Tanggal 27-04-2019, lagi enak-enaknya bugil ngocok di jendela, terdengar dering HPku yang aku lihat dari nomor yang tidak aku kenal. Masih pagi hari sekitar jam 06.30 sudah dapat telpon dari nomor yang tidak aku kenal, jadi aku abaikan saja. Aku masih lanjut ngocok sambil menatap penuh birahi cewek-cewek ABG yang akan berangkat sekolah. Lagi pula ini kesempatanku bisa bebas setidaknya beberapa hari kedepan lagi untuk mengekspresikan birahi dengan ngocok mengarahkan kontolku ke cewek-cewek yang lewat di depan rumahku karena istri dan anak-anak serta mertua juga keluarga pergi ke A S berhubung ada acara di sana.
Tapi dering telpon itu terus saja berbunyi membuat aku akhirnya menyudahi acara ngocokku dan dengan rasa malas menerima telpon itu.
"Bang, ini Eli, bang ****** mau ngomong ni".
Begitu awal percakapan telponku dengan Eli sebelum dialihkan ke temanku yang intinya, temanku meminta tolong mengantarkan Eli untuk berobat karena dia tidak dapat mengantarkan si Eli berhubung dia ada pekerjaan mendesak.
Sebenarnya aku mau menolaknya, tapi ya gak enak juga karena temanku itu tahu kalau hari ini aku sedang libur. Dan nampaknya juga sangat minta tolong. Ah..., jadi gagal acara ngocokku.
Akhirnya aku keluarkan motorku dan tiba-tiba aku punya ide... Hehehehe..., aku kembali masuk ke rumahku dan mengganti celana panjangku dengan celana pendekku tanpa memakai sempak. Sengaja juga aku ganti bajuku dengan yang sedikit panjang bawahannya.
Memang sih, saat itu aku hanya mencoba keberuntungan aja, mana tahu ada kesempatan bisa aku jadikan Eli atau Ica sebagai target ngocokku. Yang penting sudah aku persiapkan saja.
Begitu sampai di rumah temanku, langsung saja temanku ijin berangkat kerja karena memang ada pekerjaan yang mendesak.
"Sorry bro, aku langsung go, dah terlambat aku ini, tolong antar Eli ya sama klo bisa dampingi sebentar di rumah nanti", kata temanku sambil terus pergi meninggalkan aku, Eli dan Ica. Terasa digelitiki kontolku memandang tubuh Eli yang saat itu hanya memakai baju daster terusan sebatas pahanya diatas lutut sedikit. Ah..., pahamu yang putih mulus dan besar serta pantatmu yang montok itu Eli membuat ereksi kontolku, lonte... lonte pepek pantat kau Eli, rutuk hatiku sambil mencuri-curi pandangku ke tubuh Eli.
"Bang yuk masuk, aku mau pakaian dulu".
Kemudian kami masuk ke dalam rumah dan sengaja aku berjalan di belakang Eli sambil menatap penuh birahi montok pantatnya yang berjalan di depanku.
Saat Eli masuk ke kamar, tinggal aku dan Ica yang berada di ruang tamu. Kami duduk berhadapan tapi terpisah dengan meja. Ica nampaknya sudah tidak malu-malu lagi padaku. Bahkan tatapan matanya sering mengarah ke kontolku. Dan secara perlahan sambil melihat reaksi Ica, aku mulai meraba-raba kontolku yang sudah ereksi. Tampak jelas Ica memperhatikan tanganku yang sedang meraba-raba kontolku dan nampak dia tertarik memperhatikan dengan seksama saat tanganku meraba-raba kontolku yang membuat aku nekat untuk memasukkan tanganku ke dalam celanaku sambil mengocoki kontolku.
Dan tanpa diduga, Ica berdiri sambil menyingkapkan bajunya dan menarik bagian depan sempaknya menunjukkan pepeknya.
