing pepek Mi begitu membakar birahiku. Sambil aku ciumi bagian depan sempak Mi, aku kembali berdiri di depan pintu kamar mandi dan ngocok sambil membayangkan kenikmatan pepek Mi. Sambil memejamkan mata, aku menikmati aroma pesing pepek Mi membayangkan lendir kenikmatan pepek Mi yang keluar saat kontolku mengocoki pepeknya. Semakin nikmat dan membuat aku mempercepat kocokan tanganku di kontolku hingga akhirnya aku nembak mani.
Begitu bebas muncratan maniku keluar dari kontolku hingga mengenai pintu kamar mandi dan berceceran di lantai. Berkelonjotan tubuhku merasakan puncak kenikmatan birahi sambil tetap menghirup aroma pepek Mi melalui sempaknya yang aku pegang dengan tangan kiriku.
Setelah puas menciumi sempak Mi, kemudian aku membuka ikatan di telor kontolku, dilanjutkan dengan mandi sambil membersihkan maniku yang menempel di pintu kamar mandi serta yang berceceran di lantai. Jujur saja, begitu bergemuruhnya dadaku saat keluar dari kamar mandi dan mendapati Mi sedang memasak. Pasti asik seandainya dalam posisi Mi yang sedang memasak itu aku rangkul dari belakang sambil sedikit menunggingkan tubuhnya dan melesakkan kontolku ke dalam pepeknya. Lonte pepek torok..., walau sekilas aku lihat tubuh Mi, tapi membuat birahiku menggelegak kembali.
Saat berada di lantai dua, begitu santai aku membuka celanaku dan bugil di depan kamar sambil mengikat kembali telor kontolku. Lalu aku berbaring dalam keadaan bugil sambil mendengarkan aktifitas Mi yang sedang memasak dan suara TV yang sedang ditonton oleh mertuaku.
Beberapa saat kemudian aku bangkit dan masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Aku kembali memakai pakaianku secara lengkap ketika aku turun untuk makan siang dan sengaja ikatan di telor kontolku tidak aku buka.
Suami Mi sudah pulang dan sedang ngobrol di meja makan bersama Mi dan mertuaku. Akupun bergabung di meja makan sambil mengikuti obrolan mereka.
Siang hari setelah makan siang, aku dan suami Mi berada di cafe untuk mensurvey apa-apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan perombakan dibagian penerangan dan sound system. Satu hal yang membuat aku tidak konsentrasi adalah saat melihat ruangan sound system yang terbuat dari kaca di dua sisinya secara menyeluruh. Kaca seperti cermin dan tidak tembus bayangan bila dilihat dari luar ruangan.
"Inilah *** namanya kaca one way. Seperti cermin kalau dilihat dari luar tapi dari dalam nampak tembus pandang. Yang penting dalam ruangan jangan terlalu terang. Makanya biarkan saja lampu ruangan remang seperti itu", kata suami Mi menjelaskan padaku.
"Jadi biarkan lampunya berwarna biru aja ya...", katanya lagi padaku dan aku hanya mengiyakan saja.
Kami bekerja di cafe hingga malam hari dan sengaja untuk ruang sound system aku kerjakan sebagian saja. Lagipula unit sound yang masih baru dengan rak yang bisa digeser membuat aku lebih mudah mengerjakannya, hanya kabel audio saja yang harus dirapikan.
Karena sudah lelah, akhirnya kami mengakhiri pekerjaan di cafe dan kembali ke rumah. Aku sempatkan juga untuk mandi sambil melihat kondisi kamar mandi apakah masih ada pakaian yang belum dicuci Mi. Tapi sayangnya ember pakaian sudah dalam keadaan kosong. Sebelum mandi aku buka ikatan di telor kontolku dan aku ikat kembali setelah aku selesai mandi. Aku sudah berniat selama berada di A S, ikatan di telor kontolku hanya aku lepas saat aku mandi saja.
Jujur, walau sedikit lelah, tapi aku belum bisa tidur. Pikiranku melayang dengan kejadian yang aku lakukan pada hari pertama di rumah Mi. Walau hanya satu kali nembak mani, tapi begitu sangat berkesan karena baru pertama kali aku mencium aroma pepek Mi dengan perantara sempaknya. Ah..., lumayan pesing juga aroma pepek Mi itu. Sambil mempermainkan kontolku aku membayangkan kenikmatan pepek Mi seandainya aku kocok dengan kontolku. Ah..., aku sangat yakin pasti sangat becek pepek Mi menerima kocokan kontolku di pepeknya. Aku menghayalkan pepek Mi sampai akhirnya aku tertidur.
Pagi hari setelah selesai sarapan, suami Mi menyempatkan diri mengobrol denganku tentang kelanjutan pekerjaan di cafe sebelum akhirnya dia pamit untuk mengikuti pelatihan di luar daerah. Ah..., pikiranku kembali berputar dengan apa yang akan aku lakukan dengan kondisi rumah yang hanya ada aku, Mi dan mertuaku. Beberapa saat setelah suami Mi pergi, aku, Mi dan mertuaku masih ngobrol di ruang tamu. Sambil ngobrol, pikiranku melayang tentang kenikmatan jika Mi dan mertuaku mau aku ajak ngentot. Pepek pantat torok..., kontolku mulai berdenyut dan ingin rasanya saat itu aku ngocok di depan mereka. Berulang kali kedua pahaku menjepit telor kontolku seiring letupan birahiku di depan mereka.
Akhirnya aku pamit dari ruang tamu dengan alasan aku akan mandi dan langsung saja aku menuju kamar untuk mengambil handuk dan pakaian yang aku pakai kemarin untuk aku cuci. Dan setelah berada di kamar mandi, aku kembali menemukan sempak Mi di tumpukan pakaian yang berada di ember. Ah..., pepek lonte torok..., begitu menggemaskan sekali sempak Mi sehingga aku begitu bersemangat meraih sempak Mi sambil terus aku ciumi. Aroma pesing pepek Mi begitu jelas tercium olehku dan lebih menyengat dibandingkan hari sebelumnya. Ah..., pepek pepek..., hayalanku pada pepek Mi begitu membuat kontolku memberontak ingin dikocok.
Seperti hari sebelumnya, pintu kamar mandi sengaja tidak aku kunci dan aku berdiri menghadap ke pintu sambil ngocok memejamkan mata menghayalkan kenikmatan pepek Mi. Tak berapa lama kemudian aku menghidupkan kran air, dan perlahan aku merebahkan tubuhku di depan pintu melanjutkan ngocokku dalam posisi telentang sambil menempatkan sempak Mi berada di wajahku. Bagian sempak Mi yang bersentuhan langsung dengan pepeknya berada tepat di hidungku. Ah..., nikmatnya...
Muncratan maniku tak dapat aku bendung hingga mengenai leher dan dadaku. Penuh kenikmatan dan begitu berkelonjotan tubuhku saat itu. Lonte lonte...
Setelah reda kelonjotan penuh kenikmatan di tubuhku, kemudian aku bangkit sambil terus saja menciumi sempak Mi. Setelah membuka ikatan di telor kontolku, kemudian aku mandi dan diselingi dengan mencuci pakaianku.
Dengan hanya memakai handuk, aku menjemur pakaianku di halaman belakang. Dan saat aku masuk ke dalam rumah aku berpapasan dengan Mi yang akan ke halaman belakang juga. Jujur saja, begitu berdesirnya darahku penuh birahi. Ingin rasanya saat itu aku membuka handukku sambil memeluk tubuh Mi dan mengajaknya ngentot. Ah..., lonte pepek torok..., begitu menggairahkan sekali Mi dengan pakaian dasternya. Tinggal menyingkapkan dasternya ke atas dan melorotkan sempaknya, kemudian menunggingkan sedikit tubuhnya agar aku dari belakang dapat melesakkan kontolku ke dalam pepeknya. Lonte pepek torok...
Di dalam kamar, desiran-desiran birahi masih begitu terasa dan sangat aku nikmati. Setelah mengikat kembali telor kontolku, lalu aku memakai baju dan celana pendek tanpa memakai sempak. Lalu aku menghampiri Mi dan mertuaku yang sedang menonton TV untuk meminta kunci cafe.
Sambil menyerahkan kunci, Mi mengatakan padaku kalau dia akan menyusulku ke cafe setelah siap memberesi rumah. Aku hanya mengiyakan saja walau sebenarnya di dalam hatiku begitu bersorak riang. Walau aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan pada Mi disaat nanti dia berada di cafe bersamaku, tapi aku yakin pasti akan ada kesempatanku untuk ngocok di sekitar Mi.
Sekitar jam 10 siang Mi akhirnya datang sendirian ke cafe dengan membawa bungkusan. Saat itu aku berada di ruang cafe dan sambil membuka bungkusan yang ternyata berisi makanan ringan, Mi mengajakku ngobrol. Awalnya kami duduk saling berhadapan di meja cafe. Ah..., begitu bermainnya imaginasi liarku pada Mi. Berulang kali kedua pahaku menjepit telor kontolku. Pepek torok..., begitu menggairahkan sekali Mi saat itu.
Beberapa saat kami ngobrol, lalu aku bangkit dari kursi sambil pura-pura mengerjakan sesuatu di ruang cafe. Mi ikutan bangkit sambil mengambil sesuatu di dapur cafe yang ternyata adalah lap dan juga sapu.
Aku dengan posisi yang pura-pura mengerjakan sesuatu selalu saja mencuri pandang ke tubuh Mi yang sedang melap meja dan kursi cafe. Uh..., dulu tubuh Mi terbilang kurus, tapi sekarang hampir menyamai montoknya tubuh Ning. Pantatnya juga nampak semok. Lonte pepek torok..., perlahan tapi pasti kontolku mulai ereksi dan menyodok bagian depan celana pendekku. Kondisiku yang tidak memakai baju membuat aku terkadang membelakangi Mi saat posisi kami saling berhadapan. Ah..., lonte pepek pantat torok lah..., birahiku semakin terbakar yang membuat aku sambil meraih baju yang aku letak di kursi berjalan masuk ke dalam ruang sound. Saat aku berjalan melewati Mi yang sedang melap meja aku katakan pada Mi kalau aku akan mengerjakan sesuatu di dalam ruang sound. Mi hanya mengiyakan sambil terus saja melanjutkan pekerjaannya.
Setelah masuk ke ruang sound, pintu ruangan sengaja aku biarkan terbuka. Ah..., begitu jelas aku menelusuri tubuh Mi yang sedang melap kursi dan meja cafe, tampak seperti tidak mempunyai sekat pembatas.
Kontolku yang sudah ereksi membuat aku begitu santai berjalan mendekati kaca sambil melorotkan celanaku. Sambil mempermainkan kontolku, pandangan birahiku terus saja menelusuri lekuk tubuh Mi yang saat itu sedang menyapu lantai.
Perlahan tanganku mulai mengocoki kontolku. Posisi celanaku yang aku lorot hingga lututku membuat aku tidak nyaman. Akhirnya aku berencana untuk membuka celanaku dan bugil. Tapi begitu aku hendak membuka celanaku, terlihat dari gerakan dan arah jalan Mi sepertinya akan menuju ke ruang sound. Ah..., pepek pepek...
Sambil buru-buru menaikkan celanaku lalu aku pura-pura mengerjakan sesuatu sambil menutupi kontolku yang menyodok bagian depan celana pendekku. Dan benar saja, Mi mendatangi ruangan sound. Di depan pintu Mi sempat berhenti sejenak sambil mengatakan tentang kondisi ruangan yang remang. Aku menjawab tentang fungsi dan alasan kenapa lampu di ruang sound dibuat remang. Mi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja disaat mendengarkan penjelasanku.
Dan agar Mi tidak curiga, aku menghidupkan sound system sambil memutarkan lagu. Beberapa saat kami masih ngobrol dan akhirnya sambil menyapu sebagian lantai ruang sound, Mi berjalan keluar ruangan.
Begitu Mi keluar sambil menyapu dan masih berada di samping ruangan aku langsung mendekati kaca sambil membuka celanaku. Begitu nekat aku dalam keadaan bugil disamping Mi yang hanya bersekat kaca dan langsung ngocok. Posisi Mi yang sedang menyapu di samping ruangan dengan langkah kaki yang lambat sangat menguntungkanku. Begitu aku ekspresikan birahiku tepat di sampingnya, walau dengan kondisi pintu ruangan terbuka lebar. Adrenalineku begitu sangat terpacu membuat aku merasakan sensasi ngocok yang sangat luar biasa.
Apalagi setelah Mi berada di depan ruangan sound, dia tampak lebih seksama membersihkan lantai ruangan. Begitu terbakar birahiku saat aku dan Mi saling berhadapan dengan hanya berbatas kaca. Begitu terasa nyata saat itu aku benar-benar bugil ngocok di depan Mi. Dan tanganku semakin cepat dan kuat mengocoki kontolku. Suara telor kontolku yang naik turun beradu dengan tangan dan selangkanganku begitu jelas terdengar. Begitu terasa nikmat, dan aku yakin suara telor kontolku itu tersamarkan dengan suara musik yang aku putar.
Ah..., lonte pepek pantat torok..., begitu bersoraknya hatiku saat Mi jongkok di depan ruang sound sambil membersihkan sesuatu di lantai dengan tangannya. Posisi tubuhnya benar-benar menghadap ruang sound, dan seperti hendak menghisap kontolku. Karena saat itu aku benar-benar berdiri ngocok di depan Mi, walau tersekat kaca dan jaraknya nyaris kurang dari 50 cm.
Begitu aku ekspresikan birahiku saat Mi jongkok dan menghadap ke kaca ruang sound yang otomatis benar-benar menghadap ke arah aku. Pinggulku ikut maju mundur seiring dengan cepatnya kocokan tanganku di kontolku. Sampai terkadang aku ngocok sambil ikutan jongkok seperti Mi yang sedang berada di depanku. Ah..., nikmatnya...
Dasar lonte pepek torok..., benar-benar aku seperti ngocok langsung di depan Mi. Dan akhirnya sambil berkelonjotan penuh kenikmatan, tangan kiriku meremas kepala kontolku sambil menahan muncratan maniku yang keluar. Ah..., sangat kental dan banyak maniku yang keluar. Begitu nikmat..., dan aku begitu menghayati kelonjotan pada pucak birahi pada tubuhku sampai akhirnya Mi bangkit dan melanjutkan aktifitas menyapunya. Itupun tubuhku masih berkelonjotan, di saat Mi secara perlahan berlalu dari depan ruang sound. Pepek pepek...
Setelah hilang kelonjotan nikmat di tubuhku, perlahan dan sangat santai aku memakai celana pendekku kembali. Ah..., seperti mandi keringat aku saat itu. Aku gak tahu alasan Mi yang lebih dari 5 menit jongkok dan membersihkan lantai dengan tangannya, karena aku terlalu fokus pada tubuh Mi dan belahan tetek Mi yang nampak saat aku berdiri ngocok di depannya. Apakah Mi sengaja atau tidak, aku tak perduli. Karena begitu sangat nikmat rasanya saat maniku itu muncrat dari kontolku tepat di depan wajah Mi yang hanya tersekat kaca. Lalu secara perlahan aku keluar dari ruang sound untuk membersihkan maniku di kamar mandi dan setelah itu aku kembali ke ruang sound sambil melihat posisi Mi serta menelusuri lekuk tubuh Mi.
Dan setelah beberapa saat aku di ruang sound, akhirnya aku keluar untuk berbasa-basi dengan Mi. Sambil meletakkan baju di pundak, aku pura-pura mendengarkan kualitas suara musik, aku ajak Mi ngobrol. Kami duduk di meja cafe sambil kedua pahaku sesekali menjepit telor kontolku merasakan sensasi birahi tepat di depan Mi. Ah..., inginnya saat itu aku ngajak Mi ngentot...
Lagi enak-enaknya ngobrol, tiba-tiba Ning datang berboncengan dengan In dan disusul Teti bersama Dila dengan menggunakan motor. Dan begitu sampai, langsung saja mereka bergabung dengan kami. Uh..., lonte pepek torok... kesemua dari mereka itu yang biasa aku jadikan target ngocokku...
Sambil berbasa-basi dengan mereka, akhirnya aku tahu mereka sengaja datang karena tahu kalau aku sedang mengerjakan sesuatu di cafe. Sementara Teti dan Dila rupanya sudah seminggu berada di A S sedang liburan.
"Nih si Ning tadi yang nelpon aku, bilang abang lagi di A S, lagi ngerjai cafe, makanya kami kemari mau mandori", kata In sambil bercanda dan kemudian mengambil HPnya dan menghubungi mertuaku sambil mengatakan kalau mereka sudah ngumpul di cafe.
Tak berapa lama kemudian nampak mertuaku berjalan menuju cafe sambil membawa bungkusan. Dan setelah sampai langsung bergabung dengan kami. Rupanya mertuaku itu membawa makan siang. Dila juga nampak manja denganku, sering dia mendatangiku sambil meminta aku untuk memangkunya.
Saat itu kami duduk saling berhadap-hadapan. Kebetulan saat itu aku duduk membelakangi ruang sound dan di depan aku adalah Mi. Sementara di sebelah kananku adalah Teti yang berhadapan dengan In yang sedang membuka laptop yang dia bawa untuk searching contoh interior cafe. Sedangkan Ning berada di depan mertuaku yang duduk di sebelah kiriku. Terus terang, dalam beberapa kesempatan aku biarkan kontolku ereksi menyodok pantat Dila yang duduk di pangkuanku. Sambil ngobrol, aku berusaha untuk meredakan ereksi di kontolku karena diduduki oleh Dila.
Obrolan kami ya seputar cafe dan rencana untuk interior tambahan ruangan cafe. Aku lebih banyak mendengarkan. Ya terus terang saja, saat itu gejolak birahiku benar-benar seperti mau meledak. Sungguh, aku benar-benar sanggup untuk menggiliri mereka berlima satu persatu. Ah..., pepek pepek..., seandainya mereka mau aku ajak ngentot..., bukan hanya pepek mereka aja yang akan aku kocok dengan kontolku, tapi mulut dan bahkan pantat mereka juga. Ah..., lonte lonte...
Dan pada saat ereksi kontolku sudah berkurang karena Dila turun dari pangkuanku, dengan sedikit beralasan aku permisi untuk melanjutkan pekerjaan di ruang sound sambil sedikit berbasa-basi mengajak Dila ikut.
"Yuk, Dila ikut nggak..., mandori *****...", ajakku sambil bercanda dan dengan gerakan yang tidak mencurigakan aku meraih baju yang ada di bahuku untuk menutupi bagian depan celana pendekku.
Karena memang basa-basi dan Dila juga saat itu gak mau ikut denganku, perlahan tapi pasti, dengan gemuruh birahi aku berjalan dan masuk ke ruang sound.
Ah..., dari ruang sound mataku begitu liar penuh birahi memandang ke arah mereka yang sedang duduk membahas interior ruang cafe. Lonte pepek torok..., inginnya aku ajak mereka ngentot... Sambil memainkan kontolku yang sudah aku keluarkan dari bagian depan celanaku, pandanganku semakin menelusuri tubuh bagian belakang Teti dan mertuaku yang duduk membelakangi ruang sound.
