Tanggal 19-07-2020, walau tidak sesuai dengan rencana awal, tapi tidak sia-sia persiapan yang aku lakukan sebelum aku pergi ke rumah mertuaku. Malam hari sebelumnya, mertuaku menelpon aku dan minta tolong padaku untuk memperbaiki motornya. Mertuaku juga mengatakan kalau Teti dan suaminya akan pergi, makanya dia akhirnya minta tolong ke aku.
Dari rumah, sengaja aku hanya memakai celana pendek tanpa memakai sempak. Buah zakarku juga sengaja aku ikat. Rencananya setelah aku siap memperbaiki motor mertuaku, aku akan mencari kesempatan untuk menjadikan mertuaku sebagai target ngocokku.
Tapi sampai di sana sekitar jam 08:00, agak kecewa aku setelah mengetahui kalau si Teti masih berada di rumah dan ternyata mereka batal pergi karena suaminya lembur kerja. Pepek...pepek..., jadi buyar rencanaku.
Apalagi tak lama setelah aku sampai dan mengotak atik motor mertuaku, si Ning datang. Ugh..., dongkol sekali rasa hatiku. Sambil memperbaiki motor mertuaku, pikiranku mulai bermain dengan kemungkinan yang bisa aku lakukan untuk rencana ngocokku. Dan nampaknya keadaan mulai ada titik terang setelah aku lihat mertuaku keluar bersama Ning dan mengatakan kalau mereka akan belanja pakaian untuk dikirim ke A S.
"***, ibu pergi ke plaza ***** dulu sama Ning, takut keburu hujan, sudah mendung sekali ini", kata mertuaku berpamitan padaku.
"Iya bang, kalau hujan di sana gak papa, banyak barang yang mau dibeli dan malam ini harus dikirim", timpal Ning menyambung perkataan mertuaku.
Wah..., ada harapan ni. Walau tidak seperti rencana awal yang mertuaku akan aku jadikan target ngocokku, kini beralih ke Teti. Dan sekarang pikiranku mulai bermain dengan rencanaku untuk menjadikan Teti sebagai target ngocokku.
Setelah mertuaku dan Ning pergi, kini tinggal aku bersama Teti. Kontolku terasa begitu berdenyut dan membuat aku kadang tidak konsentrasi memperbaiki motor mertuaku. Mungkin juga karena buah zakarku yang aku ikat membuat semakin bertambahnya denyut-denyut kenikmatan di kontolku. Apalagi saat itu Teti dan anaknya berada di teras menemani aku yang sedang memperbaiki motor di halaman rumah, sambil sesekali mengajakku ngobrol.
Akhirnya sekitar setengah jam setelah mertuaku dan Ning pergi, dan sebenarnya motor itu sudah selesai aku perbaiki tinggal aku pasang kembali penutup mesinnya, hujan mulai turun.
"Bang, dah gerimis..., masuk aja lah...", kata Teti padaku.
Aku mengiyakan sambil memasukkan motor ke dalam bekas ruang tamu yang sekarang dipakai untuk menyimpan motor dan gudang.
"Teti..., ini pintu abang tutup aja ya..., takut tempias hujan masuk ke dalam nanti...", kataku pada Teti.
"Motor abang gak abang masukkan?", tanya Teti lagi setelah mengetahui aku akan menutup pintu dan membiarkan motorku kehujanan.
"Gak papa Teti, biar sekalian bersih kena hujan", jawabku.
"Oh..., ya udah bang, kalau gelap hidupkan aja lampunya", jawab Teti sambil masuk ke dalam rumah dan menghampiri aku.
Sambil menggendong anaknya dia berjalan melewati aku untuk menghidupkan lampu ruangan.
Ah..., pepek...pepek..., langsung bergerak ereksi kontolku saat Teti melewati aku.
Sambil pura-pura memperbaiki motor, sedikit membungkuk aku berusaha menutupi ereksi kontolku yang sudah menyodok bagian depan celanaku dengan bajuku karena Teti masih berada di dalam ruangan menemani aku.