Terdengar pintu kamar terbuka yang berarti Eli akan segera keluar kamar dan aku dengan santai menarik keluar tanganku dari dalam celanaku, sementara Ica masih saja menarik bagian depan sempaknya.
"Hei Ica, gak malu sama om. Kebiasaan kali buka-buka seperti itu", kata Eli ke Ica saat berada di ruang tamu.
"Sering ini om, si Ica buka-buka seperti itu, marahi aja ya om klo seperti itu lagi", kata Eli padaku.
Aku lihat Eli tidak mengganti pakaiannya, hanya menambah memakai celana legging doang. Lonte... lonte..., masih tetap terbentuk nyata pahanya.
Singkat cerita setelah Eli aku antar berobat, sesuai permintaan temanku, dan sengaja aku ulangi lagi ke Eli perkataan temanku agar aku mendampinginya sebentar di rumah.
"Iya bang, kawani dulu ya bang, agak lemas ini badan rasanya bang. Lagian si Ica biar juga ada yang ngawasi...".
Lonte pepek pantatmu lah Eli, kataku dalam hati, kau pikir aku babysitter. Tapi ya nggak lah..., ini memang moment yang bisa aku jadikan kesempatan dan tidak akan aku sia-siakan.
Akhirnya kami bertiga berada di ruang tamu sambil bercerita. Akupun mendengarkan cerita Eli sambil mencuri-curi pandangan ke tubuh Eli yang duduk di depanku, menikmati keindahan tubuhnya.
"Ntar ya bang", kata Eli sambil beranjak masuk ke kamar dan di ikuti Ica yang pergi keluar rumah.
Ah..., jadi benar-benar menggelegak birahiku ini. Montok sekali tubuh si Eli. Memang kalau dikategorikan, tubuh Eli itu gemuk, tapi gemuknya sangat berbentuk. Lekuk pinggulnya nampak begitu menggoda dengan pantat yang montok, dan besar paha yang seimbang dengan tubuhnya. Memang sih, teteknya sedikit kecil. Bodoh sekali suami si Eli menceraikannya. Karena benar-benar mantap bentuk tubuh si Eli itu, plus kulit putih dan wajah yang lumayan lah..., dungu suaminya itu.
Perlahan aku mengeluarkan kontolku sambil terus ngocok dalam posisi duduk di kursi tamu membayangkan keindahan tubuh Eli. Tapi tak berlangsung lama, karena tiba-tiba pintu kamar terdengar terbuka. Aku lihat secara sekilas Eli sepertinya masuk ke dapur.
Ah..., sudahlah, aku hentikan saja acara ngocokku sambil mencari kesempatan yang mungkin ada nantinya dan menunggu Eli untuk ke ruang tamu kembali. Lalu aku berdiri dan berjalan ke pintu, aku lihat Ica sedang bermain sendiri di halaman.
Lonte pepek..., tanpa segan Ica melorotkan sempaknya dan jongkok menghadap ke aku sambil kencing. Ah..., lonte... lonte..., walau agak jauh jarak aku dan Ica yang sedang kencing, tapi dapat dengan jelas muncratan air kencing Ica yang keluar dari pepeknya. Benar-benar tak dapat diajak kompromi kontolku ini, begitu ereksi dan denyut nikmat yang luar biasa.
"Ica..., kok kencing di situ...", teriak Eli yang sudah berada di sampingku yang membuat aku sedikit terkejut karena tidak menyadari kehadirannya.
"Kebiasan kali ini anak, gak malu", kata Eli sambil memanggil Ica. Dan Icapun sepertinya tidak menghiraukan ucapan Eli.
"Yuk bang masuk, tu si Ica memang kebiasaan seperti itu", kata Eli mengajakku untuk kembali duduk di ruang tamu.
Ah..., kembali birahiku seperti meledak saat aku menyadari kalau Eli sekarang hanya memakai daster terusan yang tadi dia pakai tanpa memakai celana leggingnya. Lonte pepek pantat dan entah apa saja rutukan hatiku melihat Eli berpakaian saat itu.