Santai saja aku berdiri di depan kaca sambil melorotkan celanaku. Dasar pepek lonte pantat torok..., baru saja aku melorotkan celana, tiba-tiba Ning bangkit sambil berjalan menuju depan ruang sound. Dan kemudian Teti serta Dila juga ikutan bangkit. Ning nampak menunjuk-nunjuk beberapa bagian dari ruang cafe dan Teti seperti menambahkan idenya, berdiri di samping Ning. Sebagai antisipasi, celanaku yang sudah melorot itu, aku biarkan sebatas betisku.
Dengan sedikit berdebar, aku belum menarik ke atas celanaku, karena aku lihat Dila berjalan menuju ke samping ruang sound. Dan tak berapa lama kemudian Dila sudah berdiri di depan pintu ruang sound. Jujur, aku mengambil resiko dengan membiarkan Dila melihat tubuh bugilku. Sambil berjalan sedikit tersendat karena langkah kakiku terhalang gerakannya akibat celanaku yang berada di betisku, aku menghampiri Dila dan mengajaknya masuk.
Mata Dila benar-benar tertuju pada kontolku yang sudah sangat ereksi itu dan sesekali melihat ke arah celanaku yang berada di betisku. Sedikit malu-malu akhirnya Dila mau masuk ke ruang sound dengan pandangan matanya tetap tertuju pada kontolku yang saat itu sedang aku kocok dengan tangan kananku, sementara tangan kiriku membimbing tangan kanannya.
Aku bawa Dila sampai di depan kaca, dimana saat itu dia juga dapat melihat mamanya, yaitu Teti sedang berdiri bersama Ning hanya beberapa meter di depan kami. Kadang pandangan mata Dila melihat keluar ruangan sound melalui kaca di depan kami, tapi akhirnya dia lebih sering melirik ke kontolku.
Di depan Dila aku kembali ngocok, tepat disaat Ning dan Teti benar-benar menghadap ke ruang sound. Aku tahu Dila benar-benar memperhatikan aku dengan seksama. Apalagi disaat aku mengekspresikan birahiku di depan Teti dan Ning yang saat itu tangan mereka sedang menyentuh kaca seperti membuat tulisan, hanya beberapa centimeter saja di depan kami.
Aku juga tahu Dila memperhatikan sambil mendengarkan suara telor kontolku yang beradu dengan tangan dan selangkanganku serta desah nafasku yang berpacu seiring dengan cepatnya tanganku mengocoki kontolku. Dan nampak Dila begitu antusias melihat telor kontolku yang aku ikat naik turun seiring gerakan kocokan di kontolku. Ah..., sangat nekat aku saat itu ngocok disaksikan Dila, anak perempuan yang belum genap berusia tiga tahun dengan jarak yang sangat dekat, dan bahkan kepala kontolku beberapa kali aku gesekkan ke wajahnya. Hanya reaksi tertawa karena geli yang aku terima dari Dila yang tanggal 08-11-2022 nanti genap berusia tiga tahun, saat sambil ngocok aku menggesekkan kepala kontolku ke wajah dan sekitar lehernya.
Perlahan aku bimbing kedua tangan Dila untuk memegang batang kontolku sambil mengarahkan tangannya untuk mengocoki kontolku. Awalnya tangan kananku juga menggenggam kedua tangan Dila yang sudah memegang batang kontolku, sambil membuat gerakan naik dan turun mengocoki kontolku. Lalu aku lepas genggaman tanganku dan aku biarkan Dila sendiri yang mengocoki kontolku, walau hanya beberapa kali kocokan. Lalu Dila melepaskan tangannya dari batang kontolku dan kemudian tanpa aku suruh tangan kiri Dila tiba-tiba memegang telor kontolku. Seperti sedang gemas, Dila meremas telor kontolku, dan tangan kanan Dila memegang kepala kontolku. Ah..., aku jadi ingat saat dulu, hampir satu tahun yang lalu, saat Dila belum genap berusia dua tahun pernah mengocoki kontolku serta meminum air maniku. Apa mungkin dia ingat, sehingga dia tampak gemas melihat telor kontolku yang aku ikat sehingga dia meremasnya tanpa aku minta.
Aku biarkan saja Dila melakukan hal itu, sambil tangan kananku kembali memegang batang kontolku untuk melanjutkan acara ngocokku di depan Teti dan Ning.
Tapi dasar lonte pepek pantat torok..., Teti dan Ning tiba-tiba seperti hendak berjalan ke samping ruang cafe. Dan akupun buru-buru menghentikan kocokan di kontolku dan melepaskan tangan Dila dari kontolku sambil menarik ke atas celanaku. Lalu aku berdiri membelakangi pintu pura-pura sedang mengerjakan kabel sound yang masih menjuntai.
Aku tahu ada rasa bingung yang terpancar dari raut wajah Dila melihat tingkah laku aku saat itu. Tapi untungnya Dila diam saja dan hanya memperhatikan aku.
"Agak gelap ruangannya ya bang...", tanya Ning saat masih berada di depan pintu, sementara Teti langsung saja masuk ke dalam ruangan. Ah..., lonte pepek torok kau Teti, kontolku masih sangat jelas menyodok bagian depan celana pendekku.
"Ish..., memang gini lah dari dulu ruangan ini. Dulukan aku sering kemari", jawab Teti mendahului aku yang hendak menjawab pertanyaan Ning.
"Iya Ning, selain ruangan untuk sound, ruang ini juga sebagai ruangan pengawas. Mana tahu ada yang nembak", jawabku asal saja sambil duduk di lantai pura-pura merapikan kabel, yang sebenarnya saat itu aku sedang menutupi sodokan kontolku di bagian depan celana pendekku.
Teti dan Ning tertawa mendengar jawabanku, dan tak berapa lama berbasa-basi akhirnya mereka kembali keluar ruangan.
"Dila ngawani ***** ya...? Jangan nakalnya..., ***** lagi kerja...", kata Teti pada Dila saat meninggalkan ruangan sound system. Dila hanya mengangguk saja sambil menggigit bagian atas bibirnya.
Begitu Ning dan Teti berada di samping ruangan sound, perlahan aku berdiri dan langsung membuka celanaku. Lalu aku berdiri di kaca samping ruangan dan ngocok mengekspresikan birahiku pada Teti dan Ning yang sedang berjalan tepat di depanku. Aku tahu Dila begitu memperhatikan gerak-gerikku. Tapi aku masa bodo aja. Sudah kepalang tanggung dan sudahpun tangan Dila memegang dan mengocoki kontolku, merasakan hangatnya birahi kontolku dengan nyata ditangannya.
Dan sebagai apresiasiku pada Dila, saat Ning dan Teti sudah duduk bergabung dengan mertuaku, Mi dan In, perlahan dengan penuh kelembutan aku mengarahkan kontolku ke wajah Dila sambil menggesekkannya. Dila hanya diam dan sesekali tertawa geli saat kontolku itu aku gesekkan ke bagian lehernya. Dan sebagai candaan, aku angkat tangan Dila dan aku gesekkan kontolku ke ketiak Dila. Aku buat saat itu suasana seriang mungkin. Dan perlahan aku jongkok sambil mendekatkan wajahku ke wajah Dila. Penuh kelembutan aku kecup bibir Dila. Jempol tangan kananku sedikit menarik bagian bawah bibir Dila dan kemudian aku benar-benar melumatkan bibirku ke bibir Dila. Begitu aku hayati ciuman bibirku di bibir Dila. Hingga akhirnya tangan Dila memegang wajahku dan seperti hendak mendorong wajahku menjauh dari wajahnya. Akupun langsung bereaksi dengan melepaskan ciuman bibirku sambil mengajaknya bercanda.
Aku gak tahu apa yang ada di dalam benak Dila saat itu. Tapi nampak setelah aku cium bibirnya, Dila lebih sering menggigit bagian atas bibirnya sambil memandangku.
Jujur, saat itu tak ada sehelai benangpun di tubuhku. Aku benar-benar telanjang di depan Dila. Bahkan di depan mertuaku, Mi, In, Ning dan Teti yang sedang duduk di meja cafe karena efek kaca one way yang benar-benar seperti tidak ada pembatas antara aku dan mereka. Kenekatanku benar-benar luar biasa. Apalagi saat aku lihat mereka sedang serius membahas sesuatu di laptop, sampai-sampai mertuaku dan Teti menggeser kursinya untuk bergabung satu deret dengan Mi, Ning dan In dan memperhatikan layar laptop. Hal itu membuat kesempatan yang sangat terbuka antara aku dan Dila.
Sengaja aku duduk di kursi dan mengajak Dila untuk duduk dipangkuanku. Posisi dudukku memang menghadap ke mereka agar aku tahu pergerakan yang mungkin saja tiba-tiba terjadi dan aku bisa mengantisipasinya.
Awalnya Dila gak mau aku ajak duduk dipangkuanku. Tatapan matanya masih saja mengarah ke kontolku yang berdiri tegak karena ereksi. Tapi perlahan setelah aku bujuk akhirnya Dila mau mendekatiku sambil membelakangi aku yang sedang duduk. Aku tahu Dila minta aku gendong untuk bisa duduk dipangkuanku. Tapi aku punya rencana lain. Aku suruh Dila menghadap ke arah aku dan kemudian aku gendong sambil aku pangku.
Saat itu Dila aku pangku dan posisi kami saling berhadapan. Aku tahu Dila tidak begitu nyaman karena kontolku menyodok pepeknya. Beberapa kali dia memundurkan badannya tapi dengan mengajaknya bercanda, kembali kontolku menyodok pepek mungilnya yang tertutup oleh sempak tipisnya.
Dan pada kesempatan yang pas, kemudian jempol tangan kananku kembali menarik bagian bawah bibir Dila. Perlahan dan penuh penghayatan aku kembali melumatkan bibir Dila dengan bibirku. Sambil mencumbui bibir Dila, tanganku mulai meraba-raba tubuhnya. Hingga akhirnya tangan kiriku masuk ke dalam sempak Dila dan dengan lembut meremas pantatnya.
Lonte lonte..., seperti bercinta aku saat itu dengan Dila. Walau tidak begitu lama karena kontolku benar-benar memberontak ingin dikocok. Dan perlahan aku menurunkan Dila dari pangkuanku. Setelah itu aku berdiri dan kembali menggendong Dila, lalu aku suruh dia berdiri di atas kursi.
Sambil aku ajak bercanda, akhirnya aku berhasil melorotkan sempak Dila hingga sampai betisnya. Dalam keadaan Dila sedang berdiri, aku berhasil mencium dan menjilat pepeknya. Dila yang merasa geli saat aku cium dan jilat pepeknya, nampak sedikit memberontak, tapi sambil tertawa. Karena kondisi memang memungkinkan akhirnya kedua jempol tangan kanan dan kiriku secara perlahan merekahkan pepek mungil Dila sambil aku jilati rekahan pepek mungilnya itu. Dila hanya kegelian dan tertawa.
Setelah itu aku memakaikan kembali sempak Dila, dan jujur kontolku begitu sangat ereksi sampai-sampai urat-urat yang berada di batang kontolku nampak keluar. Sebelum aku kembali berdiri di depan kaca untuk ngocok, Dila aku suruh duduk di kursi. Tampak Mi, In, Teti, Ning dan mertuaku masih serius berdiskusi dan memperhatikan laptop. Memang nampak sesekali mereka memandang ke arah ruang sound dan sekeliling ruang cafe, sementara aku berdiri di depan kaca sambil ngocok memperhatikan mereka.
Kembali debar jantungku berdetak kencang saat In bangkit dari kursi berjalan ke depan ruang sound sambil membawa HP. Dila sambil duduk memperhatikan aku yang sedang ngocok mengekspresikan birahi. Nampak In sedang selfi membelakangi ruang sound, kemudian baik Mi, Teti, Ning dan mertuaku bangkit dari kursi mereka dan bergabung berdiri di depan ruang sound. Mereka ikutan selfi.
Ah..., lonte pepek torok..., mereka sedang berfoto ria, sementara aku ngocok di balik kaca one way yang tembus pandang di belakang mereka. Benar-benar seperti ngocok langsung tanpa ada sekat. Aku begitu mengekspreikan birahiku. Apalagi saat mereka berdiri menghadap ke kaca. Dila yang tadinya duduk di kursi, lalu dia turun dan kemudian dia berdiri di sampingku memperhatikan aku yang sedang menuju puncak birahi.
Hentakan dan kocokan tanganku di kontolku begitu cepat. Suara hantaman telor kontolku yang aku ikat beradu dengan tangan serta selangkanganku begitu nyata terdengar olehku dan Dila yang berdiri memperhatikan aku ngocok.
Crot lah..., pepek pantat lonte torok kau Teti, Ning, Mi, In dan mertuaku..., langsung aku melambungkan tubuhku sedikit kebelakang agar posisi kontolku mengarah ke tubuhku. Begitu banyak muncratan maniku yang keluar, sampai-sampai mengenai dada dan perutku, serta melumuri tangan kananku. Dan sengaja tidak aku tahan dan tampung karena ini memang moment terbaik aku bisa ngocok di depan mertuaku, Teti, Mi, Ning, In dan Dila secara bersamaan. Bahkan Dila menjadi saksi dan penonton bagaimana aku ngocok mengekspresikan birahi sampai aku memuncratkan mani.
Berkelonjotan penuh kenikmatan tubuhku saat memuncratkan mani dari kontolku tepat di depan Mi, In, Teti, Ning dan mertuaku yang sedang menghadap ke kaca ruang sound dengan jarak sekitar 50 cm. Aku benar-benar seperti ngocok di depan mereka secara langsung. Aku tahu, mereka tertawa karena sedang membuat video. Tapi bagiku sepertinya mereka sedang tertawa bangga dan bahagia melihat aku sedang ngocok di balik kaca di depan mereka dengan ditemani oleh Dila.
Ah..., nikmatnya dan setelah itu secara perlahan aku memakai celanaku kembali. Sengaja aku biarkan maniku masih menempel di dada dan perut serta tangan kananku. Ah..., begitu lugunya Dila memperhatikan mani yang menempel di tubuhku. Dan saat aku lihat Mi, mertuaku, In, Ning dan Teti kembali duduk, lalu aku keluar dari ruang sound menuju ke kamar mandi untuk membersihkan maniku. Dan setelah aku memakai baju yang aku tinggal di ruang sound, lalu aku ajak Dila keluar untuk kembali duduk bersama dengan Mi dan lainnya.
Setelah beberapa saat ngobrol, sekitar jam 14 san kami makan siang bersama di cafe dan tak berapa lama setelah makan siang, In, Ning, Teti dan Dila pamit pulang. Mertuakupun ikut bersama mereka dan berboncengan dengan Teti.
"Bang, nanti malam ke rumah ya, kita makan-makan di rumah, ngumpul semua. Ini mamak sama Teti aja. Motornya kan gak cukup, nanti abang sama kak Mi aja", kata In padaku saat pamit pulang.
Setelah mereka pergi, Mi juga pamit pulang ke rumah. Dan tinggal aku sendiri di cafe. Ah..., kalau saja Mi mau aku ajak ngentot. Lonte lah..., jadi terobsesi pula aku pada Mi. Mengingat Mi yang hanya seorang diri di rumah, membuat aku berpikir pasti ada kesempatan yang bisa aku lalukan untuk dia aku jadikan target ngocokku. Akhirnya dengan bergegas aku menyelesaikan pekerjaan di ruang sound. Dan kalau selesai, berarti memang sudah tidak ada lagi pekerjaan yang aku lakukan di cafe.
Tak butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan pekerjaanku di cafe. Dan setelah selesai, sekitar jam 17:15 aku sudah di rumah Mi. Saat aku tiba di rumah Mi, nampak Mi sedang menyapu rumah. Dan sudah menjadi kemakluman mereka, kalau aku biasa bertelanjang dada di rumah. Jadi tanpa segan, sambil menonton TV aku membuka bajuku. Sebenarnya bukan menonton TV tujuan utamaku, melainkan aku mencuri pandangan memperhatikan Mi yang sedang menyapu rumah. Ah..., makin bohai tubuh Mi dengan pantatnya yang montok.
Birahiku kembali terpicu saat Mi menghidangkan teh manis. Saat dia menunduk meletakkan gelas di depanku, begitu jelas nampak tetek Mi yang tertutup sebagian oleh BH coklatnya. Ingin rasanya saat itu aku terkam dan meremas teteknya dari belakang. Lalu menyingkapkan baju dasternya sambil melorotkan sempaknya dan melesakkan kontolku ke dalam pepeknya dari belakang. Uh..., lonte pepek torok...
"***, kalau mau memakai kamar mandi silahkan duluan aja", kata Mi padaku.
"Gak papa nanti aja masih keringatan ni", jawabku dengan penuh harapan.
"Bener ni..., aku lama karena sekalian nyuci", kata Mi kembali untuk meyakinkan aku.
"Iya gak papa, lagian juga sekalian nonton TV dan dinginkan badan dulu", jawabku dengan senyum di hati, karena aku tahu dengan apa yang akan aku lakukan.
"Ya udah, tu diminum tehnya ya...", kata Mi sambil berjalan ke ruang tamu.
"Pintu depan ditutup ya..., karena kalau nonton TV takutnya gak tahu kalau ada orang yang masuk", kata Mi setelah kembali dari ruang tamu.
"Ooo, iya...", jawabku sambil berdiri dan hendak ke ruang tamu.
"Lha ini mau kemana?", tanya Mi.
"Mau nutup pintu", kataku polos saja.
Mendengar perkataanku Mi tertawa, karena maksud ucapannya dia menerangkan kalau pintu depan sudah dia tutup. Akupun jadi ikut tertawa. Mungkin Mi merasa sangat konyol dan lucu, hingga Mi tertawa sambil berjalan ke kamar mandi.
Akupun masih berdiri sambil memperhatikan Mi yang masuk ke kamar mandi. Dan begitu pintu kamar mandi ditutup, dengan sangat santai aku menarik bagian depan celana pendekku dan mengeluarkan kontolku sambil memainkannya hingga ereksi.
Sengaja aku tunggu beberapa saat dan setelah aku mendengar suara Mi mandi, langsung saja aku buka celanaku. Awalnya aku masih bugil di depan TV, dan kemudian secara perlahan aku berjalan menuju ke kamar mandi. Di depan pintu kamar mandi aku ngocok sambil mendengarkan Mi yang sedang mandi. Lonte..., benar-benar terbakar birahiku. Sambil memejamkan mata membayangkan tubuh Mi, aku ngocok dan menikmati setiap hentakan tanganku di kontolku. Adrenalineku sepertinya semakin terpicu. Begitu cepatnya hentakan tanganku yang mengocoki kontolku sambil pinggulku terkadang maju dan mundur. Baju dan celana yang aku tinggal di depan TV tidak begitu aku hiraukan.
Bahkan, ketika dari dalam kamar mandi tidak lagi aku dengar suara riak air, aku malah semakin nekat dengan membaringkan tubuhku di lantai tepat di depan pintu kamar mandi. Jujur, antar yakin atau tidak Mi akan melanjutkan mencuci pakaiannya, tapi aku, walau dengan debar jantung yang lumayan kencang, bertahan dengan kondisi tubuh telanjang tanpa sehelai benangpun dan melanjutkan ngocok dengan posisi telentang tepat di depan pintu kamar mandi.