Pingin rasanya saat itu aku menerkam si Teti, menyingkapkan dasternya dan membuka sempaknya sambil melesakkan kontolku ke dalam pepeknya. Ah..., letupan birahiku terasa begitu dahsyat.
Tak lama kemudian, Teti pamit mau ngajak anaknya menonton TV.
Begitu Teti berlalu dan berjalan membelakangi aku sekitar 1 meter di depanku, langsung saja aku tarik bagian depan celanaku dan mengeluarkan kontolku sambil terus ngocok.
Wuih..., benar-benar ereksi sempurna kontolku ini. Sambil berdiri ngocok aku perhatikan tubuh bagian belakang Teti dengan penuh tatapan birahi, hingga akhirnya Teti masuk ke dalam kamarnya yang hanya berjarak sekitar 3 m dari tempat aku berdiri.
Ah..., hanya beberapa detik saja kontolku ini aku kocok di belakang Teti karena keburu dia masuk ke dalam kamarnya.
Dengan nekat, walau terkadang tertutup bajuku, sengaja aku biarkan kontolku berada di luar celanaku. Buah zakarku yang aku ikat menjadi penahan bagian depan celanaku. Bahkan, sering sengaja aku berdiri sedikit lama dengan kontol yang begitu ereksi keluar dari celanaku mengarah ke kamar Teti.
Tak lama kemudian Teti keluar kamarnya yang aku tandai dengan tirai pintunya nampak bergerak, lalu aku sedikit menggeser tubuhku berjaga-jaga mana tahu Teti kembali lagi menemani aku. Dengan penuh debar aku pertahankan posisi kontolku yang di luar celanaku saat Teti keluar kamarnya dan langsung menghidupkan TV.
Sedikit membungkuk untuk menutupi kontolku dengan bajuku, aku pura-pura sibuk memperbaiki motor saat Teti berjalan menuju pintu kamarnya dan akhirnya duduk di lantai di depan pintu kamarnya bersama anaknya.
Hatiku begitu bersorak dengan posisi Teti yang hanya berjarak sekitar 3 m dari tempatku memperbaiki motor ini. Dari jam dinding dapat aku lihat waktu menunjukkan pukul 08:56. Santai saja aku singkapkan bagian depan bajuku dan membiarkan kontolku begitu bebas nampak keluar dari celana pendekku.
Begitu denyut penuh kenikmatan...
Dari tempatku berdiri, begitu tampak jelas lekuk tubuh bagian belakang Teti yang membuat tangan kiriku lebih menarik ke bawah bagian depan celanaku dan tangan kananku mulai mengocoki kontolku. Tak aku perdulikan gerakan-gerakan tubuh Teti yang terkadang bermain bersama dengan anaknya sambil nonton TV. Imaginasiku sangat liar bermain dalam benakku. Kupandang dengan tatapan penuh birahi tubuh Teti yang duduk membelakangi aku. Begitu aku nikmati kocokan tanganku di kontolku.
Aku juga tidak perduli, apakah suara desahan nafasku yang begitu memburu seiring dengan hentakan tanganku yang mengocoki kontolku, dan suara kopyor-kopyor buah zakarku yang aku ikat beradu dengan celana dan tanganku apakah terdengar oleh Teti atau tidak, karena suara hujan yang begitu deras menurutku dapat menyamarkan suara aktifitas ngocokku.
Jujur, debar jantungku begitu terasa memburu dan kenekatanku semakin menjadi, yang membuatku memberanikan diri, dalam keadaan ngocok, perlahan berjalan mendekati Teti yang asik bermain dengan anaknya hingga jarak kurang dari 50 cm, baru kemudian aku hentikan kocokan di kontolku sambil aku masukkan kontolku. Aku jepit kepala kontolku diantara pinggang celana dan perutku, karena kalau tidak seperti itu pasti nampak jelas menyodok bagian depan celanaku, sambil terus berjalan melewatinya menuju dapur dan pura-pura masuk ke kamar mandi.