Apalagi saat Eli duduk di depanku, walau di penuhi dengan cerita dan keluh kesah tentang perceraiannya, tapi jujur saja, begitu salah tingkah aku jadinya melihat paha putihnya yang terkadang terbuka seperti menantang, dan aku tahu, itu tidak disadari oleh Eli karena emosi dan suasaan hatinya saat bercerita.
Tak dapat aku gambarkan begitu memberontaknya kontolku ini ingin dikocok. Tak bisa aku gambarkan denyutnya kontolku yang sudah benar-benar sangat ereksi ini dan untungnya tertutupi oleh bajuku yang panjang.
Setelah beberapa lama bercerita, nampak olehku si Eli sedikit ngantuk. Mungkin dia tadi di dapur minum obat dari dokter dan mempunyai efek tidur.
"Abang klo mau menonton TV hidupkan aja ya bang", kata Eli padaku.
"Minumlah tehnya bang, aku tiduran dulu ya bang", sambung Eli lagi sambil menuju ke ruang TV dan di sana ada tempat tidur.
"Gimana lah abang mau nonton TV, klo Eli nanti tidur di situ", kataku sambil sedikit bercanda.
"Ah abang, kayak kenal kemarin aja kita, dari kecilnya aku sudah kenal abang", jawab Eli yang sungguh membuat hatiku bersorak riang.
Memang sih dari kecil si Eli sudah kenal sama aku, dari dia masih SD. Tapi ya gak seperti ini lah dulu keadaannya. Klo dulu dia masih anak-anak, sekarang dah punya anak. Klo mau jujur, 1 harian penuh ngentot sama si Eli aku mau. Berak dulu kau Eli biar bisa gantian pepek dan pantatku aku kocok pakai kontolku.
Sebenarnya ruang TV itu tidak begitu lebar, hanya tersisa 1 m lebarnya karena ada tempat tidur di sana. Tapi karena Eli sudah berkata seperti itu, aku jadi merasa tertantang.
"Gak papa kan Eli, abang duduk di samping Eli?", kataku berbasa basi sambil berjalan mendekatinya dan menghidupkan TV.
"Gak papa bang, maaf aku belakangi ya bang..., ngantuk kali ni", jawab Eli sambil membelakangi aku.
Dasar pepek lonte.... pepek pantat lonte...
Montok sekali pantat si Eli..., dan terasa ngences kontolku saat melihat posisi Eli yang membelakangi aku sambil memeluk guling karena benar-benar tersingkap dasternya sampai sekitar setengah pahanya.
Tak aku perdulikan lagi apakah Eli saat itu mulai tidur atau hanya berbaring saja, yang pasti secara perlahan aku mengeluarkan kontolku yang sudah benar-benar memberontak ingin dikocok.
Sambil pura-pura mengganti chanel TV mencari program acara TV, tapi pandanganku terus saja mengarah ke pantat Eli. Aku tandai jam menunjukkan pukul 10.48 saat aku duduk santai dengan kontol yang aku keluarkan dari celana di belakang Eli dengan jarak sekitar 50 cm antara aku dengan tubuhnya.
Sempat juga aku terkejut saat tiba-tiba Eli berkata padaku walau dengan suara yang terdengar ngatuk mengatakan kalau dia minta di bangunkan pukul 12 nanti dan minta tolong lihat-lihat si Ica. Aku hanya mengiyakan dengan degup jantung yang lumayan kencang karena aku mengambil resiko untuk tidak memasukkan kontolku ke dalam celana. Lagi pula, aku pasti dapat mengetahui kalau Eli akan bangkit atau memalingkan badannya, karena posisi Eli tidur menyamping sambil memeluk guling. Tapi walau begitu, segala kemungkinan bisa saja terjadi dan itu yang membuat berdebar jantungku, mengambil resiko mempertahankan posisi kontolku di luar celana sementara Eli mengajakku berbicara.