Ada rasa yang berbeda saat itu. Dan kenekatanku sepertinya sangat diluar kendaliku. Bayangkan saja dalam keadaan bugil telentang dan pakaian yang berada di depan TV jauh dari posisiku, mau alasan apa seandainya tiba-tiba Mi membuka pintu kamar mandi dan mendapati aku dalam kondisi seperti itu. Bagaimana aku bisa bergerak cepat menghindar seandainya pintu kamar mandi itu tiba-tiba terbuka.
Ah..., lonte pantat pepek torok..., malah semakin bertambah adrenalineku dengan memejamkan mataku dan melanjutkan ngocokku dalam posisi bugil telentang di depan pintu kamar mandi. Begitu nikmat dan menantangnya saat itu sehingga aku lebih mendekatkan tubuhku ke pintu kamar mandi.
Kurentangkan kedua kakiku dengan cara mengangkang dan kedua telapak kakiku menempel di sisi kanan dan kiri kusen pintu kamar mandi. Ngocok sambil memejamkan mata menikmati hentakan tanganku di kontolku dan menghayalkan tubuh Mi yang sedang telanjang di dalam kamar mandi, siap untuk dikentot. Uh..., lonte pepek torok...
Apalagi terdengar olehku Mi mulai mencuci pakaiannya, terasa begitu santai aku ngocok dan membayangkan bentuk pepek Mi yang sedang jongkok mencuci pakaian. Terbayang seandainya pada saat Mi jongkok, lalu tubuhku telungkup, merayap sampai ke depan pepeknya. Uh..., pasti nikmat rasanya merekahkan pepek Mi dan menjilatinya.
Semakin liar hayalanku pada pepek Mi, semakin cepat kocokan tanganku di kontolku. Lonte pepek torok kau Mi..., nikmatnya..., muncratan maniku sampai mengenai dagu dan dadaku. Berkelonjotan penuh kenikmatan aku saat itu. Ah..., Nikmat sekali...
Walaupun aku sudah nembak mani, tapi aku tetap bertahan bugil telentang di depan pintu kamar mandi hingga aku dengar Mi mulai membilas pakaiannya. Aku begitu sangat terlena hingga selesai Mi membilas pakaiannyapun aku masih bertahan di depan pintu kamar mandi itu. Dan disaat sudah tidak ada lagi suara aktifitas dari dalam kamar mandi, kemudian perlahan aku bangkit dan berjalan santai menuju ke depan TV untuk mengambil dan memakai kembali celanaku. Aku yakin saat itu Mi sedang menyeka air di tubuhnya dengan handuk. Dan pastinya dia akan memakai pakaiannya kembali. Itulah sebabnya aku sangat santai. Sambil menyeka mani yang ada di dagu dan dadaku dengan baju, aku pura-pura menonton TV menunggu Mi keluar dari kamar mandi.
"Permisi maaf...", terdengar suara Mi yang membuat aku memalingkan wajahku ke arah belakang.
"Lupa bawa baju...", sambung Mi sedikit panik setelah mengetahui aku memalingkan wajahku ke arah belakang.
Uh..., lonte lonte..., pepek pantat torok lonte kau Mi..., begitu merutuknya hatiku saat melihat Mi yang hanya berbalut handuk dari dada hingga paha atasnya berjalan dengan sedikit malu sambil menutup bagian teteknya dengan tangan kanannya. Rasanya ingin aku berlari menyongsong Mi sambil mendekap tubuhnya dan membuka handuknya. Pepek pepek..., aku pura-pura memalingkan wajahku kembali ke arah TV, padahal aku melirik ke arah kamar Mi. Dan nampak jelas dari sudut mataku Mi masuk ke dalam kamarnya dengan tangan kirinya seperti menutupi pantatnya. Uh..., benar-benar mantap tubuh Mi dengan berbalut handuk seperti itu. Pantatnya itu lho yang nampak montok dengan paha yang besar dan sangat sesuai. Lonte pepek..., lonte torok kau Mi..., jadi ngences kontolku. Padahal baru beberapa menit yang lalu aku nembak mani. Ah..., pepek lah...
"Maaf tadi kelupaan bawa baju...", kata Mi setelah keluar dari kamar dengan wajah yang sedikit merona.
"Makanya jangan ngerjain orang, tadi ngetawain sampai puas ya...", jawabku sambil mengajaknya bercanda, mencairkan suasana dengan mengulang kembali kejadian saat aku salah tanggap atas pernyataannya soal pintu depan.
Akhirnya kami berdua tertawa dan suasana juga sudah mencair. Mi masuk ke kamar mandi dan kemudian keluar ke halaman belakang untuk menjemur pakaiannya. Lalu aku juga ke kamar atas untuk mengambil handuk dan pakaianku. Kemudian aku mandi sambil mencuci pakaianku.
Malamnya kami berboncengan menuju rumah In. Ah..., sepanjang jalan aku begitu terbayang akan keindahan tubuh Mi yang hanya berbalut handuk. Pepek pantat lonte..., inginnya aku membelokkan dan menghentikan motor untuk mengajaknya ngentot di kebun yang sunyi di sepanjang jalan menuju rumah In. Apalagi kalau bisa aku ngajak Mi ngentot di dalam kamarnya, pasti akan sangat nyaman dan bisa semalaman aku memuaskan Mi dengan kontolku.
Sekitar jam 22 malam kami pulang. Aku kembali membonceng Mi, sementara mertuaku diantar oleh suami In. Teti pulang diiringi oleh Ning dan suaminya.
Sampai di rumah, mertuaku menghidupkan TV. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan mertuaku untuk menonton TV dan aku setelah mengganti celana panjang yang aku pakai dengan celana pendek tanpa memakai sempak dan baju, duduk di kursi bergabung menemaninya bersama Mi yang lebih dahulu berada disana. Sambil menonton TV kami ngobrol. Dan mungkin karena sudah malam, Mi akhirnya pamit untuk tidur sementara aku masih menemani mertuaku yang tiduran di lantai sambil menonton TV.
Kamar Mi yang satu arah dengan posisi TV membuat aku leluasa untuk melihat situasi yang ada. Ah..., santai saja aku meremas-remas kontolku di belakang mertuaku yang mengajakku ngobrol sambil menonton TV. Makin diremas makin memberontak untuk dikocok. Perlahan tapi pasti kontolku mulai ereksi kembali. Uh..., padahal dari pagi hingga sore hari aku sudah 4 kali nembak mani, tapi kontolku terasa selalu kurang puas dan memberontak ingin dikocok.
Sambil menelusuri lekuk tubuh mertuaku yang mengajakku ngobrol sambil tiduran menonton TV dalam posisi menyamping membelakangiku, begitu membuat birahiku menggelegak. Ah..., dalam usianya yang hampir 61 tahunpun, karena tanggal 21-11-2022 nanti genap usianya 61 tahun, masih nampak begitu menggairahkan sekali mertuaku itu. Ada begitu banyak fantasi birahi pada mertuaku itu, yang membuatku begitu terobsesi padanya. Lekuk tubuhnya yang masih bohai dan pantatnya yang montok selalu saja membangkitkan birahiku padanya. Begitu ingin rasanya aku melesakkan kontolku ke dalam pepeknya. Begitu inginnya aku membanjiri pepeknya dengan maniku. Ah..., begitu inginnya aku merekahkan pepek mertuaku itu dan menjilatinya. Aku yakin dengan permainan lidahku di pepeknya, bisa membuat mertuaku itu sampai terkencing-kencing. Apalagi seandainya kontolku yang mengocoki pepek mertuaku itu, selain lendir kenikmatan pepek mertuaku yang keluar, pasti akan terkencing-kencing mertuaku itu mendapati sodokan dan kocokan yang bertubi-tubi dari kontolku.
Mungkin karena saat itu mertuaku sedang serius menonton TV, obrolan kami jadi berkurang. Perlahan aku bangkit dari kursi dan menurunkan bagian depan celanaku untuk mengeluarkan kontolku. Santai saja aku berdiri ngocok sambil memperhatikan mertuaku yang sedang menonton TV, padahal jarak antara aku dan mertuaku itu kurang dari 2 m. Ah..., lekuk tubuh mertuaku nampak begitu nyata dengan posisi rebahan menyamping seperti itu. Pantatnya nampak begitu menonjol. Uh..., pepek pepek..., rasanya ingin aku ikut merebahkan diri di belakang mertuaku dan melesakkan kontolku ke pepeknya.
Beberapa kali mertuaku mengganti siaran TV dan membuatku jadi tidak nyaman. Akhirnya dengan berat hati aku sudahi acara ngocokku dan dengan sedikit berbasa-basi dengan mertuaku, aku pamit tidur.
Ah..., pepek pantat torok..., begitu merutuknya hatiku saat berada di kamar karena menyia-nyiakan kesempatan ngocok di belakang mertuaku. Sambil membuka celanaku, lalu aku merebahkan tubuhku dan mengingat kembali kejadian-kejadian yang aku lakukan sepanjang pagi hingga sore hari. Ah..., ditambah lagi kenekatanku ngocok sekitar 2 m di belakang mertuaku yang nyata-nyatanya sedang menonton TV dan ngobrol denganku. Entah lah, begitu besar hasratku untuk dapat ngentot dengan mertuaku. Dan Mi, tubuhnya begitu indah saat hanya berbalut handuk, dengan pantat yang montok serta paha yang besar dan pastinya akan menjepit kontolku seandainya aku lesakkan ke dalam pepeknya. Dila juga, walau belum genap berusia tiga tahun, tapi terasa begitu nikmat saat aku melumatkan bibirku ke bibirnya. Dan pepek mungilnya itu juga terasa gurih saat aku jilat. Ah..., lonte pepek pantat torok..., kontolku kembali ereksi. Sudah empat kali aku nembak mani, tapi selalu saja setiap kesempatan dan imaginasi dapat membuat ereksi dan langsung memberontak ingin dikocok. Semakin aku menghayalkan pepek Mi, mertuaku, In, Ning, Teti dan Dila membuat birahiku begitu terpicu. Pepek lonte torok..., benar-benar aku ingin menggiliri pepek mereka satu persatu secara bergantian. Pasti akan nikmat seandainya mereka nungging atau telentang menunggu giliran untuk merasakan nikmat kontolku di pepek mereka.
Jam menunjukkan pukul 02:16 disaat birahiku begitu memuncak dan aku ada ide untuk bugil ngocok di halaman belakang rumah Mi. Perlahan aku keluar dari kamar dalam keadaan bugil dan melanjutkan langkahku menuruni tangga. Jujur, debar jantungku begitu terasa dan langkahku sangat berhati-hati saat menuruni tangga. Apalagi saat aku tiba di dapur. Ada rasa terkejut yang membuat aku menghentikan langkahku saat aku melihat ke arah ruang TV yang ternyata masih dalam keadaan menyala. Beberapa saat aku berdiam diri untuk memastikan kondisi yang ada.
Ada keraguan saat melihat kondisi TV yang masih menyala sementara pintu kamar Mi dan mertuaku dalam keadaan tertutup. Lonte pepek torok..., tiba-tiba aku seperti tertantang, dan membuat aku nekat untuk mendekati ruang TV. Aku seperti hilang kendali dan berjalan perlahan mendekati ruang TV. Keadaan ruang dapur dan ruang TV yang terang benderang semakin memicu adrenalineku.
Ah..., pepek pepek..., begitu aku sampai di ruang TV, aku dapati mertuaku dalam posisi telentang. Aku yakin saat itu dia sedang ketiduran karena TV belum dimatikan. Saat itu aku berdiri di balik kursi yang tadi aku duduki saat menemani mertuaku menonton TV. Dengan tatapan penuh birahi aku begitu menelusuri tubuh mertuaku yang telentang seperti minta aku kentot.
Uh..., perlahan tapi pasti aku mulai ngocok. Makin lama ngocok terasa semakin nikmat dan terasa sangat tanggung. Aku merasa tidak puas walau jarak aku ngocok sekitar 2 m di dekat mertuaku, karena saat itu aku masih berdiri di balik kursi. Ah..., pepek pantat torok...
Sambil tetap ngocok aku berjalan semakin mendekat ke posisi mertuaku. Hingga saat itu aku menghentikan langkahku karena kakiku sudah berada sekitar 5 cm di dekat kepala mertuaku. Kepala mertuaku berada diantara kedua kakiku, dan sambil ngocok aku begitu memperhatikan mertuaku yang tampak lelap dalam tidurnya. Nafasnya yang nampak teratur menandakan kalau saat itu mertuaku benar-benar nyenyak tidurnya. Ah..., begitu menggoda birahiku saat pandanganku menelusuri tubuh telentang mertuaku itu. Dan perlahan, sambil ngocok aku berjalan kembali, lalu berdiri di dekat kaki mertuaku. Begitu dalam pandanganku menelusuri bagian selangkang mertuaku, mencari celah untuk mendapati bayangan pepeknya. Ah..., seandainya aku bisa menyingkapkan dasternya dan melorotkan sempaknya..., pasti nikmat saat aku merekahkan pepek mertuaku dan menjilatinya. Apalagi setelah basah dari jilatanku, perlahan aku bisa melesakkan kontolku ke dalam pepeknya. Uh..., semakin bergejolak birahiku, yang membuat aku bertambah nekat dengan berdiri mengangkang di atas tubuh mertuaku. Dari kaki, perlahan aku menggeser posisiku hingga ke perutnya. Tangan kanan mertuaku berada di perutnya, sementara tangan kirinya berada di samping. Ah..., tubuh mertuaku, khususnya perutnya benar-benar berada diantara kedua kakiku. Begitu aku nikmati hentakan tanganku yang mengocoki kontolku. Dan akupun begitu penuh birahi ngocok di atas tubuh mertuaku itu sambil memperhatikan teteknya. Sambil memejamkan mataku menghayalkan pepek mertuaku, aku begitu santai ngocok di atas tubuhnya.
Lalu secara perlahan aku kembali menggeser posisi ngocokku dan dengan bertumpu pada lututku, aku ngocok di dekat kepala mertuaku hingga aku nembak mani. Uh..., nikmatnya..., sambil aku pejamkan mataku, aku menampung muncratan maniku dengan tangan kiriku. Ah..., tubuhku bergetar menikmati puncak birahiku dan aku begitu nikmati aliran maniku keluar dari kontolku. Memang tidak begitu banyak maniku yang keluar, tapi karena kental, jadi aku bisa menikmati aliran maniku yang keluar dari kontolku. Nikmatnya...
Dan perlahan aku bangkit meninggalkan mertuaku. Sebenarnya aku ingin ke kamar mandi untuk membersihkan maniku, tapi perasaanku tidak enak yang membuat aku mengurungkan niatku dan melanjutkan langkahku menuju kamar yang aku tempati.
Dan benar saja, setelah aku memakai kembali celana yang aku tinggal di kamar, lalu aku turun untuk membersihkan maniku, tak disangka aku bertemu dengan Mi yang hendak masuk ke kamar mandi. Saat itu Mi melihat aku dan dia hanya tersenyum. Sambil menunggu Mi selesai dari kamar mandi, aku duduk di kursi makan dan menyembunyikan tangan kiriku yang sedang menggenggam mani. Ah..., untung saja aku tidak jadi masuk ke kamar mandi dalam keadaan bugil.
"Belum tidur ***", kata Mi saat keluar dari kamar mandi.
"Udah, tapi kebangun karena mau ke kamar mandi", jawabku sambil menyembunyikan tangan kiriku dan langsung masuk ke kamar mandi begitu Mi berlalu dari hadapanku.
Pada saat aku keluar dari kamar mandi, aku lihat Mi membangunkan mertuaku dan mereka akhirnya masuk ke kamar masing-masing. Akupun melanjutkan langkahku kembali ke kamar. Wuih..., 5 kali nembak mani dalam sehari membuat aku begitu nyenyak tidur dan terlambat bangun pagi.
Setelah mandi dan sarapan pagi, aku duduk menemani mertuaku yang sedang menonton TV. Ah..., jadi teringat bagaimana aku berdiri ngocok di atas tubuhnya dan merasakan sensasi aliran maniku saat perlahan muncrat dari kontolku tepat di atas kepalanya...
Jujur, sambil ngobrol dengan mertuaku, berulang kali aku jepit telor kontolku dengan kedua pahaku. Uh..., terasa begitu nikmat. Dan tiba-tiba Mi ikutan duduk dan ngobrol karena dia telah selesai mengerjakan pekerjaan rumahnya.
"Mak, nanti Mi mau ke ATM mau ngambil uang, mau nitip apa?", kata Mi pada mertuaku.
"Gak ada lah, gak usah", jawab mertuaku.
"Lha..., di daerah sini ada ATM?", tanyaku yang membuat Mi dan mertuaku tertawa.
"Ya gak adalah ***, makanya Mi tadi nanya ke ibu mau nitip apa, karena ATMnya ada di kota", jawab mertuaku sambil tertawa.
"Ya udah, nanti kalau mau ikut ayo ***", kata Mi.
"Iya..., ditemani si ***** aja Mi kalau mau pergi ke ATM", timpal mertuaku.
Pepek pantat torok lah..., rutuk hatiku karena hilang kesempatanku berduaan dengan mertuaku di rumah. Padahal kalau seandainya Mi pergi sendiri, aku bisa menjadikan mertuaku sebagai target ngocokku.
Karena Mi yang mengajak aku dan mertuaku juga menyarankan agar Mi ditemani aku, dengan sedikit rasa malas aku ke kamar untuk mengenakan baju dan mengganti celana pendekku dengan celana training. Terasa kontolku sedikit berdenyut yang membuat aku mengurungkan niatku untuk memakai sempak. Lagipula pasti enak sepanjang jalan menjepit telor kontolku dengan kedua pahaku saat aku membawa motor membonceng si Mi.
Sebelum berangkat aku sudah mengingatkan Mi kalau cuaca sudah mendung. Tapi karena katanya gak mengapa, ya udah akhirnya kami jalan menuju pusat kota A S. Ah... memang terasa nikmat saat di sepanjang jalan berulang kali dengan gerakan yang tidak kentara aku menjepit telor kontolku dengan kedua pahaku. Apalagi kami menggunakan motor matic, jadi ya gerakannya nampak natural saja.
Singkatnya setelah mengambil uang di ATM dan makan bakso, kami kembali berjalan pulang. Dan benar saja, dipertengahan jalan menuju pulang cuaca yang mendung berubah gerimis dan mulai hujan. Aku sih berniat untuk menerabas hujan, tapi Mi mengatakan padaku untuk menepi dan berteduh.
"***, berhenti dulu, cari tempat berteduh. Dingin kali terasa badanku", kata Mi yang membuat aku sedikit mengurangi kecepatan motor sambil mencari tempat untuk berteduh.
Pilihan terdekatku adalah sebuah pos di ujung jalan menuju perumahan perkebunan. Mau tak mau karena kondisi Mi yang kedinginan membuat pilihanku jatuh pada pos itu sebagai tempat kami berteduh walaupun dari segi keamanan begitu sangat beresiko. Karena kami sedang membawa uang yang lumayan juga nominalnya sementara kami berada di jalan lintas yang hanya ada perkebunan sawit saja di sepanjang jalan.
