Tanggal 07-08-2022, akhirnya bulat sudah keputusan Teti dan **** untuk pindah rumah. Aku juga sangat terkejut mendengar kabar tentang keinginan Teti untuk keluar dan pindah dari rumah mertuaku, apalagi kepindahannya ke luar kota. Walaupun akhirnya keputusan mereka itu tidak begitu kami pertentangkan. Mungkin saja Teti kurang merasa nyaman untuk satu rumah dengan mertuaku. Dan ****, lebih banyak mengikuti apa mau Teti.
"Biar aja bang, biar si Teti tahu tanggung jawab rumah...", kata **** saat aku memberi pandangan dengan keputusan mereka sehari sebelum kepindahannya.
Jujur saja, sambil membantu mengemasi dan mengangkati barang-barang pindahan mereka, aku selalu saja berusaha mendekati Dila. Beberapa kali saat ada kesempatan, kontolku sengaja aku gesekkan di kepalanya, dan Dila hanya diam saja. Sangat jelas Dila melihat bagaimana aku menurunkan bagian depan celana pendekku sambil mengeluarkan kontolku dari sempakku dan menggesek-gesekkannya di kepalanya, bahkan terkadang ke dahi serta pipinya. Ah..., lonte pepek torok..., Dila sepertinya begitu cuek mendapati perlakuanku pada dirinya.
Hingga akhirnya, karena aku sudah kebelet mau ngocok, aku pamit mau pulang ke rumahku sambil beralasan untuk mandi dan mengganti pakaianku. Lagian keberangkatan mereka itu pada malam hari karena mengejar agar sampai di sana pagi hari. Dan faktor kesempatan ngocok di rumah mertuaku yang tidak memungkinkan itu juga yang membuatku ingin pulang terlebih dahulu.
"Ikut *****...", kata Dila saat melihat aku hendak pergi dengan motorku.
"Iya..., Dila mau ikut...? Tapi ***** lama...", jawabku dengan penuh pengharapan agar Dila benar-benar mau ikut denganku.
"Iya lho..., ***** lama...", timpal **** dan Teti yang mencoba membujuk Dila untuk tidak ikut denganku.
"Ikut..., ikut...", kata Dila sambil terus merengek ingin ikut denganku.
"Ya udah ikut sana, tapi jangan nakal ya..., itu *****nya mau ngajak gak tu...", kata **** sambil menggoda Dila, sementara hatiku penuh sorak kegirangan mendapat kesempatan untuk membawa Dila ke rumahku.
Singkat cerita, akhirnya Dila ikut denganku. Dan begitu sampai di rumah, langsung saja aku bergerak cepat untuk terus menjadikan Dila sebagai target ngocokku.
"Dila mau main games...?", tanyaku sambil memperlihatkan HPku di depan Dila sesaat setelah aku menutup pintu depan rumahku.
Karena Dila mengangguk, aku menjadi yakin untuk menjalankan aksiku padanya. Posisi kami saat itu masih berada di ruang tamu, HPku sengaja aku letak di meja, sementara Dila masih berdiri dan memperhatikan aku yang sedang membuka bajuku.
"Main gamesnya ntar ya Dila, ***** mau buka dulu...", kataku yang berdiri 50 cm di depan Dila. Dan Dila hanya mengangguk sambil memperhatikan aku yang secara perlahan membuka bajuku. Ah..., kontolku mulai terasa berdenyut nikmat dengan situasi yang hanya aku dan Dila saja yang berada di rumah. Sebenarnya saat itu aku sudah ingin cepat saja membuka celanaku dan bugil di depan Dila. Tapi setelah aku pertimbangkan, sepertinya akan lebih aman jika Dila sudah benar-benar merasa nyaman bersamaku.
Sambil duduk di ruang tamu, aku menyerahkan HP dan menyuruh Dila memilih games yang ada. Awalnya Dila duduk di sampingku, dan kemudian aku pangku sambil memainkan gamesnya. Ah..., dasar lonte pepek torok kau Dila..., terasa berdenyut hebat kontolku ditindih pantat Dila. Sesekali secara tersamar aku menciumi leher dan tengkuk Dila. Reaksi Dila yang merasa geli dengan ciuman di lehernya itu semakin membuatku berani untuk benar-benar mengecup leher dan tengkuknya. Ah..., lonte pepek torok...
