Rabu, 03 Juli 2024

Bugil Ngocok Di Belakang "Aseh" -*-

Tanggal 03-07-2024, jam 11:08-11:11 aku bugil ngocok sampai nembak mani di belakang Aseh yang sedang berada di halaman rumahku, tepat sekitar 4 m di depan pintu rumahku. Sebenarnya aku gak menyangka Aseh dan Rn benar-benar datang ke rumahku. Awalnya saat aku ke warung, aku jumpa sama Rn dan Aseh yang sedang ngobrol di teras rumah Rn. Mereka memanggilku dan nanya padaku apakah aku gak kerja karena pada jam segitu aku masih menggunakan pakaian rumahan aja, dengan bercelana pendek. Ya aku jawab aja klo aku sedang libur. Hingga akhirnya aku sedikit ngobrol bersama mereka dan kemudian aku pamit pulang dengan alasan ada kerjaan yang harus aku lakukan di rumah. Awalnya mereka memaksaku untuk tetap gabung ngobrol, tapi karena aku merasa itu gak terlalu penting, aku tetap beralasan ada kerjaan dan kemudian aku pulang. Dalam benakku, "ngapain pula aku di sana, lebih baik aku berbugil ria di rumahku sambil ngocok". 
Ya sampai di situ aja, dan saat aku sampai di rumah, aku kembali melanjutkan aktifitasku dengan berbugil ria di dalam rumah dengan posisi pintu yang terbuka lebar. Ah..., aku benar-benar memanfaatkan waktuku yang sedang sendirian di rumah. Sesekali aku berdiri ngocok di pintu rumahku walau aku memang belum punya niat untuk nembak mani. Sensasi kopyor-kopyor telor kontolku yang aku ikat begitu menambah kenikmatan ngocokku dan rasa untuk nembak mani yang aku tahan itu menjadi seni dalam ngocokku. Dan lagi enak-enaknya ngocok, tiba-tiba aku mendengar suara motor yang sepertinya akan masuk ke halaman rumahku. Dan akupun dengan terburu-buru mengambil celanaku yang berada di lantai lalu masuk ke kamar ****. Dasar lonte pepek pantat torok..., ternyata Rn dan Aseh yang datang. Ah..., lonte..., mengganggu keasikanku aja mereka itu. 
Singkatnya, mereka gak masuk ke dalam rumahku setelah tahu kalau rumahku sedang kosong. Ya udah, akhirnya aku mengambil kursi yang ada di teras rumah mertuaku dan menggeser sedikit motor mereka agar kursinya bisa aku letak di sekitar depan pintu rumahku. Gak ada yang menarik dan penting dalam obrolan kami, malahan lebih banyak ngerumpinya. Sebenarnya agak kesal juga sih, karena aku harus menghentikan aktifitas ngocokku karena kedatangan mereka.
Tapi ya jujur..., pengaruh telor kontolku yang aku ikat dan terhimpit oleh pahaku membuat denyut nikmat saat aku ngobrol dengan mereka. Apalagi saat aku memandang ke Aseh yang mempunyai tubuh sintal dengan pantat yang montok itu. Walau mereka adalah teman-temanku, tapi yang namanya gejolak birahi ya gak kenal kompromi... Apalagi Rn dulu pernah menjadi pacarku semasa kami masih sekolah dan aku juga punya imajinasi serta keinginan ngentot dengan Rn. Ditambah lagi sesekali Aseh berdiri sambil memperhatikan dan berusaha mengambil jambu yang ada di depan rumahku. Esh..., lonte..., montoknya pantat si Aseh itu... Walaupun secara curi pandang, aku begitu memperhatikan dan mengagumi tubuh si Aseh, khususnya pantatnya, yang membuat geliat kontolku begitu jelas terasa. Ah..., lonte pepek torok..., celana yang dipakai Aseh itu begitu menonjolkan bentuk pantatnya yang membuat aku jadi kepingin ngocok dan keinginan itu rasanya begitu tak tertahankan. Kalau aku bandingkan bentuk tubuh Rn dengan Aseh, ya kalah jauh keindahan tubuh si Rn itu. Pantat si Aseh itu lho..., begitu pas dengan bentuk teteknya yang besar. Aku malah tak begitu mendengarkan obrolan kami karena imajinasiku begitu bermain dalam benakku. Esh..., lonte..., montoknya pantat si Aseh itu...