Gemuruh jantungku begitu terasa, seiring dengan letupan birahiku. Dan aku sebenarnya tidak masuk ke kamar mandi, melainkan hanya berdiri di dapur, di depan pintu kamar mandi sambil mengatur nafasku yang masih memburu menahan birahiku.
Jujur saja, keringatku juga mengalir di tubuhku karena menahan gejolak birahi dan karena nikmatnya ngocok di belakang Teti tadi. Kondisi kontolku juga sangat mendukung, walaupun begitu ereksi penuh denyut kenikmatan, tapi belum ada tanda-tanda ingin nembak mani. Itulah sebabnya aku berkeringat karena begitu cepat dan kerasnya hentakan tanganku mengocoki kontolku di belakang Teti tadi.
Pepek...pepek..., dasar pepek si Teti ini. Akhirnya aku semakin hilang kendali dengan membuka baju dan celanaku di dapur. Perlahan dalam keadaan bugil sambil ngocok, aku berjalan lebih mendekat ke sekat dinding antara ruang TV dan dapur. Santai saja aku ngocok, padahal, begitu besar resiko yang mungkin saja terjadi. Bisa saja Teti tiba-tiba datang ke dapur, sementara aku dalam keadaan bugil berada di luar kamar mandi dengan kontol yang sangat ereksi, dan juga suara hujan yang sangat lebat benar-benar membuat suara gerakan langkah sama sekali tidak terdengar. Ah..., pepek kau lah Teti. Kemudian aku menjauh dari sekat dinding dapur dan berdiri di depan pintu kamar mandi. Sengaja aku menutup mataku sambil terus saja ngocok dengan cepat sehingga membuat kopyor-kopyor buah zakarku bergerak cepat naik turun beradu dengan tangan dan selangkanganku, nikmat..., begitu nikmat, dalam keadaan bugil ngocok penuh resiko yang bisa saja tiba-tiba Teti datang masuk ke dapur. Tak dapat aku katakan betapa nikmatnya saat itu. Walau penuh resiko.
Hanya beberapa menit saja aku bugil ngocok di dapur, kemudian aku merasa tertantang untuk melakukan aksi bugil ngocokku langsung di belakang Teti. Langsung saja aku menghentikan acara ngocokku, lalu aku memakai celanaku kembali, tapi tidak memakai baju, dan masuk ke kamar mandi. Sengaja aku sedikit menenangkan birahiku dengan menyiramkan air di kepala kontolku agar tidak ereksi lagi. Aku harus menetralkan dulu suasana, walau kesempatan ini bisa saja lenyap, tapi setidaknya aku tidak ingin membuat Teti curiga. Yang pastinya aku akan berbasa-basi dengan Teti setelah keluar dari dapur untuk mencairkan suasana sekaligus untuk melihat reaksinya.
Setelah kontolku sudah tidak ereksi lagi, lalu aku keluar dari kamar mandi masih tanpa memakai baju. Lagian aku juga terbiasa buka baju di rumah mertuaku dan aku yakin Teti juga terbiasa dengan itu. Keringat di tubuhku masih nampak jelas, tapi aku tidak begitu memperdulikannya.
"Lha bang, kan ada kamar mandi di depan", kata Teti saat aku berjalan hendak melewatinya dengan posisi tangan kananku memegang baju yang aku buka tadi, sedikit menutupi bagian depan celanaku.
"Oh..., masih bisa dipakai ya Teti, abang kira sudah gak dipakai lagi...", jawabku asal saja sambil menghentikan langkahku dan langsung sedikit membungkuk sambil menggoda anaknya. Lalu aku juga ikutan duduk di lantai sekitar 1.5 m di depannya. Bajuku langsung aku letak tepat menutupi bagian depan celanaku.
"Banyak keringat abang ya...", tanya Teti sambil memandang tubuhku yang tidak mengenakan baju.