Dila akhirnya aku turunkan dari pangkuanku dan dia duduk di kursi sementara aku berdiri sambil memperhatikannya main games. Jam menunjukkan pukul 14:13 saat perlahan aku menurunkan bagian depan celanaku dan mengeluarkan kontolku. Dan tepat di saat aku menurunkan bagian depan celanaku, Dila memandang ke arahku, tepatnya ke kontolku yang sudah keluar dari celana. Dila nampak terpaku melihat kontolku yang belum ereksi itu.
"Napa *****..., napa...", tanya Dila saat melihat posisi kontolku keluar dari celanaku.
"Gak papa...", jawabku sambil menanyakan permainan games yang sedang dia mainkan.
Tukar *****...", kata Dila sambil pandangan matanya tertuju pada kontolku.
Setelah menukar permainan games di HP, dengan tetap membiarkan kontolku keluar dari celana aku masuk ke kamar untuk mengambil handycam yang ternyata sedang habis baterai. Ah..., lonte pepek torok..., rutukku sambil berjalan menghampiri Dila yang sedang main games.
Sambil memperhatikan Dila yang sedang main games, tanganku perlahan mulai bermain di kontolku. Dan ternyata Dila merasakan gerakan-gerakanku. Kadang Dila menghentikan permainannya dan memandang ke arah aku yang sedang mempermainkan kontolku di depannya.
"Napa *****...", kata Dila lagi.
"Gak papa, gatal tangan *****, main gamesnya nanti ya Dila...", kataku pada Dila sambil mengambil HP dari tangannya dan dengan sengaja aku lebih mendekatkan kontolku ke wajah Dila.
Setelah HP aku letakkan di meja, perlahan aku sedikit berjongkok di depan Dila dan dengan lembut aku melumatkan bibirku ke bibir Dila. Esh..., lonte pepek torok..., nikmatnya berciuman bibir dengan anak perempuan yang belum genap berusia tiga tahun itu. Beberapa kali aku mengulangi ciuman bibirku di bibir Dila yang membuat kontolku berdenyut hebat dan terasa akan ereksi. Aku kembali berdiri sekitar 30 cm di depan Dila sambil aku raih HPku dan menghidupkan mode merekam video.
Di depan Dila, pada jam 14:34 perlahan aku melorotkan celanaku hingga sebatas lututku sambil merekam video dan melihat reaksi Dila yang matanya begitu tertuju pada kontolku. Nampak beberapa kali Dila seperti menelan ludahnya sendiri sambil memandangi kontolku yang belum ereksi dan sesekali memandang ke wajahku.
Jujur saja, begitu buasnya aku memandang ke Dila dan membiarkan Dila menikmati bagaimana secara perlahan kontolku mulai bergerak ereksi di depannya. Iya, Dila menyaksikan bagaimana proses kontolku ereksi sedari awal hingga benar-benar kokoh ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Dan kemudian aku benar-benar membuka seluruh celanaku. Aku gak tahu apa yang ada di dalam benak Dila melihatku bugil di depannya. Lagian Dila hanya diam saja sambil memperhatikan kontolku.
Kembali aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan melumatkan bibirku ke bibir Dila. Dan setelah puas mencium bibirnya, sambil aku ajak ngobrol perlahan kontolku mulai aku gesek ke wajahnya. Ah..., semua itu tak lepas dari rekaman videoku.
"Ini ***** mau buat film, nanti kita lihat ya...", kataku pada Dila saat kontolku itu aku gesek-gesekkan di wajahnya. Dila hanya diam dan nampak sedikit tersamar menganggukkan kepalanya. Ah..., lonte pepek torok..., tangan Dila nampak berada di antara kedua pahanya seperti ingin memintaku untuk meraihnya dan meletakkan di kontolku.
Tapi saat aku ngobrol dan mengajaknya bercanda, di luar dugaanku, tiba-tiba tangannya bergerak dan memegang kontolku yang sedang aku gesek-gesekkan di wajahnya. Uh..., lonte..., benar-benar di luar dugaanku.