Tapi saat itu aku merasa gak akan mungkin dan gak akan ada kesempatan untuk ngocok. Dan untuk menenangkan kontolku yang sudah mulai menggeliat seperti mau ereksi, akhirnya aku masuk ke rumah untuk membuat minuman lalu kembali bergabung dengan mereka setelah geliat kontolku mereda. Sebenarnya saat aku membuat teh manis untuk mereka, aku ingin ngocok dan mencampurkan maniku ke minuman mereka. Tapi aku merasa sayang aja, karena gak ada sensasinya... Saat itu aku merasa lebih baik aku ngocok dan mencari target lainnya setelah mereka pulang. Dan akhirnya aku hanya mencampurkan air kencingku ke dalam minuman mereka.
"Eh ***, lu diajak ngobrol kok ngelamun sih...", kata Rn yang membuat aku tersentak dari imajinasiku.
"Tu si **** mikiri kerjaannya ***...", sahut Aseh kepada Rn sambil memperhatikan jambu dan mencoba memetiknya dengan cara melompat.
"Ya udah lu kerjain aja dulu, ***...", kata Rn.
"Lama lho...", jawabku dengan hati yang sedikit berdebar penuh gejolak birahi karena keinginanku untuk ngocok dan berpikir bagaimana caranya aku bisa mengekspresikan birahiku dengan target Aseh maupun Rn. 
"Dah la..., kami tunggu ***, tapi jangan lama, kami abis makan siang mau belanja...", sahut Aseh.
"Ya udah, aku masuk dulu ya..., eh itu ada tangga mau pakai nggak...", kataku pada Aseh dan Rn.
"Kau angkat aja ke mari ***...", sahut Aseh yang sepertinya begitu berambisi untuk memetik jambu.
"Ntar klo ada perlu panggil aja ya...", kataku pada mereka.
"Iya, jangan lama-lama ya ***...", jawab Aseh.
Ah..., Aseh..., seandainya dia mau aku ajak ngentot, akan aku buat dia sampai terkencing-kencing karena kocokan kontolku di pepek dan pantatnya. Aku yakin Aseh itu tipe perempuan yang binal kalau ngentot. Dan jujur..., kalau kami ngumpul dan sedang jalan, aku sering berada di belakang si Aseh. Bahkan aku sering pura-pura jongkok atau sedikit membungkukkan tubuhku saat aku berada di belakang Aseh, yang semata-mata untuk lebih mendekatkan wajahku dan menelusuri keindahan pantatnya.
Kemudian, sesaat setelah aku meletakkan tangga di sekitar pohon jambu, lalu aku masuk ke rumah dan langsung masuk ke kamar ****. Ah..., begitu leluasanya aku memandang Aseh dan Rn dari balik kaca jendela itu walau posisinya sedikit menyamping ke kanan dari posisiku. Kontolku memang gak bisa diajak kompromi. Walau mereka adalah temanku, tapi ya jujur, saat itu aku benar-benar mengabaikannya. Bahkan aku keluar dari kamar **** untuk mengambil bangku yang ada di dekat TV untuk aku bawa masuk dan meletakkannya di dekat jendela. Aku sadar, bisa aja mereka secara iseng masuk dan ingin tahu dengan apa yang aku kerjakan. Dan sebagai antisipasinya, sengaja aku mengeluarkan beberapa alat dari lemari peralatan yang memang ada di kamar **** lalu aku meletakkannya di lantai.
Lalu aku berdiri di atas bangku, dan pandangan mataku begitu buas menelusuri lekuk tubuh Aseh sambil mempermainkan kontolku. Begitu juga dengan Rn yang sedang duduk. Posisi duduk Rn yang menyamping dan Aseh yang kadang menghadap ke jendela kamar membuat aku begitu tertantang. Dan secara perlahan, di atas bangku itu aku membuka baju serta celanaku yang aku lempar begitu saja di lantai.
Aku tahu, resiko yang bisa aja terjadi  dengan kemungkinan mereka masuk ke dalam rumahku mengingat pintu depan yang terbuka lebar dan pintu kamar **** yang juga terbuka. Tapi itu pula yang memicu adrenalinku. Ah..., kontolku sudah benar-benar sangat ereksi dengan urat-urat yang menonjol di sekitar batang kontolku. Dengan tatapan penuh birahi memandang ke tubuh Aseh, tanganku mulai mengocoki kontolku.
Aku tahu, momen ini sangat langka yang membuat aku mengakhiri dulu acara ngocokku dan mengambil HPku. Lalu aku kembali ngocok di atas bangku sesaat setelah aku menghidupkan mode merekam video melalui kamera belakang HPku. Esh..., nekat dan benar-benar nekat. Bayangin aja aku ngocok dalam keadaan bugil dengan posisi pintu rumah dan kamar yang terbuka lebar. Seandainya mereka masuk, kemungkinan aku gak akan sempat mengenakan kembali pakaianku dan keburu diketahui mereka.