Setelah berkata padaku, Eli kembali diam, entah tidur atau apa, dan aku juga secara perlahan mulai sesekali menggenggam batang kontolku dengan tangan kananku dan tangan kiriku memainkan remote mencari chanel TV. Jam 10.53 secara nekat, karena aku tidak tahu apakah Eli sudah tidur atau belum, perlahan aku mulai mengocoki kontolku sambil pandanganku tak pernah lepas menelusuri lekuk tubuh Eli yang membelakangi aku, sekitar 50 cm di sampingku.
Begitu aku nikmati kocokan tanganku di kontolku ini. Dasar pepek pantat lonte si Eli ini, montok dan begitu indah tubuhnya, pingin sekali dalam posisi tidur si Eli ini aku dari belakang menyingkapkan daster dan membuka sempaknya sambil melesakkan kontolku ke dalam pepek dan pantatnya.
Nikmat dan sangat nikmat. Sesekali aku menghentikan kocokan di kontolku agar aku tidak cepat nembak mani. Karena jujur saja, begitu meledak-ledak birahiku saat ngocok di samping Eli.
Dan ini semua terpaksa aku hentikan karena temanku menelpon aku dan menanyakan posisi aku. Ya aku katakan kalau aku masih ada di rumahnya. Selama aku menerima telpon dari temanku, pandanganku tak lepas dari memperhatikan Eli, karena kontolku sengaja aku biarkan berada di luar celanaku.
Aku katakan juga kalau si Eli sedang tidur dan temanku menanyakan di mana si Ica. Aku katakan saja kalau Ica sedang main di depan.
"Suruh masuk aja lah si Ica bro, nanti entah main kemana dia. Klo Eli dah tidur gitu payah itu dibanguni, apalagi kalau minum obat, kaya kebo gak bangun-bangun, harus diguncang-guncang badannya baru dia bangun", kata temanku yang aku tanggapi dengan tertawa, walau sebenarnya aku penasaran juga ingin membuktikannya.
Selesai temanku menelpon, sengaja aku pura-pura memanggil Eli. Ya kalaupun terbangun aku bisa kasih alasan kalau abangnya tadi nelpon. Tapi beberapa kali aku panggil nama si Eli, sepertinya dia gak merespon dan setelah sedikit aku kecilkan volume TV baru aku dengar dengkuran kecil Eli yang menandakan kalau dia sedang tertidur pulas. Lalu aku coba kembali memanggil namanya dengan suara yang sedikit keras. Tapi sepertinya Eli sudah tertidur pulas.
Bersorak riang hatiku saat mengetahui kalau Eli seperti yang kawanku katakan susah bangun kalau sudah tertidur pulas. Jam 10:59 kembali aku teruskan acara ngocokku di samping Eli. Dan akhirnya, dengan memberanikan diri, dengan kontol yang berada di luar celana aku bangkit dari kursi mengambil posisi berdiri lebih mendekat ke tubuh Eli.
Jam 11:13, sambil berdiri ngocok, lebih dalam dan penuh tatapan birahi aku menelusuri lekuk tubuh Eli. Kali ini aku biarkan hentakan tanganku yang mengocoki kontolku terdengar sedikit keras. Jujur saja, antara yakin dan tidak yakin dengan ucapan temanku, tapi sudah aku buktikan dengan memanggil namanya tapi si Eli tidak menyahut membuat aku lebih berani untuk membiarkan suara kocokan tanganku di kontolku terdengar jelas.
Keberanianku semakin bertambah seiring letupan birahiku saat ngocok sambil memandang tubuh Eli yang berada di depanku dan santai saja aku kembali lebih mendekatkan diriku ke tubuh Eli. Aku posisikan kontolku dekat dengan pantat Eli.