"Napa *****..., ini apa...", kata Dila sambil tangan kanannya bergerak memegang kontolku.
"Gak papa Dila..., pegang aja kalau mau", kataku membiarkan Dila secara mandiri, tanpa aku suruh memegang kontolku.
Uh..., lonte pepek torok kau Dila..., tangan mungilnya terasa hangat memegang kontolku. Sambil menggenggam tangan Dila yang memegang kontolku, perlahan aku mulai mengocoki kontolku.
Birahiku begitu meledak-ledak yang membuat aku menghentikan gerakan tangan Dila yang mengocoki kontolku. Kemudian aku menyuruh Dila berdiri di atas kursi. Dan sambil aku ajak bercanda, satu persatu pakaian Dila mulai aku lucuti hingga akhirnya Dila juga dalam kondisi bugil.
"Sama kan kayak *****", kataku pada Dila saat seluruh pakaiannya telah aku lepas dari tubuhnya.
"Napa *****...", tanya Dila yang aku jawab dengan alasan biar gak panas dan keringatan.
Dan tiba-tiba terdengar suara pintu gerbang Jeni terbuka. Akupun langsung sigap menghampiri jendela memastikan siapa yang keluar dari rumahnya. Ah..., lonte pepek pantat torok kau Jeni..., nampak dia mengeluarkan motornya sambil berbicara dengan anaknya dan kemudian Jeni duduk menunggu di atas motornya tepat di depan gerbang rumahku.
Sambil lebih merapatkan tubuhku ke jerjak jendela, kemudian aku ngocok dan penuh tatapan birahi menelusuri keindahan tubuh Jeni. Ya jujur saja, dari segi wajah, ya kurang lah si Jeni itu, tapi kalau dari segi tubuh..., benar-benar lonte pepek torok si Jeni itu. Pantatnya nampak begitu sekal. Uh..., lonte kau Jeni..., nampak beberapa kali pandangan mata Jeni tertuju pada jendela di mana saat itu aku sedang bugil ngocok mengarah ke dirinya.
Aku tahu, Dila yang awalnya berdiri di atas kursi, begitu melihat aku ngocok di jendela, kemudian dia turun dan berdiri di sampingku sambil memandangi kontolku yang sedang aku kocok mengarah ke Jeni. Ehs..., nikmatnya ngocok disaksikan Dila... Tapi sayangnya Jeni tidak begitu lama berada di depan pintu gerbang rumahku dan setelah itu aku kembali melanjutkan aksiku pada Dila.
Saat itu aku dan Dila berdiri saling berhadapan. Wajah Dila hanya sekitar 10 cm dari kontolku. Lalu aku menggendong Dila dan aku suruh berdiri di atas kursi sambil aku renggangkan posisi kedua kakinya. Ah..., pepek mungil Dila nampak begitu menggoda. Perlahan wajahku mulai mendekati pepeknya dan dalam keadaan berdiri, pepek Dila aku jilat. Nampak Dila kegelian saat lidahku menyapu permukaan pepek mungilnya. Apalagi saat jari jempol dan telunjuk tangan kananku, secara perlahan mulai merekahkan pepeknya Dila. Esh..., begitu aku nikmati pemandangan indah rekahan pepek mungil Dila dan setelah puas memandang serta merekam rekahan pepeknya, perlahan aku kembali menjilati pepek Dila. Selain menjilati pepeknya, jari tanganku juga bermain di pepeknya. Ah..., Dila...
Dalam keadaan berdiri Dila begitu menggeliat menahan rasa geli karena jilatan lidahku di pepeknya. Kadang dia merapatkan kakinya sambil menolak wajahku menjauh dari pepeknya. Ah..., lonte kau Dila..., jujur dalam keadaan seperti itu terasa kurang nikmat.
Di kursi ruang tamu rumahku perlahan tubuh bugil Dila aku rebahkan sedikit menyamping agar pantatnya berada di ujung kursi. Kedua kaki Dila aku letakkan juga di ujung kursi dan aku posisikan mengangkang. Aku tahu, Dila sedikit menaikkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang aku lakukan. Kembali jari telunjuk dan jempol tangan kananku secara perlahan merekahkan pepek mungilnya, sementara tangan kiriku memegang HP yang sedang merekam video. Aku zoom keindahan bentuk pepek mungil Dila yang sedang aku rekahkan itu. Lobang pepeknya juga begitu kecil sekali.