"Iya Teti sorry ya, abang buka baju, gak nyaman kalau pakai baju, keringatnya banyak, namanya sudah lama gak jadi montir...", jawabku bercanda. Kan gak mungkin aku katakan kalau keringatku ini adalah keringat birahi ngocok di belakangnya dan bugil ngocok di dapur tadi.
Teti hanya tertawa, sambil mengatakan kalau itu memang kebiasaan aku yang sering buka baju.
Sambil menggoda anak si Teti dan sedikit ngobrol berbasa basi dengan posisi serta sikap yang aku buat senatural mungkin, untuk menutupi bagian depan celanaku dan menyembunyikan gejolak birahiku saat memandang Teti, beberapa menit kemudian aku mengakhiri basa-basiku pada Teti. Karena semakin lama semakin menggelegak birahiku saat memandang Teti yang hanya memakai daster dan terkadang bagian depan dasternya itu ditarik-tarik anaknya. Ah..., membuat geregetan hatiku.
"Ok deh Teti, abang lanjut lagi jadi montir dulu", kataku sambil bercanda dan langsung bangkit berjalan melewatinya.
"Iya bang...", jawab Teti sambil menenangkan anaknya yang mungkin minta susu. Dan kemudian ikut bangkit dan masuk ke kamarnya.
Sial..., rutuk hatiku. Masuk kamar pula si Teti ini, pasti nyusui anaknya.
Pepek...pepek..., gagal rencananku.
Dongkol bercampur kecewa, tapi tetap juga aku keluarkan kontolku sambil pura-pura memperbaiki motor sambil mencari kesempatan yang mungkin saja bisa aku lalukan, dan ini hampir 10 menit Teti berada di dalam kamarnya. Kalaupun aku ngocok, sepertinya tak ada tantangannya. Bahkan kalaupun saat itu aku bugil ngocok, sepertinya kurang nikmat.
"Ish..., gak tidur-tidur ni anak...", terdengar suara Teti sedang berkata pada anaknya.
"Keluar lagi kita ya, lihat kartun, tapi bobo ya..., mama dah ngantuk sekali ini".
Wah.., kesempatan datang lagi......
Dan dengan perasaan penuh harapan aku berdiri dengan kontol yang ereksi keluar dari celanaku menunggu Teti keluar dari kamarnya. Posisiku saat itu ada di balik motor, jadi masih bisa aku tutupi kontolku kalau saja Teti keluar dari kamarnya.
Tak lama kemudian Teti keluar dari kamarnya dan aku pura-pura berdiri memperbaiki spion motor, walau gak ada hubungannya dengan motor mogok sih..., sambil menutupi kontolku dengan bagian depan motor.
"Gak mau tidur ni anak, padahal ngantuk kali aku", kata Teti begitu keluar dari kamarnya dan mendapati aku sedang berdiri menghadapnya.
Ah..., tak terbayangkan begitu bergemuruh penuh debar saat Teti mengajakku berbicara, sementara aku dengan kontol yang ereksi keluar dari celanaku berdiri berhadapan dengannya hanya tertutup bagian depan dari motor.
"Mau main kali dia", jawabku singkat.
Dan Teti mengiyakan dan terus berjalan ke arah TV sambil menghidupkan VCD.
Kembali Teti duduk di depan pintu kamarnya sambil memangku anaknya. Terdengar sedikit kesal dia dengan anaknya yang tidak mau tidur. Walau akhirnya Teti kembali bermain bersama anaknya. Bergejolak birahiku saat melihat Teti nungging. Aku gak tahu sebab si Teti mengambil posisi nungging seperti itu, apakah mau menidurkan anaknya atau hanya bermain dengan anaknya. Walau hanya sebentar, dan kemudian dia kembali ke posisi duduk biasa di lantai, tapi benar-benar memicu birahiku. Lonte...pepek...torok..., rutuk hatiku dibarengi denyut yang sangat hebat di kontolku.