Wuih..., luar biasa nikmatnya rasa ngocokku saat itu. Hanya sekitar 1 cm jarak kepala kontolku dengan pantat Eli. Sambil memandang wajah Eli yang nampak sudah tertidur pulas, secara perlahan aku menempelkan kepala kontolku di pantat Eli.
Ah..., lembut dan terasa kenyal pantat si Eli ini. Begitu denyutnya kontolku ini, dan perlahan aku mulai menekan kepala kontolku di pantat Eli sambil aku memperhatikan wajah dan reaksi Eli. Sambil aku tekan kontolku di pantat Eli, perlahan kembali aku mulai mengocoki batang kontolku.
Baru saja aku mulai menikmati kocokan kontolku dan sensasi kenikmatan karena kontolku menempel di pantat Eli, tiba-tiba Ica datang dan aku dengan segera menarik kontolku yang menempel di pantat Eli. Sengaja aku biarkan kontolku berada di luar celana saat aku berjalan mendekati Ica yang saat itu menghentikan langkahnya setelah mengetahui aku berada di ruang TV bersama mamanya.
Aku tahu, pandangan mata Ica tertuju ke kontolku yang begitu ereksi, tapi aku bawa santai saja sambil mendekatkan diriku ke Ica dan dengan sengaja berhenti di depan Ica sambil berkata dengan suara sedikit berbisik kalau mamanya sedang tidur.
Ica hanya mengangguk saja. Tatapan matanya terarah langsung ke kontolku yang tepat berada di depan wajahnya.
"Yuk nonton TV kita ya", bisikku pada Ica sambil membimbing tangannya.
Kemudian aku kembali duduk di kursi sementara Ica, dengan pandangan matanya yang masih terus saja tertuju ke kontolku, berdiri di samping tempat tidur. Di depan Ica sengaja aku permainkan kontolku sambil sesekali aku kocok. Ah..., nikmatnya...
Kondisi yang sangat mendukung ini sepertinya tidak akan aku sia-siakan. Lalu aku buka bajuku dan aku biarkan tergeletak di lantai sambil aku lebih melorotkan bagian depan celana pendekku. Dengan berbisik aku memanggil Ica agar mendekatiku. Setelah Ica berada di dekatku, lalu aku katakan kepada Ica kalau dia mau tidak aku ajak jalan-jalan, yang dijawabnya hanya dengan anggukan kepalanya saja. Pandangan mata Ica tetap saja terarah ke kontolku yang begitu ereksi dengan sempurna. Dan akupun begitu menikmati kocokan tanganku di kontolku saat Ica berada di dekatku dengan pandangan matanya yang begitu antusias memperhatikan kontolku. Tak berapa lama kemudian aku berdiri dan memasukkan kontolku ke dalam celana sambil memanggil nama Eli seperti hendak membangunkannya. Tapi hanya dengkuran halus yang aku dengar. Berarti aman ! Bajuku yang tadinya tergeletak di lantai kemudian aku letak di sandaran kursi, sementara Ica kembali berdiri di samping Eli yang membelakangi kami. Lalu aku berjalan ke pintu depan dan sengaja aku tutup setengah pintu tersebut sambil melihat situasi yang ada.
Setelah aku rasa aman, jam 11:26 aku sudah berdiri di dekat kepala Eli. Ica yang tadinya menonton TV, setelah mengetahui kehadiranku kemudian pandangannya tertuju padaku. Begitu dia sangat memperhatikan gerak gerikku. Dan aku secara yakin membiarkan ini semua disaksikan Ica karena walau umurnya lebih kurang sekitar 3 tahun, tapi belum terlalu lancar berbicara.
Di depan Ica, aku kembali melorotkan sedikit bagian depan celanaku untuk mengeluarkan kontolku yang saat itu hanya beberapa centimeter saja dari kepala Eli.