Kembali Dila menggeliat kegelian saat lidahku menyapu rekahan pepeknya sambil terkadang dengan lembut aku hisap pepeknya. Tak lupa, semua itu aku selingi dengan mengajaknya bercanda. Ah..., nikmatnya rasa pepek anak perempuan yang belum genap berusia tiga tahun itu... Begitu aku puas-puaskan menjilati pepeknya.
"Pipis pipis...", kata Dila yang masih dalam keadaan menggeliat berusaha merapatkan kakinya dan sedikit mendorong wajahku.
"Ntar Dila..., sebentar lagi ya...", kataku sambil tetap saja berusaha merenggangkan pahanya dan menjilati pepeknya.
Dan benar saja, baru beberapa saat aku menjilati pepek si Dila, entah itu karena terlalu geli nikmat atau memang benar-benar kebelet kencing, akhirnya semburan kencing Dila begitu kencang keluar dari pepek mungilnya yang saat itu masih dalam kondisi aku jilat. Dasar pepek lonte..., kepalang tanggung, aku teruskan saja acara jilatan lidahku di pepeknya yang sedang memuncratkan air kencingnya dan malah begitu beringas aku menghisapi pepeknya sambil meminum air kencingnya. Ada kekakuan yang sangat nyata di tubuh Dila saat Dia memuncratkan air kencingnya. Makanya, kencingnya Dila itu apakah karena terlalu geli atau memang benar-benar kebelet kencing.
Dasar lonte si Dila itu..., hampir seluruh air kencingnya aku minum dan rasa khas kencingnya yang sedikit asin pahit itu semakin membuat jilatan dan hisapanku di pepeknya semakin jadi. Apalagi tak begitu kentara aroma pesing dari air kencingnya. Ah..., sampai-sampai HPku yang aku pegang dengan tangan kiriku itu aku letak di lantai dan dengan buasnya kedua jari jempol tangan kiri dan kananku merekahkan lebih lebar lagi pepek Dila sambil aku terus saja menjilati pepeknya.
"Gak papa Dila..., pipis aja..., enakkan...", kataku di sela-sela menjilati pepeknya.
Dila hanya menggeliat kegelian sambil tertawa. Dan semua itu juga aku barengi dengan mengajaknya bercanda. Ah..., lonte kau Dila, sebagian wajah serta dadaku basah karena kencingnya. Ada juga sedikit kencingnya yang mengenai ujung dari kursi yang aku abaikan karena aku punya alasan itu adalah tumpah air minum.
Jujur mungkin yang benar-benar dalam suasana sedikit serius adalah di saat aku sudah puas bermanja dan mempermainkan lidahku di pepek Dila, lalu menyuruhnya untuk berdiri sambil aku menyusun dua buah kursi dengan hampir mendekatkan kedua sisi sandaran tangan kursi tersebut. Sambil mempausekan mode merekam video di HPku, lalu aku meletakkan dan menyusun beberapa bantal kursi dengan tujuan agar posisi tubuh Dila nantinya akan lebih tinggi. Sengaja aku bentuk bantalan tersebut menyerupai kursi dengan sandaran badannya menggunakan beberapa bantal yang aku ambil dari kamarku. Aku tahu Dila hanya berdiri diam sambil memperhatikan aku dan sepertinya dia lebih banyak melihat ke arah kontolku yang sudah benar-benar ereksi itu. Ah..., dasar lonte kau Dila..., nampak tangan kanannya seperti sedang menutupi pepeknya.
"Yuk sini Dila", kataku sambil menggesekkan kontolku ke wajah Dila sebelum aku menggedongnya.
"Nanti Dila jarang jumpa ***** lagi lah..., kalau mau jumpa jauh harus naik mobil lagi...", kataku lagi, sambil mendudukkan Dila di sandaran tangan kursi yang sudah aku persiapkan.