Jujur aku jadi serba salah melihat kondisi Mi yang kedinginan. Walau kondisi pos sudah sangat usang, tapi ada sebuah bangku yang berada tepat di sisi tiang tengah pos yang kemudian Mi gunakan untuk duduk sambil menahan dingin. Ya kalau aku sendiri sih gampang untuk membuat tubuh Mi menjadi hangat, tinggal ngajaknya ngentot saja dah pasti akan kembali hangat, bahkanpun sampai berkeringat.
"Pakai bajuku aja ya untuk mengurangi angin dingin", tawarku pada Mi yang dia jawab dengan hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Makasih ya ***", kata Mi dengan suara bergetar menahan dingin setelah menerima bajuku dan langsung dia selimutkan ke bagian depan tubuhnya.
Hujan begitu deras dan bisa dibilang seperti badai dengan disertai angin kencang. Aku yang saat itu berada di bagian depan pos akhirnya masuk dan berdiri di dekat Mi yang sedang menyandarkan kepalanya di tiang pos.
Tiba-tiba, aku jadi ingat kejadian yang hampir sama terjadi dulu disaat aku mengantar mertuaku dan kami kehujanan. Ah..., kontolku perlahan mulai berdenyut.
Beberapa kali aku memanggil nama Mi dan memastikan kondisinya. Dan Mi hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya pertanda dia sedang baik-baik saja. Kemudian aku pura-pura berjalan mengitari pos sambil mengambil HP dari saku celanaku dan kemudian menghidupkan rekaman videonya. Aku tempatkan HPku yang sudah dalam posisi merekam itu di sekitar belakang Mi yang tidak dapat dia lihat kecuali kalau dia memalingkan wajah atau menghadapkan tubuhnya ke belakang. Aku meletakkannya di sebuah kayu agar dapat merekan dengan jelas seandainya aku berdiri di belakang Mi.
Lalu secara perlahan, sekitar 1 m di belakang Mi aku menarik bagian depan celanaku dan mengeluarkan kontolku. Beberapa kali aku pura-pura berjalan di belakang Mi dengan posisi kontol yang sudah keluar dari celanaku walau dalam kondisi belum ereksi dan kemudian aku kembali berdiri di belakang Mi.
Bukannya aku tidak perduli pada kondisi Mi, tapi jujur, lekuk tubuhnya begitu menggodaku sehingga perlahan dan dengan sangat santai aku mulai mengelus-elus kontolku agar ereksi. Bahkan aku menarik lebih ke bawah bagian depan celanaku agar telor kontolku yang aku ikat bisa bebas menggantung tanpa terhalang karet pinggang celana trainingku. Dan begitu ereksi, aku kembali pura-pura berjalan sambil pandanganku mengawasi Mi yang masih dalam posisi menyandarkan kepalanya di tiang pos.
Lalu aku berdiri di belakang Mi dan ngocok sambil menelusuri lekuk tubuh bagian belakang Mi. Ah..., begitu nikmatnya aku ngocok saat itu. Jarak antara kontolku dengan tubuh Mi hanya sekitar 1 m yang membuat aku benar-benar menikmati sensasi kocokan di kontolku.
Suasana hujan yang sangat deras dan kondisi jalan lintas yang sepi membuat aku menjadi lebih nekat. Apalagi posisi Mi yang tidak berubah dan hanya sedikit pergerakannya membuat aku tertantang untuk melorotkan celanaku hingga ke lututku. Ah..., pepek pantat lonte torok..., hampir bugil aku saat itu ngocok di belakang Mi. Begitu penuh birahi tatapan mataku menelusuri tubuh bagian belakang Mi. Sambil ngocok aku menghayalkan bagaimana seandainya saat itu aku mengajak Mi ngentot untuk menghangatkan tubuhnya. Begitu aku hayati ngocok sekitar 1 m di belakang Mi hingga terkadang aku memejamkan mataku menikmati sensasi hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku.
Hujan yang sangat deras membuat air mulai mengalir masuk ke dalam pos dan aku begitu nekat tetap ngocok dengan kondisi celana yang melorot hingga lututku di belakang Mi disaat dia menaikkan kakinya karena terkena air. Ah..., lonte pepek torok..., nikmatnya dan begitu memacu adrenalineku. Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa aku begitu nekat saat itu. Bahkan saat Mi menaikkan kakinya ke kursi sambil meringkukkan tubuhnya dan menyandarkan kembali kepalanya ke tiang pos aku masih saja ngocok di belakangnya.
Agar Mi tidak curiga, aku menghentikan acara ngocokku dan menarik ke atas celana yang aku lorotkan sambil menahan kepala kontolku diantara karet pinggang celana dengan perutku. Jadi walaupun ereksi tapi tidak menyodok bagian depan celanaku. Perlahan aku berjalan kembali sambil memperhatikan Mi yang sedang meringkuk bersandar di tiang pos. Jangan ditanya bagaimana letupan birahiku saat itu, karena sudah ingin saja aku rangkul tubuh Mi dan melesakkan kontolku ke dalam pepeknya.
Aku pura-pura berdiri di depan pos memandang kondisi sekitar yang nyaris tertutup jarak pandang karena lebatnya hujan. Kemudian aku membalikkan posisiku menghadap ke Mi sambil memperhatikannya. Ah..., lonte pepek torok..., beberapa saat aku memandang ke Mi dan dapat aku pastikan kalau saat itu dia dalam kondisi kedinginan sambil memejamkan matanya yang membuat aku mempunyai ide yang lebih nekat lagi. Aku yakin dengan posisi Mi yang bersandar meringkuk itu tidak akan dapat melakukan gerakan yang tiba-tiba, semisalnya memalingkan wajah ataupun tubuhnya langsung ke arah belakang. Ah..., pepek torok..., aku jadi tidak sabar untuk melakukan ideku itu.
Secara santai aku kembali berjalan melewati Mi sambil memandang ke wajahnya untuk memastikan kalau dia masih memejamkan matanya. Dan secara perlahan, sekitar 2 m di belakang Mi aku membuka celanaku. Aku benar-benar bugil sekitar 2 m di belakang Mi dengan kontol yang sangat ereksi siap untuk membuat terkencing-kencing pepeknya. Ah..., begitu terbakarnya birahiku. Lalu aku sangkutkan celanaku pada sebuah paku yang berada di dinding, di dekat HP yang sedang merekam aktifitas ngocokku.
Lonte pepek pantat torok kau Mi..., rutuk hatiku sambil ngocok dan berjalan perlahan mendekatinya. Detak jantungku begitu terasa seperti hendak mendobrak dadaku seiring dengan adrenalineku yang membuat aku terus saja mendekati Mi hingga jarak antara aku dan dia sekitar 1 m.
Lonte pepek torok..., saat itu aku benar-benar bugil ngocok di belakang Mi yang sedang menahan dingin, meringkuk dan bersandar di tiang pos. Benar-benar sangat nekat dan penuh resiko. Tapi itu malah membuat aku semakin menikmati hentakan tanganku yang begitu buas mengocoki kontolku.
Hujan deras yang menghantam atap seng pos membuat setiap gerakan dan suara di dalam ruang pos benar-benar tidak dapat terdengar dan begitu membuat aku bebas mengekspresikan birahiku sekitar 1 m di belakang Mi.
Suara telor kontolku yang beradu dengan tangan serta selangkanganku karena begitu cepat dan buasnya aku mengocoki kontolku sangat tersamarkan dengan derasnya hujan. Sambil aku nikmati kocokan di kontolku, pandangan mataku terus saja mengawasi Mi. Terkadang aku memandang tubuh bugilku yang berdiri ngocok di belakang Mi. Ah..., begitu dekatnya aku bugil ngocok di belakang Mi. Dasar pepek lonte torok..., nikmatnya...
Terkadang aku sampai memejamkan mataku membayangkan kenikmatan pepek Mi, padahal aku benar-benar tanpa sehelai benangpun berdiri ngocok di belakangnya. Semakin cepat aku ngocok, membuat aku semakin mendapati sensasi kenikmatan yang lebih disaat telor kontolku yang kopyor-kopyor ikut naik turun dan menghantam tangan serta selangkanganku.
Pepek pantat torok lonte kau Mi..., begitu aku tahan kelonjotan di tubuhku disaat aku menikmati puncak birahiku. Langsung saja aku mengarahkan tubuhku sedikit ke samping kiri agar muncratan maniku tidak mengenai tubuh belakang Mi.
Crot lah..., pepek lonte pantat torok kau Mi... Begitu banyak dan kentalnya maniku yang muncrat dibelakangnya. Sengaja aku biarkan maniku bebas muncrat sekitar 1 meter di belakang Mi tanpa aku tahan ataupun aku tampung. Nikmatnya..., sambil menahan kelonjotan di tubuhku, aku peras batang kontoku agar seluruh maniku benar-benar keluar dan aku biarkan berceceran di belakang Mi.
Lantai pos yang sudah tergenang air membuat ceceran maniku itu mengapung dan mengikuti gerakan arus air yang masuk ke dalam pos. Ah..., torok lonte kau Mi..., seandainya saja maniku yang banyak dan kental itu membanjiri pepek mu, pasti bunting kau Mi..., rutuk hatiku sambil secara perlahan aku melangkah mundur untuk mengambil celana yang aku sangkutkan di dinding pos.
Sambil mengacungkan jempol ke arah kamera HP, perlahan aku mulai memakai celanaku kembali. Kemudian aku mematikan rekaman video di HP, lalu aku berjalan dan berdiri di depan pos sambil menghadap ke arah Mi. Ah..., benar-benar nekat aku bugil ngocok di depan Mi. Padahal dia hanya memejamkan matanya karena menahan dingin. Pepek lonte toroklah..., semakin dalam aku memandang tubuh Mi, membuat birahiku kembali bergejolak. Tapi aku gak mau terlena dan akhirnya aku mengalihkan pandanganku ke air yang menggenangi lantai pos. Nampak jelas maniku berceceran dan terapung-apung di air. Beberapa gumpalan maniku dalam ukuran kecil berpencar di sekitar belakang Mi. Nampak jelas olehku ada tiga gumpalan maniku yang kental dan berukuran besar terapung-apung di depan bangku yang diduduki Mi. Aku yakin seandainya kaki Mi turun, pasti maniku itu mengenainya. Ah..., lonte torok lah..., seandainya aku nembak mani di dalam pepek Mi, pasti meluber maniku itu dari dalam pepeknya.
Akhirnya aku memanggil nama Mi dan dia bereaksi dengan membuka matanya, sambil merubah posisi tubuhnya dari bersandar menjadi duduk dengan kaki yang dia lipat ke samping. Lalu aku ajak dia ngobrol dan menanyakan tentang kondisinya. Jujur, selama aku mengajak ngobrol Mi, begitu meledak-ledak birahiku padanya. Apalagi terbayang olehku baru beberapa saat yang lalu aku bugil ngocok di belakangnya sampai aku muncrat mani. Lonte pepek torok lah..., perlahan kontolku mulai menggeliat ereksi.
"Ah..., dah mulai hilang rasa dinginnya", kata Mi sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dan melihat ke arah jalanan dimana hujan perlahan mulai reda.
"Tadi seperti kambuh malariaku, ni bajunya, makasih ya ***", kata Mi sambil menyerahkan bajuku.
"Jadi gimana, apa kita nunggu hujan benar-benar reda atau mau lanjut. Agak beresiko kalau kita terlalu lama disini", kataku sambil berharap Mi menurunkan kakinya dan mengenai maniku yang terapung di depannya.
"Sebentar lagi lah ***, ni hujan juga mau reda. Hampir satu jam kita di sini ya", kata Mi kemudian.
Akhirnya aku mengalah dan kami isi dengan ngobrol tentang cafe selama kami menunggu hujan reda. Air yang menggenangi lantai pos perlahan mulai surut seiring dengan hujan yang mulai mereda.
"***, dah reda hujannya. Kalau bisa motornya diparkirkan di depan aja biar aku langsung naik", kata Mi padaku.
"Ya udah, jangan turun dulu", kataku sambil beranjak dan membawa motor ke depan pos.
Dari atas motor, aku begitu memperhatikan genangan air di lantai pos, dimana karena aku tadi bergerak keluar dan membawa motor ke depan pos, membuat maniku yang kental dan menggumpal itu terapung-apung perlahan menjadi satu. Tepatnya dua dari tiga gumpalan maniku itu menjadi satu. Kemudian aku lihat Mi dengan posisi kaki kiri sedikit berjinjit menghindari genangan air, berjalan dengan sedikit tergesa menuju motor yang membuat maniku yang terapung-apung itu ikut bergerak dan menempel di kaki kanannya.
Ah..., pepek lonte kau Mi..., teriak hatiku penuh kegembiraan saat aku melihat dengan jelas maniku itu menempel di punggung kaki kanannya.
Lonte pepek torok..., tiba-tiba jantungku berdebar kencang saat Mi seperti sedang ngomong sendiri sambil memiringkan tubuhnya melihat ke arah kaki kanannya beberapa meter setelah kami meninggalkan pos.
"Ish..., apa ini", kata Mi sambil menghentakkan kakinya di foot step motor.
"Kenapa...", tanyaku berpura-pura tidak tahu dengan apa yang menempel di kakinya. Kan tidak mungkin seandainya aku katakan padanya kalau yang menempel di kakinya itu adalah maniku yang muncrat saat aku bugil ngocok di belakangnya.
"Ish..., kayak lendir...., ih..., memang lendir lah ini, tapi entah lendir apa. Banyak pula di kakiku. Masuk pula ke sela-sela jari kakiku", kata Mi sedikit panik.
Jujur, aku merasa wajahku sedikit pucat dengan degup jantung yang memburu. Tapi dengan nada sedikit bergemuruh aku tawarkan pada Mi untuk berhenti dan membersihkannya. Tapi Mi gak mau dan itu sedikit membuatku lega.
"Sepertinya lendir telor ikan ni... Ish..., geli kali aku", kata Mi yang membuat aku tersenyum di dalam hati.
"Eh itu di depan kita sepertinya ada genangan air, berhenti aja ya kita, biar dibersihkan", kataku pada Mi saat aku lihat ada genangan air.
"Gak usah, agak pelan aja, biar sambil jalan motornya aku nurunkan kaki", jawab Mi.
"Geli aku kalau melihat lendir telor ikan", kata Mi sambil mengatakan kalau di beberapa parit di sekitar perkebunan sawit terkadang ada ikan cupang.
Aku hanya tersenyum di dalam hati. Dan saat kami melintasi genangan air, Mi menurunkan kaki kanannya untuk membersihkan maniku. Fuih..., lega dan aman, serta puas rasanya selama sekitar 5 menit maniku menempel di kaki Mi dan dia mengetahuinya. Walaupun dalam pemikiran dia, maniku itu adalah lendir telor ikan.
Singkatnya setelah kami sampai rumah, Mi menceritakan kejadian yang kami alami termasuk juga tentang maniku yang menempel di kakinya.
"Ooo, iya telor ikan cupang itu..., lha wong si ****** kadang suka nyari ikan cupang di sawitan sama kawan-kawannya", komentar mertuaku.
"Ish..., geli kali aku, masuk pula lendirnya itu ke sela-sela jariku, banyak dan terasa licin", kata Mi lagi sambil menggerakkan tubuhnya pertanda dia merasa geli.
Aku hanya tertawa saja sambil mengajaknya bercanda dan mengatakan juga, walau hanya basa-basi, betapa paniknya aku melihat dia yang menggigil kedinginan.
"Iya ni si *****, jalan sana jalan sini panik gak menentu", kata Mi pada mertuaku sambil bercanda setelah mendengarkan penjelasanku yang membuat kami tertawa.
Beberapa saat kami ngobrol dan selama itu aku begitu menikmati kontolku yang terasa berdenyut nikmat di depan mereka, akhirnya aku pamit ke kamar. Ah..., sungguh nekat apa yang aku lalukan pada Mi. Tak dapat aku bayangkan seandainya dalam kondisi bugil ngocok di belakang Mi itu, tiba-tiba dia memalingkan wajahnya atau membalikkan tubuhnya. Tak akan ada alasan apapun seandainya dia memergoki aku dalam keadaan tubuh bugil tanpa sehelai benangpun berada di belakangnya, dan itu aku lakukan di tempat umum di siang hari. Ah..., lonte pepek torok..., kontolku kembali ereksi dan santai saja aku membuka pakaianku. Kemudian aku berbaring dalam keadaan bugil sambil melihat hasil rekaman video ngocokku di belakang Mi dari HPku dengan pintu kamar yang sengaja aku buka lebar.
Walau tidak terlalu cerah pencahayaan dari hasil rekaman itu, tapi terlihat sangat jelas bagaimana aku pura-pura berjalan hingga membuka celanaku di belakang Mi. Begitu jelas dalam hasil rekaman video itu bagaimana aku dalam keadaan bugil ngocok di belakang Mi mengekspresikan birahi sampai aku nembak mani. Ah..., lonte pepek torok lah kau Mi...
Awalnya aku mau ngocok sambil melihat hasil rekaman videoku, tapi akhirnya aku urungkan dan aku kembali memakai celana pendekku tanpa memakai sempak, seperti yang biasa aku lakukan selama aku berada di A S. Dan kali ini aku sengaja menjepit telor kontolku di paha belakangku yang membuat batang kontolku ikut tertarik ke arah bawah. Telor kontolku yang terikat dan membentuk bulat seperti bola itu tertahan di kedua paha belakangku membuat sensasi kenikmatan tersendiri bagiku, apalagi saat aku berjalan. Begitu terasa tekanan pada telor kontolku dari kedua pahaku itu. Ah..., lonte pepek torok lah..., beberapa kali aku berjalan di sekitar Mi dan mertuaku sambil menikmati sensasi kenikmatan itu.
Sore hari, dengan penuh kekecewaan aku mandi tanpa mendapati sempak Mi di dalam ember cuciannya. Mungkin masih dia tumpuk di dalam kamarnya. Tapi ada sedikit harapan saat aku menjemur handuk dan sempakku yang tak pernah aku pakai itu, aku melihat Mi dan mertuaku sedang menanam sesuatu di halaman belakang. Dan yang menjadi harapan terbesarku adalah cangkir besar berisi jus alpukat dan dua gelas yang masih kosong.
"Wuih..., ada jus ya...", kataku dengan nada sedikit keras agar mereka mendengarkan aku.
"Ambil aja ***, banyak itu...", kata mertuaku sambil memalingkan wajahnya ke arahku dan kemudian melanjutkan pekerjaannya.
"Main tanah dulu kami ***", kata Mi sambil bercanda.
Ah..., pepek pantat lonte..., aku seperti diberi kesempatan dan dengan santai aku kembali masuk ke dalam rumah sambil meremas-remas kontolku agar ereksi. Kemudian mengambil gelas dan menghentikan langkahku sebelum pintu dapur. Sambil memperhatikan mereka yang masih membelakangi rumah, perlahan aku menurunkan bagian depan celanaku sambil mengeluarkan kontolku.
Di pintu dapur aku berdiri ngocok di belakang Mi dan mertuaku. Tangan kiriku sambil memegang gelas, menahan bagian depan celanaku sementara tangan kananku begitu cepat mengocoki kontolku. Lonte pepek torok..., walau tidak begitu nyaman karena telor kontolku tertahan bagian depan celana yang aku lorotkan, tapi aku paksakan juga sambil menikmati sensasi ngocok sekitar 5 meter di belakang Mi dan mertuaku.