Jujur saja, sedikit gemetar tanganku ini memegang kontolku sambil mengarahkan lebih dekat ke kepala Eli. Sampai akhirnya aku nekat untuk menggesekkan kepala kontolku ke bagian samping kanan kepala Eli. Dan karena terhalang dengan rambutnya, perlahan aku sedikit menggeser posisiku sampai akhirnya kepala kontolku dapat menyentuh dan menggesek di dahi Eli.
Luar biasa nikmatnya kontolku ini aku kocok beberapa centimeter di dekat kepala Eli. Tak aku hiraukan tatapan mata Ica yang sedari tadi memperhatikan aku melakukan ini semua pada mamanya.
Terasa gejolak yang sangat hebat pada birahiku, yang membuat aku jadi lebih nekat lagi. Nekat untuk melakukan hal yang lebih berani lagi.
Jam 11:28, disaksikan Ica, aku membuka celana pendekku dan bugil berdiri di dekat kepala Eli. Tak aku hiraukan gemuruh jantungku saat itu. Ini kesempatan yang sangat langka dan pastinya jarang dapat aku ulangi lagi.
Sambil bugil ngocok kembali aku gesekkan kepala kontolku ke dahi Eli, lalu aku berjalan mendekati Ica yang berada di samping Eli. Aku gesekkan kepala kontolku ke pipi kiri Ica, tapi Ica diam saja, lalu aku mendekati pantat Eli sambil terus aku gesekkan kontolku ke pantatnya.
Hentakan tanganku yang mengocoki kontolku sengaja aku biarkan terdengar jelas dan semua itu disaksikan langsung oleh Ica ! Tangan kiriku secara perlahan mulai menyentuh pantat Eli dan perlahan-lahan aku meremas pantat si Eli. Ah..., lembut dan kenyal...
Ica yang ada di sampingku terus saja memperhatikan aku. Dan biarlah dia mengetahuinya, toh sudah bugil begini ! Dan sudahpun pernah muncar-muncrat maniku dikocok secara langsung oleh si Ica.
Lalu aku kembali berjalan ngocok menuju ke posisi kepala Eli. Dan disaksikan Ica, aku begitu mengekspresikan birahiku ini ngocok di dekat kepala Eli dengan jarak sekitar 1 cm.
Ah..., tak terbayangkan lah resiko yang bisa saja terjadi dengan kondisi seperti ini. Gak bisa aku bayangkan tiba-tiba Eli terbangun dan mendapati aku sedang bugil dengan kontolku berada di dekat kepalanya juga di depan anaknya, Ica. Benar-benar nekat ! Tapi entahlah, kesempatan dan situasi yang sangat mendukung ini membuat aku mengabaikan kemungkinan-kemungkinan dan resiko yang dapat terjadi. Aku bahkan lebih mengekspresikan gerakan ngocokku di dekat kepala Eli yang di saksikan Ica.
Hentakan tanganku semakin cepat mengocoki kontolku. Suara hentakan kocokan tanganku terdengar begitu sangat jelas seiring dengan memburunya nafasku penuh kenikmatan sampai akhirnya aku muncrat mani.
Sengaja tidak aku muncratkan maniku itu ke kepala Eli, karena akan sulit aku membersihkannya dan pastinya Eli bisa tahu kalau yang menempel di rambutnya itu adalah mani. Aku muncratkan maniku ke arah Ica dan berceceran di lantai.
Berkelonjotan penuh kenikmatan saat aku melepaskan muncratan maniku dari kontolku dan itu disaksikan Ica yang sedari tadi terus saja memperhatikan aku tanpa ada sepatah katapun selain ekpresi antusias yang Ica hadirkan saat memperhatikan aku dan seluruh gerak-gerikku.