Dengan sangat lembut aku lumatkan bibirku ke bibir Dila. Sambil aku hidupkan kembali mode merekam di HPku, lalu aku merenggangkan kedua kakinya. Kembali aku cium bibir Dila dan perlahan, kamera HPku mengarah ke pepek si Dila. Dengan jari telunjuk dan jempol tangan kananku, perlahan aku merekahkan kembali pepek mungil Dila. Begitu terpuasnya pandangan mataku dan juga fokus kamera HPku ke rekahan pepeknya. Ah..., begitu mungil dan pastinya akan terkoyak lebar seandainya aku benar-benar memaksakan untuk melesakkan kontolku ke dalam pepeknya.
Dengan posisi duduk mengangkang seperti berjongkok itu, Dila benar-benar memperhatikan setiap tindakanku. Iya, Dila melihat dengan sedikit memajukan badannya memperhatikan bagaimana jariku itu merekahkan pepeknya. Terkadang dengan tatapan matanya yang aku sendiri tidak dapat menterjemahkan maknanya, Dila memandang ke wajahku. Dan jujur, berulang kali aku cium bibirnya dan terkadang aku sengaja meludah ke dalam mulutnya yang kemudian ludahku itu dia telan.
Apalagi saat dengan posisi sedikit berjongkok aku mulai menjilati pepeknya. Jujur, suasananya terasa sedikit berbeda. Tak ada suara ketawa kegelian si Dila. Dia hanya menggeliat mungkin menahan rasa geli atau apalah yang dia rasakan tanpa sedikitpun tertawa seperti sebelumnya. Kedua tangannya juga berada di kepalaku dan terkadang seperti menarik rambutku. Memang terasa juga dorongan halus tangannya di kepalaku saat aku begitu buas menjilati dan menghisapi pepeknya. Tapi itu benar-benar sangat aku abaikan. Karena begitu bermanjanya aku di pepek si Dila itu. Bahkan sisa kencing Dila yang melekat di sekitar pahanya juga tak luput dari jilatanku. Ah..., pepek lonte anak perempuan yang belum genap berusia tiga tahun itu, begitu nikmat dan hangat pepeknya.
Setelah puas menjilat dan menghisap pepeknya, lalu aku berdiri di depan Dila dengan jarak kontolku hanya sekitar 10 cm dari wajahnya. Begitu dalamnya Dila memperhatikan kontolku yang ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Dan tanpa aku minta, perlahan tangan Dila memegang kontolku. Secara perlahan, dengan kontol yang sedang di cengkram oleh tangan kanan Dila, aku semakin mendekatkan kontolku ke mulutnya.
Posisi saat itu tangan kananku benar-benar tidak memegang kontolku, hanya tangan Dila yang memegangnya. Lalu aku meraih tangan kiri Dila dan sambil memasukkan jari jempol tangan kirinya ke dalam mulutku, perlahan aku membuat gerakan memasukan dan mengeluarkan jempolnya dari mulutku.
"Aaa..., buka mulutnya Dila...", kataku pada Dila sambil tangan kananku sedikit menarik ujung kiri bibir bawahnya.
Begitu perlahan kepala kontolku mulai aku masuk ke dalam mulut si Dila, dan tanpa aku suruh tangan kanannya kembali memegang kontolku yang dia lepas di saat aku meraih tangan kirinya dan memasukkan ke dalam mulutku. Berulang kali kepala kontolku keluar masuk di mulut si Dila dan memang sengaja tidak aku paksakan untuk melesakkan secara utuh batang kontolku ke dalam mulutnya. Ya hanya beberapa centimeter saja batang kontolku yang masuk ke dalam mulutnya.
Entah mungkin si Dila ingat dengan beberapa kejadian sebelumnya, tanpa aku suruh, aku merasa Dila seperti menghisap kontolku. Dan memang benar, di saat aku sengaja menahan kontolku di dalam mulutnya, aku benar-benar merasakan hisapan mulut si Dila di kontolku. Bahkan secara perlahan terasa olehku tangan kanannya mulai mengocoki kontolku.
"Iya Dila, seperti itu..., yang kuat ya megangnya..., agak cepat ngocokinya...", kataku sedikit mendesah menyuruh Dila memperkuat cengkraman serta kocokan tangannya di kontolku.