Ah..., saat aku melihat Teti nungging seperti itu, ingin rasanya aku berlari menghampirinya sambil menyingkapkan dasternya dan melorotkan sempaknya, lalu melesakkan kontolku dari posisi belakang, pasti jepit ni pepek si Teti.
Kontolkupun tak dapat aku ajak kompromi dan terasa penuh denyut kenikmatan. Dan perlahan aku kembali ngocok sambil memandang Teti yang sedang bermain bersama anaknya sekitar 3 m di depanku, walau saat itu tidak terlalu banyak pergerakan dari tubuh Teti. Dan ini sebenarnya lebih menguntungkan buatku. Jadi aku lebih bisa membaca pergerakan tubuh Teti.
Jam menunjukkan pukul 09:33, saat perlahan aku mulai membuka celanaku dan aku campakkan celanaku itu begitu saja di lantai.
Aku benar-benar bugil di belakang Teti yang saat itu sedang bermain dengan anaknya sambil menonton VCD. Dan aku mulai ngocok sambil menelusuri dengan tatapan penuh birahi bagian belakang tubuh Teti.
Bayangkan, aku bugil sekitar 3 m di belakang Teti dengan celanaku yang tergeletak begitu saja di lantai. Tak akan sempat aku raih dan memakai celanaku dengan cepat seandainya Teti bangkit dan berjalan ke arahku.
Bayangkan aku bugil ngocok dengan pelindung bagian depan motor untuk menutupi bagian bawah tubuhku, seberapa besar sih bagian depan motor matic, sementara Teti terkadang bergerak karena sedang bercanda dengan anaknya. Pasti nampak jelas seandainya Teti bangkit dan memandang ke arahku.
Begitu besar resiko yang aku pertaruhkan. Tapi ini yang semakin memacu birahiku.
Jangan ditanya debar dan gemuruh jantungku. Jujur, gemetar juga aku dalam posisi bugil seperti ini. Dan jujur juga, semakin menggelegak birahiku seperti ditantang untuk melakukan hal yang lebih ekstrem lagi.
Perlahan aku mulai menggeser posisi tubuh bugilku ini, sambil terus saja ngocok, aku berjalan melewati bagian depan motor mengambil posisi ke sebelah motor dan langsung berhadapan dengan bagian belakang tubuh Teti tanpa penghalang apapun.
Begitu cepat hentakan kocokan tanganku ini di kontolku. Suara desah nafasku yang begitu memburu penuh birahi dan hentakan tanganku mengocoki kontolku, serta suara buah zakarku yang aku ikat beradu dengan tangan dan selangkanganku begitu sangat jelas aku dengar, tapi mungkin tersamarkan dengan suara VCD dan suara hujan.
Aku benar-benar begitu tertantang dengan situasi ini. Walau hanya beberapa centimeter, aku akhirnya nekat menempatkan posisiku lebih mendekat ke Teti. Dan benar-benar tidak ada penghalang antara tubuhku yang berdiri bugil ngocok dengan tubuh Teti.
Pinggulku ikut bergoyang seiring dengan cepatnya tanganku ini mengocoki kontolku. Ah..., nikmatnya...
Begitu aku ekspresikan kenikmatan bugil ngocokku di belakang Teti. Terkadang aku sampai berjingkat-jingkat sangking menikmati hentakan tanganku yang begitu cepat mengocoki kontolku. Ngocok dalam keadaan bugil dengan jarak 3 m di belakang Teti yang asik bermain dengan anaknya begitu membuatku lupa akan resiko yang mungkin saja terjadi.
Iya, Teti sedang asik bermain di lantai bersama anaknya, sementara aku juga asik dengan tatapan penuh birahi menelusuri lekuk tubuhnya sambil mengekspresikan kenikmatan ngocokku tanpa sehelai benangpun tepat berdiri di belakangnya.