Ah..., nikmatnya..., sangat nikmat..., dan ini mungkin akan sulit dapat terulang lagi. Lalu aku memakai kembali celanaku dan sebelum aku masukkan kontolku, aku lihat di ujung kontolku masih ada sedikit sisa maniku. Dengan ujung jari tengah tangan kananku, aku ambil sisa maniku lalu aku colek ke dahi Eli. Karena emang sisa maniku itu sangat sedikit, jadi tidak terlalu nampak dan mungkin tidak terasa menempel di dahi Eli. Kemudian aku lap ceceran maniku yang di lantai dengan bajuku.
Aku tandai saat aku muncrat mani pada jam 11:40. Memang tidak begitu lama, tapi nikmatnya luar biasa. Sensasinya juga luar biasa. Bugil ngocok selama sekitar 12 menit di dekat kepala Eli sampai aku nembak mani disaksikan oleh Ica, anaknya.
Terima kasih Eli, begitu puasnya aku bugil ngocok langsung di dekatmu. Pantatmu yang begitu montok itu membuat imaginasiku pada pepekmu begitu menggodaku.
Aku kembali memakai bajuku sambil duduk dan mengajak Ica menonton TV kembali. Sengaja itu aku buat untuk mengulur waktu dan membuat Ica sedikit teralihkan dengan apa yang sedari tadi dia saksikan.
Jam 12:06 aku membangunkan Eli. Awalnya aku membangunkannya dengan hanya memanggil namanya. Kemudian aku suruh Ica berdiri dan aku bimbing tangannya memegang pantat Eli. Secara perlahan aku juga memegang pantat Eli sambil menikmati lembut dan kenyalnya pantat Eli dengan sedikit meremasnya dan memanggil nama Eli dengan sedikit keras. Lalu aku lepas remasan tangan kananku dari pantat Eli sambil aku bimbing tangan Ica untuk mengguncang-guncang tubuh Eli melalui pantatnya. Sampai akhirnya Eli terbangun sambil menyambar dan menggenggam tangan Ica.
"Ih..., kirain apa tadi", kata Eli saat terbangun sambil memegang tangan Ica.
"Jadi dikira apa rupanya Eli ?", tanyaku sambil bercanda.
"Aku pikir abang pula ya meremas-remas pantatku", jawab Eli bercanda sambil tertawa.
"Hahaha, kira-kira mungkin gak Eli", pancingku pada Eli dengan nada bercanda.
"Silap kali lah abang, jauh kali lah cantik istri abang dibandingkan aku, lagi pula dari aku masih ingusan abang sudah kenal aku. Bercanda tadi aku bang, gak mungkin lah aku punya pikiran negatif ke abang", kata Eli kembali.
Sebagai ungkapan terima kasihku yang tak mungkin aku ucapkan karena telah memberi kesempatan bagiku untuk dapat bugil ngocok sambil menikmati keindahan tubuhnya, pada Eli aku katakan kalau Ica aku bawa keluar dulu untuk membeli makan siang.
Di jalan Ica aku ajak bercanda walau terkadang aku sedikit sulit memahami dan mengetahui perkataannya Ica, tapi setidaknya agar suasana bisa nyaman dan teralih pikirannya dari kejadian tadi sambil aku katakan, kalau dia tidak boleh bilang sama siapa pun tentang kejadian tadi dan aku janjikan kalau besok akan aku ajak jalan-jalan. Sebagai jawabannya, Ica hanya menganggukkan kepalanya saja.
Setelah kami makan aku pamit pulang dan aku katakan pada Eli, kalau gak berkeberatan besok Ica mau aku ajak main.
"Kebetulan lah bang, gak papa bang, ini juga masih terasa gak fit badanku", jawab Eli yang membuat aku tersenyum dalam hati.
Sebelum pulang, sempat juga aku lirik ke dahi Eli, bekas maniku yang menempel ternyata sudah hilang karena keringat Eli pada saat dia makan tadi. Ah..., terima kasih ya Eli sudah membuat aku muncrat-muncrat mani dan memberi kesempatan padaku bisa bugil ngocok di atas kepalamu dan di depan anakmu, si Ica.