Dila tanpa aku suruh benar-benar secara mandiri mengocoki kontolku. Apalagi saat aku mengeluarkan kontolku dari dalam mulutnya. Di depan wajahnya, kontolku yang kekar itu dia kocok walau hanya dengan gerakan ringan ala anak-anak. Ah..., lonte torok kau Dila. Bahkan saat itu tangan kiri Dila juga ikutan memegang dan mengocoki kontolku. Ah...
Setelah beberapa saat dikocok Dila, perlahan aku memegang tangannya dan menyuruhnya melepaskan pegangannya dari kontolku. Entah lah, saat itu aku benar-benar seperti lupa diri dengan membiarkan Dila memperhatikan bagaimana secara perlahan kepala kontolku mulai aku gesekkan ke pepeknya. Bahkan sambil aku rekahkan, aku gesekkan kepala kontolku di rekahan pepeknya dan itu disaksikan oleh Dila sendiri. Dila begitu memperhatikan apa yang aku lakukan terhadap pepeknya.
Apalagi secara perlahan saat kepala kontolku berada di rekahan pepeknya, jari tanganku yang sedang merekahkan itu aku lepaskan dan aku biarkan kepala kontolku seperti menahan rekahan pepeknya. Dengan sedikit menekan kepala kontolku di antara belahan pepek si Dila, perlahan aku mulai ngocok. Dila hanya diam memperhatikan bagaimana kepala kontolku menyumpal belahan pepeknya sementara tanganku mulai mengocoki kontolku.
Sambil ngocok, terkadang kepala kontolku sedikit aku tekan di pepeknya dan terkadang aku gesek-gesekkan di belahan pepeknya. Dan itu semua tak lepas dari pandangan mata si Dila yang diam dan memperhatikan aksiku. Hingga aku tidak dapat menahan dorongan maniku untuk muncrat dari kontolku. Dan aku muncrat mani di belahan pepek Dila.
Nampak jelas Dila seperti menggerakkan sedikit tubuhnya ke belakang saat aku benar-benar hampir lepas kendali berkelonjotan penuh nikmat memuncratkan maniku di belahan pepek si Dila dan tak sengaja terlalu menekan pepeknya.
Penuh mani belahan pepek si Dila itu dan bahkan muncratan maniku sampai ke perutnya juga. Dan untuk memastikan apakah ada luka di pepek si Dila, kemudian aku menarik sandaran badannya dan merebahkan tubuh Dila. Pelahan aku kembali merekahkan pepek si Dila yang sudah tertutup penuh oleh maniku. Dan karena tidak ada yang berdarah, perlahan aku kembali mengesek-gesekkan batang kontolku di rekahan pepeknya. Awalnya kepala kontolku sedikit aku tekan dan aku gesekkan di dalam rekahan pepek si Dila. Karena tidak ada ekspresi kesakitan dari wajah Dila, aku kembali menggesek-gesekkan kepala kontolku dan juga batang kontolku di belahan pepek Dila hingga maniku itu seperti busa. Ah..., begitu indah melihat maniku yang menutupi belahan pepek Dila dan mulai mengalir ke pantatnya.
Dan setelah puas menggesek-gesekkan kontolku di pepek Dila, perlahan aku mengambil maniku yang berada di pepek dan juga perutnya dengan jari telunjuk tanganku sambil aku masukkan ke dalam mulut Dila. Ah..., lonte kau Dila, begitu patuhnya kau mengikuti permintaanku hingga maniku itu bisa dikatakan habis ditelannya.
Ah..., lonte pepek torok kau Dila..., kontolku masih ereksi dan kokoh minta dikocok lagi. Akhirnya aku menyuruh Dila turun dan kemudian kami berdiri saling berhadapan. Saat itu sengaja aku membimbing kedua tangan Dila untuk memegang kontolku. Dan memang, entah itu karena naluri atau karena si Dila ingat pernah melakukannya, sesaat setelah tangannya aku bimbing memegang kontolku, perlahan dia mulai mengocoki kontolku. Bahkan tangan kirinya yang tadinya ikut memegang dan mengocok batang kontolku, secara perlahan memegang telor kontolku sambil meremasnya. Esh..., lonte..., nikmatnya...