Kenikmatan dan sensasi yang sangat luar biasa yang aku rasakan, seiring degup jantung yang berpacu dan hentakan tanganku yang mengocoki kontolku. Sangat nikmat..., dan sensasi yang luar biasa ini membuat aku berkelonjotan sampai berjingkat-jingkat di belakang Teti. Terkadang aku sampai sedikit membungkukkan tubuhku dan lebih mengangkangkan kakiku karena makin cepatnya tanganku ini mengocoki kontolku.
Derasnya hujan sepertinya dapat menyamarkan suara hentakan dan kopyor-kopyor buah zakarku yang aku ikat naik turun beradu dengan tangan serta selangkanganku.
Ah..., nikmatnya...
Sensasi yang sangat luar biasa nikmat dan penuh resiko. Tanpa sehelai benangpun saat itu aku berdiri ngocok di belakang Teti dengan jarak sekitar 3 m.
Sampai akhirnya aku tidak dapat menahan dorongan maniku untuk keluar dari kontolku. Jam 09:50 aku berkelonjotan penuh kenikmatan sambil meremas kepala kontolku untuk menahan dan menampung muncratan maniku. Secara perlahan aku berjalan mundur sambil tetap mengawasi gerakan-gerakan tubuh Teti. Lalu aku raih dan aku pakai kembali celanaku. Walau sedikit susah karena tangan kiriku menggenggam mani, akhirnya aku bisa memakai celanaku kembali dan setelah aku menetralkan ereksi di kontolku, aku berjalan melewati Teti pura-pura ingin minum.
"Sorry Teti, abang mau ngambil minum", kataku pada Teti sambil terus saja berjalan melewatinya karena saat itu tangan kiriku menggenggam maniku.
"Eh bang, lupa aku buat minum untuk abang...", jawab Teti.
"Gak usah Teti, gak papa, aman tu...", kataku sambil terus berjalan masuk ke dapur. Dan kemudian aku masuk ke kamar mandi membersihkan maniku dari tangan kiriku.
Dan untuk mencairkan suasana, sambil membawa gelas aku duduk di kursi, minum menemani Teti bersama anaknya yang duduk di lantai.
Ngobrol dan berbasa-basi dengan Teti, tapi pikiranku melayang dengan kenikmatan bugil ngocokku di belakangnya tadi. Dengan gerakan yang tidak mencurigakan, sambil ngobrol, sesekali aku merapatkan pahaku untuk menjepit buah zakarku. Ah..., pepek...pepek..., terasa mulai menggeliat ereksi lagi kontolku ini, nikmat...
Akhirnya aku palingkan pandanganku ke TV agar letupan birahiku bisa aku kendalikan.
"Maaf bang, aku nidurkan anakku dulu ya bang, dah nampak ngantuk ni anak", kata Teti sambil membaringkan tubuhnya menidurkan anaknya.
"Oh..., iya Teti, sorry ya", jawabku sambil bangkit dari kursi.
"Waduh, gak papa bang, kalau abang mau nonton TV gak papa..., aku cuma nidurkan anak aja", kata Teti sambil bangkit lagi dan menyerahkan remote TV padaku.
"Klo pindah tempat, ni anak pasti gak mau tidur, maaf ya bang, kakiku ke arah abang", timpal Teti sambil berbaring kembali.
Aku hanya mengiyakan sambil aku rubah chanel VCD ke chanel TV.
Ah..., pepek lonte si Teti ini..., pingin sekali rasanya aku kentot dia saat ini. Apalagi tak berapa lama kemudian aku lihat si Teti ikut memejamkan matanya juga.
Aku pura-pura menonton TV, padahal lebih seringnya aku menelusuri tubuh Teti yang tiduran menyamping bersama anaknya. Dan benar saja, Teti akhirnya ketiduran juga.
Masih dalam posisi tiduran menyamping bersama anaknya, dapat aku pastikan kalau Teti saat itu tertidur, kerana aku lihat gerakan nafas tubuhnya yang teratur. Apalagi saat itu kaki anaknya berada di perut Teti, otomatis gerakan perutnya yang begitu teratur dapat aku lihat dan pastikan kalau saat itu Teti benar-benar tidur.