Aku nembak mani dan memuncratkannya ke dalam gelas yang aku pegang. Ah..., lonte lonte..., pepek torok pantat Mi dan mertuaku..., nikmatnya..., begitu segar kental dan banyak... Sambil menahan kelonjotan di tubuhku, aku peras batang kontolku agar tidak ada mani yang tersisa. Dan setelah itu aku menghampiri meja sambil menuangkan maniku ke dalam salah satu gelas dan membaginya menjadi dua.
Dengan sedikit gemetar aku tuangkan jus yang berada di cangkir ke dalam gelas yang berisi maniku. Lalu dengan menggunakan sendok yang berada di cangkir aku mengaduk-aduk maniku agar tercampur sempurna di dalam masing-masing gelas itu. Tak lupa juga aku menuangkan jus pada gelas yang nantinya akan aku pakai.
"Nih..., minum dulu..., jangan main tanah aja...", candaku saat aku menghampiri Mi dan mertuaku yang sedang ngobrol.
"Ih..., nampak kali menantunya lagi cari muka ni...", kata Mi bercanda sambil menerima gelas yang aku bawa.
Mendengar itu, kami semua tertawa. Dan sambil mengambil gelas dari ku, mertuaku memujiku.
"Naik tu kuping si *****", kata Mi sambil bercanda saat mendengar mertuaku itu memujiku.
Sambil sedikit tertawa aku berjalan meninggalkan mereka untuk mengambil gelasku serta cangkir yang berisi sisa jus dan kembali bergabung untuk ngobrol dan memastikan kalau maniku itu benar-benar mereka minum sampai habis.
Begitu puasnya aku melihat Mi secara pelahan mulai meminum jus saat kami ngobrol. Sambil jongkok aku menjepit telor kontolku menikmati kepuasan melihat Mi mulai meminum jus yang sudah tercampur oleh maniku.
"Kalau ini aku gak mau jaim, jus favorit dan enak ini rasanya..., gak sia-sia punya ipar seperti ini...", kata Mi sambil bercanda sesaat setelah meminum jusnya.
"Ish..., yang buat siapa, yang dipuji siapa", jawabku sambil bercanda juga.
"Takutnya ada pula yang nanti disuruhnya...", kataku lagi.
"Pas ini, asinnya juga terasa", kata Mi yang membuat mertuaku ikut meminum jusnya.
"Iya..., pas ini asin dan manisnya dapat. Padahal tadi gak niat buatnya...", timpal mertuaku setelah minum jusnya.
Lonte pepek pantat torok..., pasti lah jadi gurih karena bercampur dengan maniku..., jawab hatiku sambil tersenyum. Ah..., begitu terpuaskan hatiku melihat jus yang aku campur dengan maniku itu mereka puji kenikmatannya. Sambil ngobrol, kembali pikiranku melayang dengan kejadian saat aku bugil ngocok di belakang Mi. Ingin sekali aku mengajak Mi dan mertuaku ngentot secara bergilir. Pasti akan terpuaskan pepek mereka dengan kocokan kontolku. Ah..., pepek pantat torok..., perlahan kontokku kembali ereksi. Tapi aku harus menahan gejolak birahiku karena aku ingin memuaskan pandanganku melihat Mi dan mertuaku meneguk jusnya hingga habis.
Kami ngobrol tentang kebun sambil pandanganku menatap dengan puas saat mereka meminum jusnya. Apalagi Mi kembali menuangkan jus yang ada di cangkir dan kemudian menghabiskannya hingga benar-benar bersih dengan menggunakan sendok sisa-sisa jus yang masih berada di dalam gelasnya. Begitu juga mertuaku, saat kami mau beranjak masuk, dia menghabiskan jus yang ada di gelasnya.
Ah..., akhirnya Mi meminum maniku. Lengkap sudah kepuasanku karena sudah bugil ngocok sampai nembak mani di belakang Mi dan manikupun menempel di kakinya. Wow..., dengan Mi minum maniku, berarti bertambah lengkap kepuasan birahiku. Begitu juga dengan mertuaku yang dulu pernah minum air kencingku. Uh..., jadi denyutnya kontolku...
Sengaja aku berjalan di belakang mereka sambil mengeluarkan kontolku dan ngocok. Walau hanya beberapa kocokan yang bisa aku lakukan, tapi sensasinya itu yang aku nikmati. Dan langsung aku raih handuk yang aku jemur tadi untuk menutupi sodokan kontolku di bagian depan celanaku saat kami mulai memasuki pintu rumah.
Jujur, birahiku begitu meledak-ledak. Malam harinya aku kembali bergabung dengan mertuaku dan Mi yang sedang menonton TV. Awalnya karena mereka duduk di lantai, jadi aku berencana ikut duduk di lantai juga, tapi mereka tidak mengijinkan dan menyuruhku duduk di kursi.
Ya jadi kebetulan karena dengan begitu aku bisa menelusuri lekuk tubuh bagian belakang Mi dan mertuaku sambil sesekali meremas-remas kontolku. Ah..., lonte pepek torok..., aku seperti diberi kesempatan untuk ngocok di belakang mereka. Dan perlahan karena kontolku sudah ereksi, aku pura-pura berdiri sambil mengeluarkan kontolku dan kemudian aku duduk kembali. Di belakang Mi dan mertuaku dengan santai aku mempermainkan kontolku yang sudah sangat ereksi. Uh..., pasti terkencing-kencing pepek mereka seandainya aku kocok dengan kontolku. Lonte pepek torok..., perlahan aku mulai ngocok sambil menelusuri tubuh Mi yang nampak montok hampir menyamai montoknya tubuh Ning. Jarak antara aku dan mereka yang kurang dari 2 m itu membuat adrenalineku terpicu. Begitu aku nikmati gerakan perlahan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Sesekali Mi atau mertuaku mengomentari sinetron yang mereka tonton dan aku dengan suara yang sedikit tertahan juga kadang menimpalinya sambil tetap ngocok. Selain menelusuri lekuk tubuh mereka, pandangan mataku juga tetap mengawasi gerak-gerik Mi dan mertuaku.
Ah..., lonte pepek pantat torok..., nembak mani untuk ketiga kalinya aku saat itu. Nikmatnya..., hingga maniku itu muncrat ke perutku. Dan karena Mi maupun mertuaku masih asik dengan tontonan sinetronnya, aku jadi nekat berdiri dengan keadaan kontol di luar celana serta mani yang membasahi perutku berjalan menuju kamar mandi.
Ah..., hari yang sangat luar biasa. Setelah membersihkan maniku, lalu aku ke kamar. Dasar lonte pepek pantat torok..., seperti sengaja mereka membiarkan aku ngocok. Sambil membuka celanaku, lalu aku merebahkan tubuhku mengingat kejadian yang aku lakukan selama seharian bersama Mi dan mertuaku. Hari yang sangat istimewa bagiku. Kenekatan yang aku lakukan dengan cara bugil ngocok sekitar 1 meter di belakang Mi sampai aku nembak mani, itu benar-benar diluar dari rencanaku. Apalagi saat itu posisi kami berada di tempat umum. Hanya karena hujan deras dan memang suasana jalan lintas yang sunyi saja yang menjadikan kesempatan itu dapat aku lakukan. Apalagi saat maniku menempel di kaki Mi dan dia menyadarinya. Begitu puasnya aku saat mendengar Mi mengatakan bahwa maniku yang menempel di punggung kaki kanannya itu perlahan mengalir ke sela-sela jari kakinya. Lonte pepek torok..., secara nyata Mi dapat merasakan licinnya maniku di jari dan telapak kakinya, walau saat itu dia mengira bahwa yang menempel di kakinya adalah telor ikan.
Ah..., sambil aku remas telor kontolku yang masih terikat, aku mengingat bagaimana Mi dan mertuaku menghabiskan jus yang telah aku campur dengan maniku. Lonte pepek torok..., rasa asin maniku itu sepertinya menambah rasa gurih jus yang mereka minum.
Nonton TV sambil ngocok di belakang Mi dan mertuaku membuat aku teringat betapa seringnya dulu aku melakukan hal itu pada mertuaku. Begitu santainya aku dulu ngocok sampai nembak mani di belakang mertuaku yang sedang menonton TV.
Ah..., lonte pepek torok lah..., kontolku jadi memberontak ingin di kocok, saat aku ingat kejadian mertuaku yang sangat telak memergoki aku sedang berdiri ngocok di rumahnya. Ditambah lagi teringat aku saat melihat tubuh Mi yang hanya berbalut handuk, membuat tanganku perlahan mulai mengocoki kontolku hingga akhirnya aku nembak mani. Ah..., dalam seharian sudah empat kali aku nembak mani. Uh..., pepek Mi begitu menggoda birahiku.
Pagi hari saat sarapan, aku katakan pada Mi dan mertuaku, bahwa aku akan berangkat balik ke M menggunakan travel malam. Mi dan mertuaku sedikit terkejut dan menahanku agar tidak segera pulang.
"Sama ibu dan Teti aja pulangnya ***, biar ada yang ngawani kami di jalan. Kan tinggal besok", kata mertuaku.
"Iya ni si *****, sekali-kalinya datang ke A S. Atau aku telp si ***, minta ijin dulu", kata Mi.
"Kerjaan di cafe kan sudah selesai, jadi ya ngapain lagi hayo...", jawabku sambil bercanda.
"Ya udah sana ke kebun..., cangkuli kebun", kata Mi yang membuat kami tertawa.
"Ya udah nanti ibu telp si ***, besok aja pulangnya sama ibu dan Teti", kata mertuaku memberi keputusan.
Sebenarnya aku agak bingung juga mendengar permintaan. Apakah aku harus senang atau gimana. Jujur, sepertinya aku tak bisa mengendalikan birahiku selama aku berada di A S. Dari hari pertama yang memang hanya nembak satu kali, dengan mencium secara perdana pesing pepek Mi melalui sempaknya. Dilanjut dengan hari kedua, aku nembak mani sebanyak lima kali dengan sensasi yang lumayan exteme yaitu bugil ngocok berdiri mengangkangi mertuaku yang sedang tidur. Apalagi di hari ketiga, aku nembak mani sebanyak empat kali, dan yang luar biasanya adalah saat aku nekat bugil ngocok sekitar 1 m di belakang Mi. Jujur, keinginan untuk ngentot dan merasakan nikmat pepek Mi dan mertuaku begitu besar yang membuat birahiku begitu meledak-ledak jika aku berada di sekitar mereka. Ah..., pepek lah..., aku ikuti saja kemauan mertuaku dan Mi itu. Pastinya aku akan mempergunakan kesempatan yang ada untuk mengekspresikan birahiku pada mereka dengan sebaik-baiknya.
Setelah beberapa saat ngobrol, kemudian aku meminta kunci cafe. Birahiku begitu meledak-ledak saat aku berdekatan dengan mereka, sementara aku tidak mempunyai celah dan kesempatan untuk dapat ngocok di sekitar mereka. Jadi aku punya rencana mau bugil ngocok di cafe untuk meredakan gejolak birahiku.
Begitu aku hendak menyeberang jalan, Ning datang dan menanyakan mau kemana aku.
"Mau santai di cafe Ning, dengari musik", kataku pada Ning saat dia memarkirkan motornya di halaman rumah Mi.
"Ooo, ya udah bang, Ning masuk dulu ya...", kata Ning padaku.
Begitu aku sampai di cafe dan berada di ruang sound, langsung saja aku membuka baju serta celana pendekku. Sambil memutar video rekaman saat aku bugil ngocok di belakang Mi, tanganku mulai mempermainkan kontolku. Ah..., dengan rasa yang sangat santai aku bugil di dalam ruang sound. Kontolku sudah benar-benar sangat ereksi minta di kocok, membuat aku melangkahkan kaki berdiri di depan pintu. Ngocok dengan gerakan tangan yang begitu cepat membuat telor kontolku begitu liar bergerak naik turun dan beradu dengan selangkangan serta tanganku. Berisik sekali suara hentakan tanganku itu. Ah..., nikmatnya..., kopyor-kopyornya telor kontolku yang sudah empat hari aku ikat membuat sensasi kenikmatan ngocokku semakin bertambah. Tapi setelah aku pikir dengan kedatangan Ning di rumah Mi, bisa jadi suatu kesempatan bagiku. Akhirnya aku sudahi dulu acara ngocokku. Setelah memakai baju serta celana, lalu aku kembali ke rumah Mi.
Awalnya ada rasa kecewa saat aku menyeberang jalan dan mendapati motor Ning sudah tidak terparkir di halaman rumah Mi. Saat itu aku menyangka Ning sudah pulang. Tapi akhirnya aku tahu kalau motor Ning itu sedang dipakai Mi dan mertuaku untuk belanja saat aku menjumpai Ning sedang duduk di lantai mengolah adonan kue di depan TV.
"Lho motornya mana Ning", tanyaku pada Ning.
"Tu lagi dipakai kak Mi ama mamak belanja", jawab Ning sambil tetap melakukan aktifitasnya.
"Buat kue apa Ning", tanyaku lagi sambil duduk di lantai.
"Nanti sore ada pertemuan petani di balai pertanian bang, selama abang jadi ketua petani, setiap ada pertemuan, konsumsinya sebagian dari dia", kata Ning menerangkan padaku.
"Lha kan abang lagi di luar daerah...", tanyaku lagi.
"Oala bang..., bang..., gak harus ada juga bang ****** klo mereka mengadakan pertemuan. Kan ada wakilnya. Ada juga dari dinas pertaniannya", kata Ning sambil tertawa mendengar pertanyaanku.
Akupun ikut tertawa sambil secara samar menelusuri tubuh Ning yang berada di depanku. Ah..., lonte pepek torok..., makin montok aja tubuhnya.
"Bang ***, abang duduk di kursi aja", kata Ning saat bangkit mengambil sesuatu.
"Lha knapa Ning...", tanyaku sambil memandang Ning yang berjalan menuju ke dapur. Uh..., lonte lonte..., pepek torok pantat lonte..., rutuk hatiku melihat pantat Ning yang montok itu.
"Biar aku gak ngelewati-ngelewati abang lho..., biar abang gak geser-geser duduknya", jawab Ning yang membuat aku tertawa dan menjadikan itu adalah suatu kesempatan emas yang harus aku pergunakan selama Mi dan mertuaku pergi.
Sambil menunggu Ning, aku duduk dan menjepit-jepit telor kontolku dengan kedua pahaku menikmati desiran birahi membayangkan keindahan bentuk pantat Ning. Uh..., lonte pepek torok, pantatnya itu montok sekali... Kontolku perlahan mulai ereksi dan aku begitu menikmati letupan birahiku saat itu.
Seperti ngences kontolku saat memandang pantat Ning yang hendak duduk di lantai tepat di depanku. Uh..., lonte pepek torok..., inginnya aku menyuruh Ning berak untuk selanjutnya aku lesakkan kontolku ke dalam pantat dan pepeknya secara bergantian...
Agar suasana nampak natural, sengaja aku ajak Ning ngobrol. Dan pada suatu kesempatan, tanpa sungkan aku membuka bajuku saat Ning menoleh ke belakang. Tampak biasa aja Ning melihat aku membuka bajuku, karena sudah menjadi kebiasaanku bertelanjang dada di rumah, jadi aku anggap mereka sudah maklum.
Beberapa kali Ning bangkit mengambil sesuatu di dapur dan selama itu pandangan mataku dimanjakan dengan keindahan pantat Ning. Lonte lonte..., begitu ereksinya kontolku dan memberontak untuk dikocok.
Akhirnya semakin lama, obrolan kami semakin berkurang. Ning yang sedang mengolah adonan kue terkadang nampak fokus dengan tayangan sinetron yang dia tonton. Dan akupun begitu penuh tatapan birahi menelusuri lekuk tubuh bagian belakang Ning sambil tanganku meraba-raba kontolku yang sudah sangat memberontak minta dikocok.
Perlahan aku menarik bagian depan celana pendekku sambil mengeluarkan kontolku. Di belakang Ning dengan jarak sekitar 2 meter aku mulai ngocok. Ah..., walau hanya bagian belakang tubuh Ning saja yang dapat aku telusuri, tetapi begitu sangat membakar birahiku. Lonte pepek torok kau Ning..., nikmatnya...
Kenekatanku bertambah setelah memperhatikan Ning sepertinya begitu asik dengan sinetron yang dia tonton. Adrenalineku begitu terpicu yang membuat aku nekat bangkit dari kursi dan berdiri ngocok di belakang Ning. Lonte lonte..., inginnya aku lesakkan kontolku ke dalam pantat dan pepek si Ning...
Sambil mengawasi gerak-gerik Ning yang berada sekitar 2 meter di depanku, perlahan aku melorotkan celana pendekku hingga sebatas lututku. Uh..., lonte pepek pantat mu Ning..., begitu berdebarnya jantungku seiring dengan adrenalinku yang terpicu.
Aku ngocok dengan celana yang sudah melorot hingga ke lututku menikmati kopyor-kopyor telor kontolku yang ikut naik turun seirama kocokan tanganku di kontolku. Benar-benar nikmat ngocok sambil menelusuri tubuh bagian belakang Ning sambil menghayalkan pantat dan pepeknya.
Lonte pepek kau Ni..., crot juga aku akhirnya... Dengan menahan kelonjotan nikmat di tubuhku, tangan kiriku menampung dan menahan maniku yang begitu kental itu agar tidak muncrat ke tubuh Ning dan berceceran di lantai. Sambil aku peras batang kontolku agar tidak ada mani yang tersisa, kemudian aku menaikkan kembali celanaku dan aku langsung ke kamar mandi untuk membersihkan mani yang ada di tangan kiriku.
Ah..., aku jadi ingat saat dulu aku pernah ngocok di belakang Ning yang sedang menyetrika pakaian. Saat itu aku juga nekat dengan menyingkapkan sarung yang aku pakai dan santai ngocok sambil menelusuri tubuh belakang Ning hanya beberapa meter darinya. Malahan aku begitu sangat nekat bertahan ngocok dengan sarung yang aku singkap ke atas saat Ning menggeser posisi tubuhnya dari membelakangi aku menjadi menyamping. Ah..., lonte pepek pantat mu Ning...
Setelah selesai membersihkan mani, lalu aku berjalan ke ruang TV lagi. Ah..., lonte pepek torok..., begitu kental dan banyak maniku muncrat karena kau Ning... Aku yakin sekali aja aku ajak ngentot si Ning, pasti bunting dia. Pepek lah..., baru aja nembak mani, berdenyut lagi kontolku saat aku mulai mendekati posisi Ning yang sedang mengolah adonan kue sambil menonton TV.
"Dari mana bang, perasaan tadi abang duduk di belakang, gitu aku diajak ngobrol dan melihat kebelakang abang gak ada...", tanya Ning saat menoleh ke belakang dan melihat aku sedang berjalan kearahnya.
"Ish..., emang abang datang gak diundang pulang gak diantar", jawabku asal dan membuat Ning tertawa.
Dan setelah itu kami ngobrol tentang cafe hingga akhirnya Mi dan mertuaku pulang. Jujur, selama ngobrol dengan Ning, begitu berdesir birahiku dan ingin rasanya aku mengajak Ning ngentot. Ingin sekali aku melesakkan kontolku ke dalam pantat dan pepeknya, serta membanjiri pepeknya dengan maniku agar dia bunting. Karena sampai sekarang Ning belum punya anak, jadi kan tak mengapa seandainya aku yang membuat dia bunting dan mempunyai anak.