"Dah dulu ya Dila..., biar ***** aja. Ni Dila buka mulutnya ya, boleh dihisap kayak tadi, tapi jangan digigit ya... Ni pegang yang ini aja", kataku pada Dila sambil menurunkan tangannya dari kontolku dan membimbing tangan kanannya ikutan meremas-remas telor kontolku.
Dengan kepala kontol yang berada di dalam mulut Dila yang terkadang terasa dia hisap dan dengan posisi telor kontolku yang diremas bahkan terkadang ditarik-tarik oleh tangan Dila, aku kembali ngocok. Hingga akhirnya aku nembak mani di dalam mulut Dila dan langsung dia telan. Esh..., nikmatnya...
Setelah itu, sekitar jam 15:44 aku sudahi dulu acara birahiku pada Dila walau saat itu kami masih telanjang bulat. Aku merebahkan tubuhku di lantai dan aku ajak Dila untuk merebahkan tubuhnya di atas tubuhmu. Sengaja aku menempatkan pepek Dila tepat di kontolku. Jadi kepala Dila berada di dadaku. Sambil aku mengusap rambutnya, aku mengatakan terima kasih padanya. Ah..., seperti bercinta saat itu antara aku dengan si Dila.
Sambil memutar ulang hasil rekaman video, sengaja beberapa adegan yang terekam itu aku tunjukkan ke Dila yang masih rebah di atas tubuhku, dan sengaja aku ajak cerita sambil bercanda. Dan karena aku kebelet kencing, akhirnya aku ajak Dila ke kamar mandi. Jam menunjukkan pukul 16:02 saat kepala kontolku sudah berada di dalam mulut Dila dan sambil merekam video, perlahan aku kencing di dalam mulut Dila sambil menyuruhnya menghisap serta menelan air kencingku.
"Hisap kayak tadi ya Dila, diminum biar ingat ama *****. Nanti ***** belikan mainan ya kalau Dila datang lagi...", kataku sedikit berbisik pada Dila.
Esh..., benar-benar lonte kau Dila..., sengaja aku kencing secara perlahan agar kencingku itu benar-benar dia minum tanpa ada yang tertumpah keluar dari mulutnya. Lonte...
Dan setelah kencing, aku bersihkan tubuh Dila, khususnya bagian pepek, pantat serta perutnya yang terkena muncratan maniku. Aku hanya berjaga-jaga saja, karena aku khawatir akan nampak sisa mani kering di tubuhnya. Gak mungkin juga aku menyuruh mandi si Dila, itu bahkan akan menimbulkan kecurigaan.
Selepas aku bersihkan si Dila, lalu aku menyuruh Dila untuk menungguku di depan pintu kamar mandi. Di depan Dila yang sedang berdiri di depan pintu itu aku mandi. Kemudian setelah itu aku memakaikan kembali pakaian Dila dan sebelum aku memakaikan sempaknya, aku kembali mencium serta menjilat pepeknya lagi. Lalu aku menyuruh Dila main games sambil aku kemudian memakai pakaianku.
Dan kami keluar dari rumahku pukul 16:31 tapi tidak langsung pergi ke rumah mertuaku. Sengaja Dila aku ajak ke warung untuk membeli jajanan dan aku bawa ke stasiun kereta api. Ah..., nampak begitu gembirannya Dila saat melihat kereta api. Apalagi saat aku membawanya masuk ke salah satu gerbong kereta api. Dan setelah itu kami pulang.
"Wah..., lama ya pulangnya Dila..., betah ya ama *****..., ngapain aja di rumah *****...", tanya Teti saat kami tiba di rumah mertuaku, yang sejujur kalau diperhatikan saat itu pasti nampak rona wajahku sedikit berubah. Iya..., begitu berdebarnya aku menunggu jawaban dari Dila. Karena gak mungkin aku yang jawab. Aku mungkin hanya bisa sedikit menambahkan atau menerangkan sesuatu pernyataan dari Dila.
"Main gem, ocok, pilem, api nom pis...", kata Dila yang membuat Teti sedikit berkenyit dahinya dan menambah rona di wajahku.