Hujan yang masih deras membuatku nyaman untuk mengeluarkan kontolku yang kembali ereksi, walau saat itu aku duduk di kursi tepat di depan pintu yang kalaulah saat itu keadaan tidak hujan, pasti siapapun yang melihat ke dalam rumah dapat jelas melihat aku sedang mengelus-elus dan memainkan kontolku, tapi aku santai saja.
Jam 11:36 santai aku mulai ngocok sambil memandang Teti yang sedang tertidur di depanku. Tapi karena posisiku saat itu duduk, terasa kurang nikmat, karena buah zakarku tidak bebas bergerak.
Kembali kenekatanku muncul, lalu aku berdiri hanya beberapa centimeter di dekat kaki Teti sambil ngocok. Memandang penuh birahi ke wajah dan tubuh Teti yang tertidur. Ah..., begitu nikmatnya... Dan perlahan, karena aku lihat Teti tidak merespon keberadaanku yang sedang ngocok, aku melangkahkan kakiku dan menempatkan posisiku berdiri di dekat kepala Teti. Sambil terus saja ngocok, aku lihat betapa dekatnya jarak kakiku dengan kepala Teti, hanya berjarak beberapa centimeter saja. Aku melorotkan celanaku hingga ke lututku agar buah zakarku bebas bergerak seirama dengan naik turunnya kontolku yang aku kocok ini. Debar yang sangat luar biasa yang aku rasakan dengan kenekatanku melorotkan celanaku sampai ke lututku, sementara posisiku hanya beberapa centimeter saja dari kepala Teti.
Dasar pepek...pepek..., lonte pepek..., rutuk hatiku sambil lebih mempercepat kocokan di kontolku.
Dan seakan aku kehilangan kendali, aku menggeser posisiku sedikit menjauh sekitar 50 cm dari kepala Teti, lalu dengan begitu cepat aku buka kembali celanaku dan langsung aku lempar ke arah motor. Posisi celana yang aku lempar itu tersangkut di stang motor.
Bisa dibayangkan, saat itu jarak antara aku dan Teti hanya sekitar 50 cm. Dan aku benar-benar dalam kondisi bugil dengan kontol yang sangat ereksi, sementara celanaku berada beberapa meter dariku.
Tak akan dapat berkata apa-apa dan tak akan ada alasan apapun yang dapat aku berikan seandainya saat itu Teti terbangun dan mendapati aku dalam posisi bugil seperti itu.
Hal ini malah lebih menambah kenekatanku. Debar jantungku terasa tidak beraturan, seiring dengan semakin cepat naik turunnya tanganku ini mengocoki kontolku.
Sudah kepalang tanggung, akhirnya aku semakin mendekatkan posisiku ke tubuh Teti. Jam menunjukkan pukul 11:41 saat aku berdiri ngocok tanpa sehelai benangpun di tubuhku di belakang Teti hanya beberapa centimeter jarak kakiku dengan kepalanya. Lebih aku condongkan tubuhku ini ke atas kepala Teti. Begitu cepat aku ngocok saat itu. Tak aku perdulikan suara berisik tanganku yang begitu cepat mengocoki kontolku beradu dengan buah zakarku.
Aku sadar, aku tak bisa berlama-lama dalam posisi seperti ini. Resikonya benar-benar fatal.
Kalau saja Teti tersentak dan membuka sedikit matanya, pasti dia reflex melihat ke atas di mana akan langsung dia nampak kontolku yang begitu sangat ereksi ini aku kocok tepat di atas kepalanya.
Ah..., pepek lonte si Teti ini.
Hanya sekitar 1 menit aku ngocok di atas kepalanya, aku sudah nembak mani. Jam 11:42 sampai terasa kaku dan bergetar tertahan tubuhku ini saat puncak kenikmatan ngocok aku dapatkan dengan muncratnya air maniku di atas kepala Teti.