Akhirnya aku kembali ke kamar setelah aku lihat tidak ada peluangku untuk bisa mengekspresikan birahiku dan menjadikan mereka sebagai target ngocokku. Sambil bugil di kamar dengan pintu yang terbuka lebar aku berbaring membayangkan seandainya mereka bertiga saat itu mau aku ajak ngentot secara bergilir.
Sesaat setelah aku selesai makan siang, Teti datang bersama Dila. Nampak repot si Teti melihat Dila yang sebenarnya sangat antusias melihat mereka sedang masak, tapi dianggap mengganggu.
"Yuk Dila, sama *****", ajakku pada Dila saat aku katakan pada mereka aku akan kembali ke kamar untuk beristirahat.
"Tu sama ***** sana, jangan lasak gini lah...", kata Teti sambil memarahi Dila.
"Yuk main HP kita...", kataku pada Dila yang membuatnya mau ikut denganku.
"Tidurnya nanti dia", kataku pada Teti sambil menggandeng tangan Dila yang dijawab Teti dengan anggukan kepalanya saja.
Saat akan naik tangga, aku gendong si Dila sambil aku ajak bercanda. Dan begitu kami sampai di kamar, Dila aku turunkan dari gendonganku. Hanya dengan jarak sekitar 50 cm, santai saja aku membuka celanaku di depan Dila yang sedang berdiri menghadap ke arah aku. Dia nampak terpaku memperhatikan kontolku dan sesekali memandang ke wajahku. Lalu aku mengambil HPku sambil menghidupkan mode merekam dan aku pegang dengan tangan kiriku.
Sambil aku ajak ngobrol dan bercanda, di depan Dila aku mulai meraba dan meremas batang kontolku agar ereksi. Dila nampak begitu antusias memandang kontolku dan memperhatikan bagaimana kontolku itu perlahan mulai ereksi hingga benar-benar tegak menantang dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Ah..., pepek lonte..., begitu memberontaknya kontolku minta dikocok.
Dengan bertumpu pada kedua lututku, aku mensejajarkan posisiku pada Dila. Sambil mengajaknya bercanda, perlahan wajahku semakin mendekat ke wajah Dila. Penuh kelembutan aku kecup bibir Dila. Dan setelah beberapa kali kecupan bibir yang diselingi candaanku pada Dila, akhirnya aku melumatkan bibirnya dengan bibirku.
Ah..., pepek lonte..., sambil aku pejamkan mataku, aku begitu menikmati ciuman bibirku pada Dila. Kontolku begitu terasa berdenyut merasakan sensasi ciuman bibir dengan anak perempuan yang belum genap berusia 3 tahun itu. Beberapa kali aku melumatkan bibir Dila dengan bibirku. Sampai akhirnya, aku kembali berdiri di depan Dila sambil membimbing kedua tangan Dila untuk memegang dan meremas telor kontolku.
Dila nampak senang saat meremas telor kontolku. Aku bimbing tangannya untuk menarik telor kontolku dan aku biarkan tangan Dila mempermainkan telor kontokku. Sesekali tangan Dila juga mencengkram batang kontolku dan sepertinya dia lebih tertarik untuk mempermainkan telor kontolku yang terikat dengan bentuk yang membulat.
Sambil tertawa Dila meremas-remas telor kontolku dan aku begitu menikmati saat-saat dimana Dila merasa gemas dengan telor kontolku. Aku biarkan Dila menarik secara kasar telor kontolku. Ah..., lonte pepek torok kau Dila..., nikmatnya... Kontolku ngences dan begitu memberontak ingin dikocok. Tapi sengaja aku menunda acara ngocokku dengan membiarkan Dila bermain dengan kontolku.
Lalu aku ada ide lain saat aku melihat jari Dila. Dengan lembut akhirnya aku melepaskan tangan Dila dari telor kontolku dan kemudian aku raih tangan kanan Dila. Sambil aku peragakan cara menggenggam tangan, lalu jari kelingking Dila aku pegang dan aku arahkan ke kepala kontolku yang sudah ngences mengeluarkan lendir bening.
Aku gesek-gesekkan jari kelingking Dila itu di sekitar kepala kontolku agar basah dengan lendir beningku. Dila hanya diam memperhatikan sambil sesekali memandang ke wajahku. Sambil aku bercerita seperti mendongeng, tanganku sambil memegang jari Dila ikut bergerak sesuai dengan cerita yang aku katakan pada Dila.
Hingga akhirnya ujung jari kelingking Dila berada di kepala kontolku. Secara perlahan tanganku membimbing dan memasukkan jari kelingking Dila itu ke dalam lobang kontolku. Uh..., lonte..., beberapa kali aku berusaha memasukkan jari kelingking Dila itu ke dalam lobang kontolku. Ah..., rupanya jari Dila lebih besar sedikit dari catheter FR 22 yang kadang aku gunakan saat aku iseng ngocok untuk mendapatkan sensasi yang berbeda.
Kontolku yang masih ngences membuat aku menggunakan lendir yang keluar dari kontolku sebagai pelicin di jari kelingking Dila. Dan perlahan tapi pasti ujung jari kelingking Dila mulai masuk ke dalam lobang kontolku. Terasa agak sakit, tapi nikmat yang membuat aku terus saja memaksakan jari kelingking Dila itu masuk ke dalam lobang kontolku. Beberapa kali jari kelingking Dila itu aku cabut dari lobang kontolku dan aku masukkan kembali agar ada jalan di dalam lobang kontolku. Sesekali aku juga meremas batang kontolku agar lendir kontolku keluar dan aku gunakan sebagai pelicin di jari kelingking Dila.
Penuh kesabaran aku memaksakan jari kelingking Dila itu agar masuk ke dalam lobang kontolku, apalagi dengan kondisi tangan kiriku yang sedang memegang HP untuk merekam video membuat sedikit terpecah konsentrasiku. Perlahan, jari kelingking Dila masuk ke dalam lobang kontolku. Awalnya sampai ruas pertama jari kelingking Dila masuk ke dalam lobang kontolku. Lalu aku tarik perlahan dan aku masukkan kembali hingga akhirnya seluruh jari kelingking tangan kanan Dila masuk ke dalam lobang kontolku.
Lonte..., nikmat bercampur rasa sakit terasa jelas di kontolku. Apalagi karena sudah sangat licin dan memang sudah ada jalan di dalam lobang kontolku membuat aku mengocoki lobang kontolku dengan menggunakan jari kelingking Dila.
Aku hanya tersenyum walau penuh rasa birahi saat Dila memandang ke wajahku. Dia juga nampak menyukai permainan jarinya di lobang kontolku. Terasa kadang Dila menggerak-gerakkan jari kelingkingnya saat berada di dalam lobang kontolku. Ssshhh, nikmatnya..., sambil aku bimbing tangan Dila agar mengocoki lobang kontolku. Ah..., nikmatnya saat memandang seluruh jari kelingking tangan kanan Dila itu masuk ke dalam lobang kontolku, mentok sampai pangkal jarinya. Kamera video di HPkupun aku dekatkan untuk memperoleh hasil yang sempurna merekam bagaimana jari kelingking Dila benar-benar mentok sampai pangkal jarinya dan mengocoki lobang kontolku.
"Cup..., dia keluar dan masuk lagi...", kataku sambil bercanda saat aku menarik keluar jari kelingking Dila dan memasukkannya kembali ke dalam lobang kontolku.
Dila tertawa mendengar canda-candaan yang aku lontarkan selama jari kelingkingnya aku gunakan untuk mengocoki lobang kontolku. Secara naluri tangan kiri Dila memegang dan meremas-remas telor kontolku. Malahan terkadang Dila menarik-narik telor kontolku dan itu aku biarkan karena memang menambah kenikmatanku saat itu.
Perlahan tapi pasti tanganku membimbing tangan Dila melakukan gerakan keluar masuk dari lobang kontolku, hingga akhirnya aku lepas pegangan tanganku di tangan Dila. Gerakan-gerakan jari kelingkingnya di dalam lobang kontolku begitu membuat aku tidak bisa lagi menahan keinginanku untuk segera ngocok.
Ah..., nikmat sekali rasanya saat aku ngocok dengan posisi jari kelingking Dila masuk hingga mentok di pangkal jarinya. Dila juga sepertinya suka dan merasa gemas dengan meremas telor kontolku. Berulang kali dia menarik dengan kasar telor kontolku dan menggerak-gerakkan jarinya yang berada di lobang kontolku.
Tanganku juga begitu buas mengocoki kontolku. Apalagi kontolku berada di tengah kedua tangan Dila membuat aku leluasa mengocoki batang kontolku. Ah..., tangan kiri Dila yang meremas-remas telor kontolku, dan tangan kanan Dila dengan jari kelingkingnya masuk sampai mentok di pangkal jarinya terasa seperti menopang kontolku.
Tangan kananku yang berada diantar kedua tangan Dila terasa bebas mengocoki kontolku yang begitu sangat ereksi. Dan tanpa aku suruh, saat aku ngocok, Dila mencabut dan memasukkan kembali jari kelingkingnya ke dalam lobang kontolku. Jelas aku lihat Dila seperti sedang mengocoki lobang kontolku dengan sedikit menarik kelingkingnya hingga sampai ruas jarinya yang kedua dan memasukkan kembali hingga mentok ke pangkal jari kelingkingnya dan itu dia lakukan secara berulang-ulang selama aku ngocok.
Uh..., lonte pepek torok kau Dila..., nikmatnya... Dan tanganku semakin cepat mengocoki kontolku. Suara hentakan tanganku yang naik turun mengocoki kontolku begitu jelas terdengar menambah sensasi kenikmatan birahiku. Apalagi saat aku memandang Dila yang begitu seksama memperhatikan gerakan tanganku yang begitu buas mengocoki kontolku.
Lonte torok..., pepek lonte kau Dila..., rutuk hatiku saat aku nembak mani dengan posisi jari kelingking Dila yang masih berada di dalam lobang kontolku dan membuat muncratan maniku itu jadi tertahan. Luar biasa..., ah..., sangat luar biasa nikmatnya...
Sambil aku tahan kelonjotan tubuhku, aku lepas cengkraman tangan kananku dari kontolku, dan memegang sambil menahan tangan Dila agar tidak mencabut jari kelingkingnya dari lobang kontolku.
Mungkin Dila menganggap aku sedang bercanda saat menahan kelonjotan nikmat di tubuhku. Dia tertawa sambil menarik telor kontolku. Lonte..., luar biasa sensasi nikmat yang aku dapatkan...
Begitu aku rasakan bagaimana muncratan maniku itu tidak dapat keluar dari kontolku karena tersumbat oleh jari kelingking Dila. Terasa memenuhi batang kontolku dan mengalir balik ke dalam kontolku. Ssshhh..., sakit tapi penuh kenikmatan.
"Pelan-pelan dikeluari ya Dila...", kataku pada Dila setelah reda kelonjotan yang aku rasakan pada tubuhku sambil tangan kananku bersiap-siap menampung mani yang akan keluar dari kontolku.
Lonte pepek torok kau Dila..., namanya anak-anak, bukannya langsung dicabut, Dila malah seperti mengocoki lobang kontolku dengan menarik sedikit jari kelingkingnya dan memasukkannya kembali dan dia ulang beberapa kali sambil tangan kirinya yang sebelumnya meremas telor kontolku, mencengkram kuat batang kontolku.
Ssshhh..., nikmatnya..., lonte pepek pantat torok kau Dila..., rutuk hatiku menikmati kocokan jari kelingkingnya di lobang kontolku yang sudah penuh dengan maniku. Dan nampak beberapa tetes maniku keluar dari lobang kontolku selama Dila melakukan itu.
Sampai akhirnya Dila benar-benar menarik keluar jari kelingkingnya yang membuat maniku muntah dari kontolku. Iya bukan muncrat, tapi muntah keluar dari kontolku secara perlahan. Lonte kau Dila..., begitu nikmatnya saat maniku itu keluar dari kontolku. Ada yang kental dan ada yang encer maniku itu perlahan keluar dari kontolku yang aku tampung dengan tangan kananku. Begitu banyak dan sangat sayang untuk dibuang.
Lalu aku letakkan HPku yang masih dalam posisi sedang merekam itu di ranjang dan aku menggunakan bantal agar posisinya tetap dapat merekam aktifitasku. Kemudian, aku bawa Dila lebih mendekat ke ranjang sambil aku ambil gelas plastik bekas air mineral yang belum sempat aku buang.
Aku tuangkan seluruh mani yang berada di tangan kananku itu ke dalam gelas plastik. Dila hanya memperhatikan saja. Tangannya bermain dan meremas-remas telor kontolku. Sambil bercanda, aku mengangkat gelas plastik yang berisi maniku itu seperti pesawat yang sedang terbang dan pura-pura aku minum.
Dila tertawa melihat aku seperti itu. Sambil meraih HPku dengan tangan kiriku, lalu aku mengangkat gelas plastik itu dan seperti menerbang-nerbangkannya di depan wajah Dila.
"Buka mulutnya Dila, aaaa, pesawatnya mau masuk, aaa...", kataku pada Dila sambil memperagakan mulutku terbuka agar dia juga membuka mulutnya.
Lonte pepek torok..., terekam jelas disaat mulut Dila terbuka, gelas plastik yang aku pegang di tangan kananku langsung mendarat di bibirnya dan langsung aku tuang maniku itu ke dalam mulutnya. Memang tidak sekaligus aku memasukkan maniku ke dalam mulut Dila. Karena saat pertama kali aku tuangkan maniku itu ke dalam mulutnya, nampak seperti bergidik kepala Dila sesaat setelah meminum maniku. Dan yang kedua kalinya, sempat Dila mengatakan gak mau.
Sambil aku bujuk dengan bercanda, akhirnya aku duduk di lantai sambil menyelonjorkan kakiku. Sambil aku rayu untuk main games di HPku, akhirnya Dila mau tidur telentang di atas kakiku. Kepala Dila berada di kontolku. Kemudian aku ulangi lagi dengan membuat gelasku melayang seperti pesawat di atas wajah Dila, lalu aku suruh Dila membuka mulutnya sambil aku tuang secara perlahan maniku yang berada di dalam gelas plastik itu hingga habis tanpa sisa.
Setelah itu aku suruh Dila naik ke ranjang dan sengaja aku posisikan pantatnya berada di sekitar tepi ranjang, sementara kakinya menjuntai. Sambil aku janjikan akan main games, perlahan aku melorotkan sempak Dila dan mengangkat kakinya untuk memposisikannya di tepi ranjang sejajar dengan pantatnya. Dila saat itu tertawa karena aku ajak bercanda. Kamera videoku begitu leluasa merekam pepek mungil Dila. Apalagi disaat aku merekahkan pepek mungil Dila dengan menggunakan jari jempol dan telunjuk tangan kananku, begitu jelas dan sangat indah.
Sayangnya saat aku mulai menjilati pepek Dila, aku tidak dapat merekamnya karena Dila menagih janjiku untuk memberikan HPku. Dila asik dengan gamesnya, sementara aku juga asik menjilati pepek mungilnya. Sesekali Dila nampak kegelian dan mengangkat pantatnya sambil menggeser posisi tidurnya. Akupun dengan bercanda memposisikan kembali agar Dila tetap mengangkang di tepi ranjang. Begitu puasnya aku menjilati pepek Dila. Begitu puasnya lidahku bermain di rekahan pepek mungilnya. Sambil ngocok berdiri memperhatikan pepek Dila, aku begitu menikmati hentakan tanganku di kontolku. Seandainya aku lesakkan kontolku ke dalam pepek Dila, bisa koyak parah ni pepeknya. Sesekali aku gesekkan kepala kontolku ke pepek Dila.
Mungkin karena efek jari kelingking Dila yang mengocoki lobang kontolku membuat sedikit rasa sakit pada kontolku saat aku kocok. Akhirnya aku sudahi acara ngocokku dan karena aku sudah puas menjilati serta merekahkan pepek Dila, kemudian aku memakaikan kembali sempaknya.
Santai saja aku yang masih dalam keadaan bugil merebahkan tubuhku di samping Dila yang sedang asik main games. Dan tak lama kemudian, Dila nampak ngantuk dan akhirnya dia tidur.
Beberapa saat aku masih mempemainkan kontolku yang ereksi di samping Dila menunggu dia tertidur nyenyak. Sambil aku cium bibir Dila, tanganku meraba pepek mungilnya.
Ah..., pepek lonte..., kontolku memberontak ingin dikocok yang membuatku terpaksa bangkit dari ranjang. Sambil menarik dengan perlahan tubuh Dila agar posisinya lebih ke tepi ranjang, kemudian aku membuka sempaknya lagi.
Kembali HPku dalam posisi merekam video. Kali ini aku sangat bebas merekam pepek mungil Dila. Sambil aku rekahkan pepeknya, kemudian aku mulai menjilatinya kembali. Mode kamera depan untuk merekam video membuat aku bisa memposisikan kamera dan mendapatkan hasil rekaman yang sesuai dengan keinginanku.
Puas aku menjilati rekahan pepek Dila, kemudian secara lembut aku menempelkan kontolku di pepek Dila. Aku hanya sedikit menekan-nekan kepala kontolku di pepeknya, karena bisa koyak lebar pepek si Dila itu seandainya aku benar-benar melesakkan kontolku ke dalam pepeknya.
Kemudian aku mengambil bajuku dan menjadikannya sebagai alas di sekitar pantat Dila dan tepi ranjang. Lalu aku merekahkan pepek Dila dan langsung menempelkan kepala kontolku di pepeknya. Sedikit aku tekan kepala kontolku di pepek Dila agar kontolku tetap berada di tengah rekahan pepeknya. Kemudian aku ngocok sambil terus merekam posisi kontolku yang berada di tengah rekahan pepek Dila. Sesekali aku juga mengarahkan kameraku ke wajah Dila yang nampak pulas tidurnya. Tangan kananku asik mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku bertugas merekam keindahan pepek Dila yang tersumpal oleh kepala kontolku.
Nyeri yang aku rasakan di lobang kontolku akibat kocokan jari kelingking Dila tidak begitu aku hiraukan. Semakin cepat tanganku mengocoki kontolku sambil sesekali pinggangku sedikit maju menekan agar kepala kontolku benar-benar menempel di tengah rekahan pepek Dila.
Aku nembak mani dengan posisi kepala kontolku yang benar-benar menempel di rekahan pepek Dila. Nikmat sekali..., walau tidak terlalu kental, tapi begitu banyak maniku yang keluar muncrat membasahi dan membanjiri rekahan pepek Dila. Ah..., lonte pepek torok..., aku berkelonjotan penuh kenikmatan dengan posisi kepala kontolku masih berada di rekahan pepek Dila.
Setelah nembak mani, sengaja aku biarkan maniku itu tetap membanjiri pepek Dila. Aku merekam bagaimana maniku itu dari awalnya membanjiri pepek Dila, kemudian secara perlahan mengalir ke bagian pantat Dila dan terus mengalir ke bajuku yang aku pergunakan sebagai alas di sekitar pantat Dila.