"Apa ocok...", tanya Teti lagi.
"Ocok..., ocok...", jawab Dila sambil hendak menggerakkan tangannya yang langsung aku sambut ucapannya dengan sedikit bercanda pada Dila...
"Ocong lho...", kataku bercanda sambil meraih tangan Dila dan menempatkan tangannya di atas kepalanya seperti hantu pocong.
"Oala... pocong lho...", kata Teti sambil tertawa.
"Lihat film tadi ya...", sambung Teti.
"Ocok...", jawab Dila dan akhirnya kata ocok yang sebenarnya ngocok diartikan oleh Teti adalah hantu pocong yang dilihat di film yang Dila tonton.
"Jadi tadi lihat kereta api di mana...", tanya Teti lagi dan di jawab oleh Dila sambil dia menunjukkan arah stasiun kereta api.
"Iya, tadi iseng main ke stasiun kereta api", kataku pada Teti.
"Lha tadi Dila minta minum apa bang...", tanya Teti mungkin karena mendengar kata nom pis yang diucapkan Dila.
"O..., jus jeruk nipis tadi...", jawabku asal dan aku sudah mulai dapat menenangkan debar di dadaku. Kan gak mungkin aku katakan ke Teti kalau si Dila itu minum air kencingku dan juga minum maniku.
"Oh ya, jam berapa berangkat pastinya...", kataku sedikit mengalihkan pembicaraan.
"Nanti bang, jam 9 malam ini. Biar sampai sana pagi. Ini juga jalannya santai aja kok...", jawab Teti.
Dan ada suatu kelegaan saat anak Novi mengajak Dila main dan akhirnya aku bisa ngobrol santai dengan Teti yang kemudian suaminya ikut nimbrung juga.
Jujur begitu aku jaga sekali si Dila dengan selalu setidaknya berada di dekatnya. Dan untungnya tak ada pertanyaan-pertanyaan Teti pada Dila lagi. Malahan hanya omelan Teti yang marah karena Dila selalu minta HPnya.
"Tu..., ***** ini selalu ngasih Dila main HP. Sana minta sama *****...", omel Teti pada Dila.
Aku hanya ketawa sambil bercanda, walaupun akhirnya aku menyerahkan HPku ke Dila. Dan jujur, sebenarnya saat mereka hendak berangkat pergi, aku jadi serba salah. Karena saat itu Teti menyuruh Dila untuk menciumku dan gak tahu kenapa Dila menghampiriku sambil sedikit membuka mulutnya seperti minta dicium bibirnya. Aku tahu, mungkin akan lama waktunya lagi aku bisa menjadikan Dila sebagai target ngocokku dan mencium bibirnya. Tapi tak mungkinlah aku mencium bibir si Dila saat itu juga. Akhirnya sambil bercanda aku hanya mencium dahi si Dila di depan mereka dan setelah itu aku pura-pura kelupaan sesuatu.
"Oh ya..., ***** lupa ngasih ongkos lah buat Dila...", kataku sambil bercanda yang membuat semua orang tertawa.
"Yuk sini sama ***** dulu...*, kataku pada Dila sambil menggandeng tangannya kembali ke rumah mertuaku.
"Ngasih ongkosnya jangan sikit-sikit ya *****...", celetuk Teti bercanda yang membuat aku begitu santai membawa Dila masuk ke dalam rumah mertuaku.
Padahal dompetku ada di saku celanaku, tapi hanya alasanku saja agar dapat membawa Dila masuk ke dalam rumah mertuaku. Dan memang, aku memberikan 300 ribu ke Dila sebagai uang jajannya.
"Makasih ya Dila...", kataku sambil memberikan uang jajan ke Dila dan secara perlahan penuh kelembutan aku melumatkan bibirku ke bibir Dila. Ah..., saat itu begitu penuh penghayatan ciuman bibirku pada Dila. Dan Dila nampak senang karena menerima uang jajan dariku walaupun dia gak tahu besaran nominal uang tersebut. Dan sambil aku gendong, sebelum keluar dari rumah, aku kembali melumatkan bibirku ke bibir Dila. Ah..., tatapan mata Dila nampak begitu berbeda sesaat setelah aku mencium bibirnya.