Kalau saja saat terasa aku akan nembak mani aku tidak langsung menempatkan tangan kiriku untuk menahan dan menampung maniku, mungkin saja air maniku itu akan mengenai bagian kiri wajahnya, karena muncratan air maniku itu tidak terlalu kuat memancar dari kontolku. Ya..., itu normal lah..., karena sebelumnya aku sudah nembak begitu banyak mani yang sangat kental saat aku ngocok di belakangnya tadi.
Setelah menikmati puncak sensasi kenikmatan ngocokku, lalu aku menyingkir dari posisiku.
Jujur saja, sangat tergesa aku meraih celanaku yang tersangkut di stang motor dan langsung memakainya. Manikupun berselemak di bagian samping kiri celanaku.
Degup jantungku begitu cepat dan tak beraturan, serta nafasku terasa sangat memburu.
Ini begitu sangat nekat dan fatal resikonya. Dan aku mengambil semua resiko ini karena setiap kesempatan dan kondisi yang mendukung harus aku pergunakan dengan sebaiknya.
Aku juga memakai bajuku dan kemudian aku kembali duduk di kursi sambil mengeluarkan kontolku lagi untuk membuka ikatan di buah zakarku.
Jujur, kontolku saat itu sudah tidak ereksi lagi. Tapi benar-benar penuh denyut kenikmatan. Apalagi terbayang pada kenekatan yang baru saja aku lakukan terhadap Teti. Ah...
Hujan mulai mereda dan kontolku tak berhenti-hentinya berdenyut penuh kenikmatan karena tak lepas pandanganku mengarah ke tubuh Teti.
Sampai akhirnya jam 12:15, dengan perlahan aku mulai membangunkan Teti.
"Teti..., Teti...", panggilku untuk membangunkannya. Tapi mungkin karena terlalu lelap, dia tidak terbangun.
Sampai akhirnya terdengar suara motor masuk ke pekarangan rumah mertuaku dan ternyata suami Teti pulang. Sebelum mematikan mesin motornya, mungkin sengaja dia membunyikan klakson motornya yang bersuara keras itu dan langsung membuat Teti tersentak bangun.
Bukannya gembira, malahan Teti tampak marah dan sedikit ngomel karena suara klakson itu dapat membangunkan anaknya.
Aku hanya tertawa, walau terpaksa, untuk menetralkan suasana. Khususnya suasana hatiku yang masih penuh birahi pada Teti.
Suami Teti tidak terkejut dengan kehadiranku yang hanya berduaan dengan istrinya. Malahan dia bertanya tentang motor mertuaku yang aku perbaiki dan mengucapkan terima kasih padaku karena menyempatkan diri memperbaikinya.
Kalau ini aku benar-benar tertawa. Iya tertawa karena keleluasaan waktu dan kesempatan bisa menjadikan Teti, istrinya, sebagai objek ngocokku. Malah seharusnya aku yang berterima kasih.
Kemudian, karena Teti tidak masak, suami Teti pergi keluar untuk membeli makanan. Kembali aku dan Teti serta anaknya saja yang berada di rumah.
Desiran-desiran birahi begitu nyata aku rasakan selama aku dan Teti ngobrol, yang dia selingi dengan mempersiapkan peralatan untuk makan kami, dan aku juga menyempatkan diri untuk memasang kembali tutup mesin motor yang belum aku pasang. Denyut kontolku begitu nikmat aku rasakan saat berbicara dan menatap wajah Teti.
Ah..., kapan ya bisa aku ulangi lagi hal seperti ini...
Pada saat kami makan bersama, sempat terbesit di benakku, pasti sangat nikmat seandainya saat itu Teti aku ajak ngentot sampai aku menembakkan maniku di dalam pepeknya, kemudian suaminya pulang dan mengajaknya ngentot kembali. Pasti double kepuasan yang akan dirasakan oleh si Teti. Pasti banjir mani pepek si Teti ini.
Dasar pepek... pepek...
Tak lama setelah kami makan bersama, aku pamit pulang, dan suami Teti juga pergi kerja kembali.