Sisa mani yang masih berada di pepek dan sekitar pantat Dila kemudian aku bersihkan dengan bajuku. Dan untuk memastikan agar benar-benar bersih, lalu aku ludahi pepek Dila sambil aku bersihkan kembali.
Setelah aku yakin pepek Dila dan sekitar pantatnya sudah tidak ada bercak mani yang mengering, lalu aku mengenakan kembali sempaknya sambil merapikan bajunya yang aku singkap selama aku memanjakan diriku di pepeknya.
Kemudian aku turun dan bergabung dengan Mi, Ning, Teti dan Mertuaku. Saat melihat aku, Teti menanyakan soal Dila dan aku katakan bahwa Dila sedang tidur.
"Ya udah bang, temani Dila aja, nanti takutnya dia bangun dan gak ada orang, bisa jerit-jerit dia", kata Teti.
"Iya lho ***, lagian inikan masih kerjaan perempuan semua, nanti klo mau bantu nyuci piring", timpal Mi sambil bercanda.
Ya aku gak langsung kembali ke kamar. Setelah beberapa saat ngobrol, baru kemudian aku pamit balik ke kamar.
Ah..., Dila nampak pulas tidurnya. Perlahan aku merebahkan tubuhku di samping Dila dan penuh kelembutan aku mencium bibirnya. Lalu aku memutar hasil rekaman videoku sambil tanganku bermain di pepek Dila. Beberapa saat kemudian, Dila terbangun dari tidurnya. Dan akupun langsung mencari cara agar apa yang aku lakukan padanya itu tidak terlalu membekas dalam pikirannya.
Sambil aku memutar youtube, aku selingi dengan bercanda. Beberapa kali tangan Dila mengarah ke kontolku yang kemudian aku tepis dengan lembut. Sambil aku janjikan boleh melihat youtube selama berada bersamaku, aku memberi syarat agar Dila gak boleh memegang bagian kontolku.
Akupun menetralkan suasana dengan tetap memakai celanaku selama aku berada bersama Dila. Ada sekitar 1 jam aku dan Dila berada di kamar tanpa aku sentuh secara birahi. Dila juga nampak terhanyut dengan tontonan film kartun di youtube dan sengaja aku biarkan. Sampai akhirnya dengan perasaan sedikit berdebar aku ajak Dila turun.
Selama kami bergabung, Dila lebih banyak bersama Teti. Begitu juga saat makanan yang mereka buat itu dijemput oleh beberapa orang yang kemungkinan merupakan anggota petani, Dila tetap bersama Teti yang sibuk ikut mengemasi. Aku hanya kebagian mengangkati makanan ke mobil membantu para petani itu.
Malamnya, terasa sesak dadaku saat akan menerima telpon dari Teti. Ada rasa khawatir yang hinggap di pikiranku. Karena sangat jarang Teti menghubungiku. Aku takut Dila bercerita tentang apa yang aku lakukan padanya. Kan bisa aja, walau dengan bahasa anak-anak, dia memberitahukan Teti perihal kejadian yang dia alami.
"Halo..., ni ada Dila *****, nangis aja dia minta youtube", kata Teti saat aku angkat panggilan telponnya yang membuat lega hatiku.
"Ooo iya..., mana dia...", tanyaku dengan kelegaan di hati.
"*****..., utub..., mama jahat...", kata Dila mengadu padaku.
"Iya ni aku cubit asik minta HP aja...", sambung Teti.
"Besok ya Dila, sama ***** aja, di HP mama gak ada youtube..., besok kalau baik ama mama dan gak nangis lagi boleh lihat youtube ama main games di HP *****", kataku membujuk Dila agak tidak menangis dan meminta HP si Teti.
"Tu dengar apa kata *****, nanti klo minta HP ama youtube lagi, mama telpon *****, biar nanti gak jadi. Gak mau ***** ngasih Dila lagi", kata Teti mengancam Dila setelah mendengar bujukanku.
Akhirnya Dila tenang dan kemudian setelah berbasa-basi dengan Teti, aku akhiri panggilan telponnya dengan rasa yang sangat plong di dada.
Ah..., lonte pepek torok..., masih terasa nyeri lobang kontolku setelah dikocok oleh jari kelingking Dila. Sambil bugil aku merebahkan diri di kasur dan memutar ulang hasil rekaman videoku di saat bugil ngocok di belakang Mi dan ngocok di depan Dila.
Ah..., di hari keempat aku nembak sebanyak 3 kali dengan kenekatan yang semakin bertambah. Jujur saja sangat beresiko saat aku melorotkan celanaku hingga sampai lututku saat aku berdiri ngocok di belakang Ning yang sedang menonton TV. Sedikit aja Ning memalingkan kepalanya ke belakang, ya pasti sangat jelaslah melihat aku sedang berdiri di belakangnya. Memang bisa aja aku langsung bereaksi dengan menarik keatas celanaku dengan cepat, tapi ya pasti dia curiga, ngapain aku berdiri di belakangnya sementara ada kursi yang berada di belakangku. Begitu juga dengan Dila yang aku ajari sounding lobang kontolku. Sangat nyata Dila merasa gemas dengan telor kontolku dan tanpa aku perintahpun dia meremas sambil kadang menarik telor kontolku. Belum lagi saat jari kelingkingnya mengocoki lobang kontolku. Terasa jelas olehku Dila mempermainkan jarinya dengan cara menggerak-gerakkannya saat berada dalam lobang kontolku. Dan tanpa aku minta, malahan Dila sendiri yang mengocoki lobang kontolku dengan jari kelingkingnya. Dan saat Dila menarik keluar jarinya dari dalam lobang kontolku, begitu jelas dia memperhatikan maniku yang perlahan mengalir keluar dari kontolku. Belum lagi saat aku berkelonjotan nembak mani di pepek Dila yang sedang tidur. Bisa saja saat itu secara tak sengaja aku kebablasan menekan kontolku di pepeknya hingga dia merasa sakit saat dia terbangun dari tidurnya. Karena setelah kami turun dari kamar, Dila tampak selalu mendekat pada Teti. Ah..., jujur aku jadi sedikit khawatir dengan kenekatanku selama berada di A S. Tapi juga akan sangat disayangkan seandainya kesempatan-kesempatan yang ada aku lewatkan begitu saja. Ah..., lonte pepek torok..., akhirnya aku keluar dari kamarku karena kontolku terasa ingin dikocok. Rencanaku akan bergabung dengan mertuaku yang biasa menonton TV dan mencari kesempatan agar aku bisa ngocok di belakangnya. Saat aku sampai di ruang TV, Mi dan mertuaku dalam posisi tiduran di lantai sambil menonton sinetron. Saat aku datang dan duduk, mereka tahu, tapi sayangnya, baru beberapa saat aku duduk, mertuaku tiba-tiba bangkit dan disusul oleh Mi.
"Eh ***, aku istirahat dulu ya, agak capek terasa badan", kata Mi padaku sambil meneruskan langkahnya ke kamar mandi dan setelah itu dia masuk ke kamarnya.
"***, itu masih ada kue di meja makan, ambil aja kalau mau ngemil", kata mertuaku sambil melangkahkan kakinya masuk ke kamarnya.
Lonte pepek torok..., belumpun sempat aku meraba-raba kontolku, pada berlalu pula Mi dan mertuaku dari hadapanku. Akhirnya aku menonton TV sendirian sambil mengelus-elus kontolku. Dan sekitar setengah jam kemudian, perlahan aku membuka celanaku. Lalu aku ngocok dan melangkahkan kakiku ke depan pintu kamar Mi. Sambil memejamkan mataku, dalam keadaan bugil aku ngocok menghayalkan pepek Mi tepat di depan pintu kamarnya. Kemudian aku melangkahkan kakiku ke depan pintu kamar mertuaku dan melakukan hal yang sama. Tapi sepertinya aku merasa tidak begitu menantang yang membuatku menghentikan acara ngocokku di depan pintu kamar Mi dan mertuaku. Ah..., pepek torok...
Setelah mematikan TV dan memakai kembali celanaku, lalu aku masuk ke kamarku. Tapi aku begitu gelisah. Birahiku terasa begitu menggelegak, kontolku sudah sangat ereksi. Tapi kalaupun aku ngocok di depan pintu kamar mereka, terasa sangat kurang menantang. Ah..., pepek lonte torok Mi dan mertuaku...
Tiba-tiba aku mempunya ide yang sangat extreme dan membuatku begitu bersemangat. Sambil membuka celana dan aku biarkan celana itu tergeletak begitu saja di depan pintu kamar, lalu aku berjalan menuruni tangga dalam kondisi benar-benar tanpa sehelai benangpun di tubuhku. Kontolku yang ereksi dengan urat-urat yang nampak menonjol keluar begitu memberontak minta dikocok. Sesampainya aku di dapur, aku sempatkan juga untuk melirik ke jam dinding yang saat itu menunjukkan pukul 23:01 sambil aku melanjutkan langkahku ke depan pintu kamar Mi. Santai saja aku merebahkan tubuhku di depan pintu kamar Mi dan kemudian ngocok. Uh..., lonte..., inginnya aku mengajak Mi ngentot...
Tubuh Mi yang montok dan besar pahanya sangat sepadan dengan pantatnya. Ah..., pasti nikmat seandainya kontolku melesak ke dalam pepek Mi dan membanjirinya dengan maniku. Begitu indah tubuh Mi saat aku melihatnya hanya berbalut handuk. Uh..., lonte pepek torok...
Semakin lama terasa semakin nikmat, tapi aku ingin sensasi yang lebih. Lalu aku menghentikan kocokan di kontolku dan bangkit meninggalkan pintu kamar Mi. Aku punya rencana lain yang membuat aku begitu bersemangat melangkahkan kaki menuju dapur. Perlahan aku membuka kunci dan pintu dapur. Dalam keadaan bugil, tanpa sehelai benangpun di tubuhku, kemudian aku berjalan keluar. Aku tutup kembali pintu dapur itu dan aku lanjutkan langkahku menuju halaman belakang rumah Mi.
Awalnya aku berdiri bugil ngocok tepat di tengah-tengah halaman. Kemudian sambil ngocok aku berjalan mengitari halaman, menikmati hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Setelah puas ngocok sambil berjalan mengitari halaman belakang rumah Mi, kemudian aku kembali berdiri menghadap ke rumah dan semakin mempercepat kocokan tanganku di kontolku. Aku sadar, saat itu tak ada sehelai benangpun di tubuhku, atau sesuatu yang aku bawa untuk menutupi tubuhku seandainya tiba-tiba Mi atau mertuaku terbangun dan mendapati pintu dapur tidak dalam keadaan terkunci, lalu Mi atau mertuaku itu membuka pintu dapur untuk melihat ke halaman belakang karena mendengar suara hentakan tanganku yang begitu buas dan kasar mengocoki kontolku. Apalagi suara telor kontolku yang saling beradu dengan tangan dan selangkanganku terdengar sangat keras menyeimbangi suara hentakan tanganku. Ah..., lonte pepek torok kau Mi dan mertuaku...
Aku juga sadar, posisi celanaku yang jauh aku tinggal di lantai dua membuat aku tidak mempunyai kesempatan untuk berkelit dan tidak akan ada satu alasan apapun yang dapat aku sampaikan seandainya mereka membuka pintu dan melihat aku dalam keadaan bugil berdiri di tengah halaman belakang dengan kontol yang ereksi sempurna. Ah..., lonte pepek pantat torok kau Mi dan mertuaku..., semakin aku percepat kocokan di kontolku hingga akhirnya aku berkelonjotan secara tertahan sampai aku berjinjit-jinjit karena sensasi rasa sakit di lobang kontolku setelah dikocok oleh jari Dila dan rasa nikmat saat aku membiarkan maniku secara bebas muncrat keluar dari kontolku berceceran di halaman belakang rumah Mi.
Setelah reda kelonjotan di tubuhku, perlahan aku berjalan mendekati pintu dapur. Sangat berhati-hati tanganku memegang handle pintu dan dengan debar jantung yang lumayan kencang, aku mulai membuka pintu dapur. Sedikit demi sedikit pintu dapur aku buka. Posisiku yang berada di luar rumah membuat aku tidak mengetahui kondisi di dalam rumah, apakah Mi atau mertuaku masih berada di kamar mereka masing-masing, atau sedang berada di dapur. Ah..., lonte pepek torok..., akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah dengan mengambil resiko yang mungkin saja dapat terjadi. Aku lihat pintu kamar Mi dan mertuaku dalam posisi tertutup membuat aku sedikit lega. Sangat perlahan aku mengunci pintu dapur dan akhirnya dengan santai aku berjalan menuju kamar. Sengaja aku biarkan pintu kamar terbuka lebar dan aku berbaring di ranjang masih dalam keadaan bugil sambil menghayalkan pepek Mi. Uh..., lonte pepek torok..., akhirnya aku nembak mani sebanyak 4 kali di hari keempat aku di rumah Mi. Seandainya muncratan-muncratan maniku selama aku ngocok itu berada di dalam pepek Mi, sudah pasti bunting si Mi itu. Aku benar-benar tertidur dengan pintu kamar yang terbuka lebar tanpa sehelai benangpun di tubuhku.
Pagi hari dan hari terakhir aku di A S, sebelum sarapan, aku mandi dan disuguhkan dengan penampakan sempak Mi yang berada paling atas dari tumpukan pakaian yang akan dicucinya. Lonte lonte..., begitu menggemaskan dan langsung aku raih sambil aku ciumi bagian dalam sempaknya yang langsung bersentuhan dengan pepeknya.
Sambil aku hidupkan kran air, begitu dalam dan begitu aku hayati aroma pesing pepek Mi melalui sempaknya. Perlahan aku baringkan tubuhku di depan pintu kamar mandi yang tidak aku kunci dan kemudian aku ngocok sambil terus saja menciumi sempak Mi. Ah..., lonte pepek torok..., pesingnya aroma pepek Mi...
Hentakan suara tanganku yang sedang mengocoki kontolku tersamarkan dengan suara air yang keluar dari kran. Sambil aku pejamkan mataku, begitu aku nikmati sensasi ngocok dengan menciumi aroma pesing pepek Mi sampai akhirnya aku nembak mani. Uh..., begitu besar hasratku untuk dapat menikmati beceknya pepek Mi.
Sekitar jam 9 Teti, Dila dan Ning datang berboncengan dengan menggunakan sepeda motor. Rupanya mereka sudah ada janji dengan Mi akan pergi ke kebun. Dila nampak begitu senang melihat aku dan langsung meminta HP yang kemarin aku janjikan padanya. Awalnya mertuaku menyuruh aku untuk ikut dengan membonceng Mi, tapi dengan beberapa alasan, aku menolak untuk pergi ke kebun. Dan akhirnya mertua, Mi, Teti dan Ning berangkat ke kebun. Dila yang sudah asik dengan youtubenya sama sekali tidak tertarik untuk ikut saat Teti mengajaknya.
"Dila ama ***** ya..., jangan nakal ya...", kata Teti pada Dila karena tidak mau ikut ke kebun dan memilih tinggal bersamaku. Dila hanya mengangguk saja tanpa melihat ke Teti karena mata Dila tertuju pada HP.
"Jauh apa kebunnya...", tanyaku dan dijawab Mi ada sekitar 45 menit perjalanan.
Ah..., lonte pepek torok..., begitu berdesir birahiku mengingat Dila yang tinggal bersamaku selama mereka pergi ke kebun. Begitu bergemuruhnya dadaku dengan rencana yang akan aku buat pada Dila. Saat mereka akan berangkat, aku ajak Dila untuk mengantar mereka sampai di depan pintu.
"Eh bang, ini si Dila pakai HP aku aja, takutnya abang ada perlu pula. Tapi pakai wifi abang ya..., gak ada paket...", kata Teti sambil sedikit tertawa dan menukarkan HP yang di pegang Dila dengan HP milik Teti.
"Hari gini gak ada paket...", kataku sambil bercanda dan mereka ikutan tertawa dan menimpali ucapanku.
Akhirnya mereka berangkat dan langsung saja aku mengajak Dila masuk ke dalam rumah. Setelah aku menutup pintu depan, aku ajak Dila ke ruang TV. Sambil menghidupkan mode merekam video dan menempatkan HPku di samping TV mengarah ke posisi Dila yang sedang duduk sambil menonton youtube, aku berdiri di depan Dila.
"Dila..., sini lihat ***** dulu...", kataku pada Dila.
Dan saat Dila menoleh, santai saja aku membuka baju serta celanaku sambil terus saja mengajak Dila ngobrol. Di depan Dila aku benar-benar telanjang tanpa sehelai benangpun di tubuhku. Di depan Dila yang terus saja memperhatikan kontolku yang belum ereksi itu, aku mulai mengelus-elus batang kontolku. Begitu antusias Dila memperhatikan proses ereksi kontolku dan setelah ereksi, perlahan aku mendekati Dila.
"Kalau begini boleh ya Dila, tapi nanti kalau ada mama dan lainnya gak boleh ya...", kataku pada Dila sambil membimbing tangan kanannya untuk memegang kontolku.
Begitu nampak kekar kontolku saat itu dengan urat-urat di sekitar batang kontolku yang menonjol keluar. Lonte pepek torok..., aku sangat nikmati cengkraman tangan kanan Dila di batang kontolku. Dan setelah beberapa saat tangan Dila bermain di kontolku, kemudian aku mengambil HPku karena aku benar-benar ingin merekam setiap moment birahiku bersama Dila.
Tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam video, sementara tangan kananku mulai mengocoki kontolku tepat di depan wajah Dila. Sesekali aku gesekkan kepala kontolku ke wajah Dila dan kemudian aku meraih HP yang sedang dipegangnya sambil aku janjikan boleh menonton youtube lagi. Dengan sangat lembut aku kecup dan melumatkan bibirku ke bibir Dila. Uh..., lonte pepek torok..., begitu terasa nikmat ciuman bibirku bersama Dila.
Di setiap kesempatan tetap saja aku selingi dengan bercanda, baik itu dengan bahasa maupun dengan menggelitiki tubuhnya. Di depan Dila aku mempermainkan kontolku dan tanpa aku suruh, jari telunjuk tangan kanan Dila menyentuh kepala kontolku. Ah nikmatnya..., apalagi tangan kiri Dila juga ikutan memegang serta meremas-remas telor kontolku yang nampak berbentuk bulat karena aku ikat. Nampak jelas telujuk Dila itu bermain seperti menggaruk-garuk kepala kontolku dan kadang bergerak memutar-mutar dengan sedikit menekan kepala kontolku. Ah..., jujur, sudah sangat ngences kontolku saat itu dengan lendir bening yang keluar dari lobang kontolku.
Aku benar-benar sampai diluar batas. Aku tahu saat itu Dila berkata kalau dia mau kencing. Tapi tetap saja aku ajak bercanda sambil menggelitiki tubuhnya. Kemudian aku suruh Dila berdiri dan secara perlahan aku mulai melucuti pakaian Dila hingga dia benar-benar telanjang. Setelah itu aku membawa Dila ke dapur dan membaringkan tubuh Dila di meja makan. Posisi pantat dan kaki Dila yang aku buat mengangkang berada di tepi meja makan. Sambil menggelitiki tubuhnya, perlahan wajahku mulai mendekati pepek Dila.
Begitu buasnya aku menjilati pepek Dila. Jari telunjuk dan jari jempol tangan kananku juga merekahkan pepeknya, sementara lidahku bermain di rekahan pepek mungilnya dengan penuh birahi. Dila nampak menggeliat kegelian. Terkadang aku hisap pepek Dila dan berharap akan keluar air kencingnya.
Saat menjilati pepek Dila dan merasakan ada cairan yang keluar dari pepeknya yang terasa sedikit pahit, langsung saja aku hisap sambil sedikt lebih merekahkan pepeknya.
Sooorrr, begitu kencang air kencing Dila yang keluar dari pepek mungilnya yang aku hisap dan sebagian lagi muncrat ke wajahku. Begitu menggeliat kegelian tubuh Dila saat dia kencing sambil aku hisap dan jilati pepeknya. Rasa air kencing Dila yang sedikit pahit begitu aku nikmati dengan tetap menghisap pepeknya hingga dia selesai kencing.
Dengan lidahku juga aku membersihkan sisa-sisa air kencingnya yang berada di pepeknya. Mungkin karena dia tahan, makanya begitu banyak air kencingnya yang keluar. Muncratan air kencingnya mengenai wajahku dan ada juga yang berceceran di meja makan serta di lantai. Ah..., lonte pepek torok kau Dila...
Setelah itu, aku membawa Dila ke ruang TV sambil memberikannya HP. Lalu aku membersihkan sisa air kencing Dila yang berada di meja makan dan di lantai dengan menggunakan bajuku. Sambil berjalan aku ngocok mendekati Dila yang sedang asik menonton youtube. Dengan lembut aku merebahkan tubuh Dila di kursi sambil memposisikan pantat dan kaki Dila yang aku buat mengangkang berada di tepi kursi.
Dengan bertumpu pada lututku aku ngocok sambil mendekati wajahku ke pepek Dila. Ah..., begitu dalam aku memperhatikan keindahan bentuk pepek mungil si Dila itu. Sesekali aku cium pepek Dila sambil terkadang menjilatnya. Karena tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam video, membuat aku tidak dapat merekahkan pepeknya. Aku hanya dapat ngocok sambil sesekali menjilati belahan pepek mungilnya.
Sampai akhirnya, aku berdiri dan menghentikan kocokan tanganku di kontolku. Perlahan aku memasukkan jempolku ke dalam mulut Dila sambil menyuruh menghisapnya. Setelah aku yakin Dila memang menghisap jempolku dan tidak menggigitnya, lalu aku suruh Dila duduk sambil meraih HPnya.
"Nanti lagi main HPnya ya..., lihat ***** dulu, nanti main gamesnya kalau ***** sudah selesai", kataku pada Dila.
Dengan seksama Dila memperhatikan aku yang sedang ngocok mengekspresikan birahi di depannya. Kopyor-kopyor telor kontolku terdengar begitu berisik karena beradu dengan tangan serta selangkanganku seiring desah nafasku yang begitu memburu. Mungkin karena gemas, tanpa aku minta, kedua tangan Dila memegang serta meremas telor kontolku dan terkadang menarik-nariknya. Hal itu kian menambah sensasi kenikmatan ngocokku.
"Buka mulutnya ya Dila..., nanti hisap seperti tadi ya...", kataku pada Dila sambil mempercepat kocokan tanganku di kontolku.
Sambil terus saja ngocok, perlahan aku memasukkan kepala kontolku ke dalam mulut Dila. Uh..., lonte pepek torok..., nikmatnya..., apalagi saat perlahan Dila mulai menghisap kontolku.
"Dihisap ya Dila..., nanti diminum ya...", kataku pada Dila dengan desah karena nafas yang memburu seiring semakin cepatnya kocokan tanganku di kontolku. Apalagi kedua tangan Dila semakin kuat meremas telor kontolku. Ah..., lonte pepek torok kau Dila...
Begitu aku tahan agak maniku tidak menyembur muncrat dengan keras di dalam mulut Dila. Begitu kentara Dila sedikit kesulitan meminum air maniku. Kepalanya kadang sedikit dia mundurkan ke arah belakang sambil terus saja menghisap dan meminum air maniku. Ah..., lonte..., luar biar biasa nikmatnya. Hingga aku peras batang kontolku agar seluruh maniku keluar dan diminum oleh Dila. Lonte kau Dila..., nikmatnya..., terasa begitu puas melihat Dila masih menelan sisa maniku yang berada di dalam mulutnya, saat aku mengeluarkan kepala kontolku dari mulutnya.
Walaupun aku sudah nembak mani, tapi kontolku masih saja tetap ereksi dan karena aku lihat di ujung lobang kontolku masih ada sisa mani, akhirnya aku raih tangan Dila yang masih meremas telor kontolku lalu aku bimbing jari kelingkingnya agar masuk ke dalam lobang kontolku.
Sambil membasahi jari kelingking Dila dengan sisa mani yang berada di ujung lobang kontolku, perlahan aku mulai memasukkan jari kelingking Dila ke dalam lobang kontolku hingga benar-benar masuk sampai pangkal jari kelingkingnya. Aku buat gerakan mengocoki lobang kontolku dengan menarik hingga setengah jari kelingking Dila dan memasukkannya kembali hingga ke pangkal jarinya.
Uh..., lonte kau Dila..., nikmatnya...
Awalnya aku lakukan dengan perlahan hingga akhirnya aku bimbing tangan Dila agar mengocoki lobang kontolku dengan cepat. Bahkan saat aku lepas tanganku dari tangannya, sepertinya Dila menyukai permainan mengocoki lobang kontolku dengan tetap mengocokinya secara mandiri. Terasa sakit tapi nikmat sekali rasanya..., dasar lonte kau Dila...
Begitu terasa Dila seperti sengaja menggerak-gerakkan jari kelingkingnya saat berada di dalam lobang kontolku. Sambil tertawa Dila terus saja secara kasar mengocoki lobang kontolku. Ah..., lonte pepek torok kau Dila..., tanganku juga akhirnya mulai mengocoki secara perlahan batang kontolku. Semakin lama, semakin nikmat yang membuat aku semakin cepat mengocoki kontolku. Rasa nyeri lobang kontolku karena diobok-obok dengan jari kelingking Dila begitu tertutupi dengan rasa nikmat dan sensasi tanganku yang sedang mengocoki kontolku.
Begitu aku nikmati saat aku nembak mani dengan melepaskan tanganku dari kontolku dan merasakan bagaimana maniku itu tertahan karena tersumbat oleh jari kelingking Dila. Berkelonjotan hebat tubuhku karena rasa sakit akibat kocokan jari Dila di lobang kontolku dan rasa nikmat nembak mani yang tertahan muncratannya. Secara perlahan aku mengeluarkan jari kelingking Dila dari lobang kontolku sambil menampung air maniku yang perlahan keluar dari kontolku. Nikmatnya..., lonte pepek kau Dila...
"Buka mulutnya Dila...", kataku pada Dila dan saat dia membuka mulutnya, langsung aku tuangkan mani yang aku tampung itu ke dalam mulutnya. Begitu puas rasanya melihat Dila menelan maniku.
"Coba buka lagi mulutnya, ***** mau lihat dah habis atau belum...", kataku lagi.
"Dah...", jawab Dila sambil mengangguk dan membuka mulutnya.
Uh..., lonte kau Dila, benar-benar habis maniku ditelan olehnya. Dan sebagai ungkapan terima kasihku pada Dila, aku kembali menyerahkan HP sambil merebahkan tubuhnya dengan menempatkan posisi pantat Dila berada di tepi kursi.
Dila mulai asik dengan HPnya, sementara aku secara perlahan memposisikan kakinya agar mengangkang. Sambil terkadang mengajak Dila bercanda, perlahan tangan kananku mulai merekahkan pepek mungilnya. Dengan bertumpu pada kedua lututku, begitu bermanjanya aku di pepek Dila. Jilatan dan hisapan yang aku lakukan di pepek Dila memicu kembali birahiku.
Kesempatan yang tidak akan aku sia-siakan. Walau aku sudah nembak mani sebanyak 3 kali, yaitu 1 kali di kamar mandi sambil menciumi sempak Mi dan 2 kali nembak mani di depan Dila, tapi karena keindahan pepek mungil Dila yang begitu menggoda membuat birahiku terus saja bergelora dan meledak-ledak.
Sambil aku rekahkan pepek Dila, aku menggesekkan dan kadang sedikit menekan kepala kontolku di pepek Dila. Sesekali Dila nampak menggeliat. Terkadang Dila melihat ke arahku dan ke arah pepeknya sambil merapatkan pahanya. Uh..., lonte..., seandainya benar-benar aku lesakkan kontolku itu ke dalam pepek Dila, sudah pasti koyak besar pepeknya.
Begitu aku nikmati saat dimana kepala kontolku itu benar-benar bersentuhan dan menyatu dengan pepek Dila yang sedang aku rekahkan. Lalu sambil sedikit menekan kepala kontolku di pepek Dila, kemudian aku lepas tanganku yang sedang merekahkan pepeknya. Perlahan aku kembali ngocok dengan kepala kontolku yang benar-benar menempel di pepek Dila. Desah nafasku begitu memburu, seiring semakin cepatnya tanganku mengocoki kontolku. Dila saat itu meletakkan HPnya dan begitu antusias memperhatikan aku. Sambil mengangkat kepalanya, Dila memandang dengan penuh antusias ke arah kontolku yang sedang aku kocok menempel di pepeknya dan sesekali memandang ke wajahku. Hal itu semakin menambah kenikmatan ngocokku.
Tubuhku berguncang hebat karena nyeri dan rasa sakit di lobang kontolku saat aku nembak mani. Ah..., sakit tapi nikmat..., puas rasanya melihat maniku itu membanjiri pepek Dila hingga benar-benar menutupi belahan pepeknya dan aku yakin sebagian maniku sudah mengalir menuju pantatnya. Sambil sedikit menekan dan menggesekkan kepala kontolku di pepek Dila, dengan berat hati aku melepaskan kontolku dari pepeknya.
Pemandangan yang sangat indah, dan sungguh begitu indahnya pepek Dila dengan maniku yang nampak membanjiri pepeknya. Setelah beberapa saat aku menikmati keindahan pepek Dila, kemudian aku mengajak Dila ke kamar mandi. Selain karena aku kebelet kencing, aku juga ingin membersihkan maniku yang berada di pepek Dila. Aku tinggal Dila sendiri di kamar mandi karena aku ke kamar untuk mengambil handuk.
Sengaja aku mengajaknya bermain di kamar mandi dengan mengguyurkan air ke tubuhnya. Aku memang tidak akan membasahi kepalanya dengan air karena aku khawatir akan nampak rambutnya basah atau lembab. Sambil bercanda, perlahan aku menyuruh Dila untuk membuka mulutnya dan secara perlahan aku memasukkan kepala kontolku ke dalam mulutnya.
"Pelan-pelan ya Dila, nanti di minum kayak yang tadi...", kataku pada Dila saat kepala kontolku sudah berada di dalam mulut Dila.
Tangan Dila nampak begitu gemas meremas telor kontolku sambil mulutnya terus saja menghisapi kontolku yang sudah tidak ereksi. Sambil menahan rasa nyeri, perlahan aku kencing di dalam mulut Dila. Begitu aku tahan agar air kencingku itu secara perlahan keluarnya. Tujuanku agar Dila bisa meminumnya dan benar-benar menelannya. Aku gak mau, seperti saat aku nembak mani di dalam mulut Dila, dia nampak sedikit kesulitan dalam menelannya. Dengan aku kencing secara perlahan, aku yakin Dila yang sedang menghisap kontolku bisa lebih mudah menelannya.
Uh..., nikmatnya..., apalagi terasa begitu kasar tangan Dila meremas telor kontolku. Akupun begitu menikmati hisapan Dila di kontolku, hingga aku selesai kencing dan berarti seluruh air kencingku sudah diminum Dila sampai tetes terakhir. Kemudian aku meludah ke dalam mulut Dila, dan Dila juga menelan air ludahku. Ah..., lonte pepek torok kau Dila..., seandainya usianya lebih dari 9 tahun, sudah pasti aku akan lebih dalam melesakkan kontolku ke dalam pepeknya. Dan yang mungkin saja terjadi adalah aku akan melesakkan batang kontolku ke dalam pantatnya.
Tapi pastinya kesempatan seperti itu tidak akan pernah terjadi. Semua yang aku lakukan karena usia Dila belum genap berumur 3 tahun. Ngomong atau berbicarapun masih banyak yang belum bisa dimengerti. Dan setelah kencing, kemudian aku mandi bersama Dila dengan tidak membasahi kepalanya. Sebelum mandi, aku menempatkan HPku di sudut bak mandi agar tetap dapat merekam aktifitas kami.
"Ni Dila, buat seperti ini ya...", kataku pada Dila sambil memperagakan cara berkumur-kumur. Dan setelah beberapa kali Dila berkumur-kumur, lalu aku basahi lagi tubuh Dila dengan tidak menyabuninya.
Selesai mandi dan dengan menggunakan handuk untuk mengeringkan tubuh, lalu aku membawa Dila kembali ke ruang TV. Aku suruh Dila berdiri di depan TV, sementara aku membersihkan maniku yang berada di tepi kursi dengan handukku. Dila hanya memperhatikan aku. Di depan Dila aku kembali mengikat telor kontolku yang aku buka sesaat sebelum kami mandi dan nampak begitu seksama dia memperhatikan bagaimana caranya aku mengikat telor kontolku.
Kemudian aku gendong Dila dan aku suruh berdiri di kursi. Lalu aku meraih baju Dila yang tergeletak di lantai. Ah..., terasa begitu santai dan nyaman. Sebelum aku mengenakan baju Dila, perlahan aku kecup bibirnya, kemudian teteknya dan terakhir aku juga mengecup pepeknya.
Dila hanya tertawa kegelian disaat teteknya aku hisap dan pepeknya aku kecup. Lalu aku meletakkan HPku di samping vas bunga yang berada di meja. Dan dengan perlahan aku mulai mengenakan baju Dila. Saat aku akan memakaikan sempaknya, aku renggangkan kaki Dila dan sambil bercanda, aku ciumi perut Dila. Secara perlahan wajahku semakin mendekat ke pepeknya. Dengan menggunakan jempol tangan kanan dan kiriku, sambil dibarengi dengan bercanda, perlahan aku mulai merekahkan pepeknya. Uh..., mungil dan sangat menggemaskan. Santai saja aku kecup rekahan pepek Dila dan menjilatinya.
Sambil tertawa, tubuh Dila seperti meronta karena kegelian menerima jilatan lidahku di pepeknya. Dan setelah puas aku jilati pepek Dila, lalu aku memakaikan kembali sempak serta celananya. Di depan Dila juga aku memakai kembali pakaianku dan kemudian mematikan rekaman video di HPku.
"Nanti kalau ada mama atau lainnya gak boleh seperti tadi ya Dila..., kalau Dila gak nurut, gak mau ***** ngasih Dila nonton youtube atau main games lagi", kataku pada Dila yang dijawab dengan anggukan kepalanya.
Lalu aku mengajak Dila main games yang ada di HPku sambil aku mengecek isi HP Teti untuk mengantisipasi kemungkinan tertekan secara tak sengaja oleh Dila mode photo atau video di HP Teti. Karena posisi HP Teti aman, kemudian aku letak HP tersebut dan aku mendampingi Dila main games di HPku. Selalu saja Dila aku ajak bercanda sambil aku gelitiki tubuhnya. Selain untuk membuatnya nyaman dan gembira, aku juga mencoba untuk membuat Dila mengabaikan kejadian yang dia alami.
Mungkin karena lelah, setelah makan siang Dila tidur di lantai depan TV. Kembali birahiku seperti terpicu melihat Dila yang sedang tidur pulas. Perlahan aku kembali membuka celana dan sempak Dila. Begitu terpuasnya padanganku menikmati keindahan pepek mungil Dila. Begitu gemasnya aku merekahkan pepek mungil Dila serta menjilati dan menghisapinya. Sambil aku raih HP dan menghidupkan mode rekaman video, aku kembali merekahkan dan menjilati pepek Dila. Sesekali aku merekam wajah pulas Dila yang sedang tertidur. Tangan kananku begitu bergerilya di pepek Dila, sementara tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam aktifitasku. Tak sulit bagiku untuk merekahkan pepek mungil Dila dengan menggunakan jari jempol dan telunjuk tangan kananku.
Ah..., aku begitu bermanja di pepek Dila. Jilatan dan hisapanku di pepek Dila kadang membuat Dila sedikit menggeliat. Begitu puasnya saat aku zoom pepek Dila yang sedang aku rekahkan sembari aku jilati dengan penuh birahi. Uh..., lonte pepek torok kau Dila..., tak pernah puas rasanya aku menjilati pepek mungilnya itu. Dan setelah beberapa saat aku bermanja di pepek Dila, lalu aku mengenakan kembali sempak serta celananya. Kemudian aku juga membaringkan tubuhku di samping Dila.
Sekitar jam 14:45 mertuaku, Mi, Ning dan Teti pulang dengan membawa hasil kebun yang nantinya akan kami bawa ke M. Dila yang saat itu masih tidur akhirnya ditinggal Teti karena rencananya kami akan berangkat dari rumah Mi.
Dan singkatnya, kami berangkat jam 21:30 dengan menggunakan mobil travel yang kami charter khusus untuk kami saja. Dila nampak begitu manja padaku dan selalu saja minta aku pangku padahal di sampingku ada mertuaku, sementara Teti duduk di samping supir karena takut mabuk perjalanan.
Jujur saja, selama perjalanan aku selalu saja mencuri-curi pandangan melihat meruaku yang berada di sampingku dan supir melalui kaca spion dalam mobil karena tanganku berada di bagian paha dalam Dila di sekitar pepeknya. Dan saat sekitar 2 jam perjalanan, aku lihat mertuaku sudah tidur, begitu juga dengan Dila yang berada di pangkuanku dan Teti yang berada di samping supir, perlahan tangan kananku masuk ke dalam celana Dila. Ah..., lonte torok pepek..., begitu santai tanganku bergerilya di dalam celana Dila dan memegangi pepeknya sambil sesekali bermain di belahan pepeknya.
Setelah sekian lama perjalanan, dengan rasa terpaksa aku melepaskan tanganku dari pepek Dila karena kami berhenti untuk makan. Dan setelah perjalanan dilanjut, serta mertuaku, Dila dan Teti sudah tidur kembali, akupun dengan sigap memasukkan tanganku ke dalam celana Dila dan memegangi pepeknya hingga sekitar jam 4 pagi baru aku lepaskan karena saat itu aku mengantuk. Aku takut kalau aku ketiduran tanganku masih berada di dalam celana Dila.
Kami tiba di M sekitar jam 6 pagi karena mobil memang berjalan santai. Dan sekitar 15 menit aku di rumah mertuaku untuk beristirahat. Lalu aku permisi pulang. Ah..., lonte pepek torok..., walau tak seorangpun dari mereka, yaitu Mi, mertuaku, In, Ning dan Teti dapat aku kentot, tapi aku begitu puas dapat mengekspresikan birahiku di sana. Puas rasanya kepala kontolku menyatu di pepek mungil Dila dengan begitu santai dan bebasnya. Ah..., pengalaman yang sangat berkesan di A S.