Dari jam HP aku dapat melihat awal aku mulai ngocok pada pukul 10:48. Sambil ngocok aku mengarahkan kamera HPku itu ke kontolku dan ke arah mereka. Walau fokusku jadi terbagi, tapi gak mengurangi kenikmatan hentakan tanganku yang sedang mengocoki kontolku. Apalagi begitu aku nikmati keindahan pantat si Aseh. Esh..., dasar pepek pantat torok lonte..., indah sekali bentuk pantat si Aseh itu. Walau usia kami bisa dibilang sama karena kami merupakan teman sekelas, tapi dari sekian banyak teman perempuan sekelasku yang sering gabung, hanya Aseh yang nampak merawat tubuhnya dan begitu menggairahkan.
Setiap hentakan tanganku yang mengocoki kontolku begitu sangat aku nikmati seiring dengan pandangan mataku yang menelusuri keindahan tubuh Aseh. Esh..., lonte..., pantat Aseh itu lho..., besar dan sesuai dengan teteknya yang juga besar. Suara hentakan tanganku juga begitu jelas terdengar seiring dengan cepatnya kocokan di kontolku. Aku gak perduli apakah mereka dengar atau tidak. Walau akhirnya hentakan itu sedikit aku jaga agar tidak terlalu terdengar saat Aseh berdiri tepat di depan jendela. Benar-benar berhadapan denganku yang sedang berdiri bugil ngocok. Detak jantungku begitu terasa karena saat itu aku dan Aseh saling berhadapan dan hanya berbatas kaca jendela. Sempat aku sesaat memperlambat kocokan tanganku di kontolku untuk melihat reaksi Aseh yang sedang bercermin melalui kaca jendela kamar ****. Karena kalau Aseh bisa jeli, maka dia dapat melihat aku yang sedang dalam keadaan bugil ngocok tepat di hadapannya. Dan karena gak nampak ada perubahan mimik wajah Aseh yang sedang bercermin, akhirnya aku melanjutkan kembali kecepatan tanganku yang sedang mengocoki kontolku sambil sesekali mempermainkan kontolku serta menjaga hentakannya agar tidak terlalu jelas terdengar. Begitu terarahnya kamera HPku ke kontolku serta ke wajah Aseh yang sedang bercermin dengan jarak sekitar 30 cm dari kontolku. Dasar lonte..., nikmatnya...
Begitu aku tahan agar aku gak nembak mani saat aku berhadapan dengan si Aseh. Beberapa kali aku melepaskan tanganku dari kontolku atau menghentikan kocokan tanganku agar aku gak nembak mani. Esh..., lonte kau Aseh..., nikmatnya..., sensasi yang luar biasa yang aku rasakan saat itu, ngocok di depan Aseh, teman sekaligus sahabat perempuanku dan aku mendokumentasikannya melalui rekaman video HPku.
Alasanku saat itu untuk menahan agar aku gak nembak mani di depan Aseh, walaupun itu bisa jadi momen hasil rekaman video yang paling sempurna karena jarak kontolku dengan wajah Aseh hanya sekitar 30 cm adalah karena aku merasa adrenalinku terpicu untuk keluar dari kamar dan ngocok langsung di belakang mereka. Hal itu karena, hanya Aseh saja yang nampak sibuk memetik jambu sambil mengajak Rn ngobrol dan jarang duduk, sementara Rn duduk manis sambil menanggapi obrolan Aseh. Jadi niatku saat itu kalaulah tidak dapat ngocok di belakang mereka secara bersamaan, kemungkinannya aku ngocok di belakang Rn yang sedang duduk, dengan menunggu kesempatan Aseh yang sibuk memetik jambu itu sedikit menjauh dari posisi Rn.
Tapi tak berapa lama kemudian Rn menerima telepon dan dia bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Aseh yang sedang memperhatikan bunga di halaman rumahku. Rupanya Sari yang menelpon dan oleh Rn diloud speakerkan agar bisa juga terdengar oleh Aseh dan mereka ngobrol bareng. Terdengar mereka sepertinya janjian untuk belanja di Mall dan terdengar Sari akan ke rumah Rn setelah makan siang. Esh..., lonte..., bulatnya pantat si Aseh yang sedang jongkok memperhatikan bunga itu... Begitu penuh birahi aku memperhatikan proses bagaimana Aseh yang sedang berdiri itu secara perlahan jongkok. Nampak heboh celoteh Aseh menanggapi obrolan dengan Sari sambil tangannya seperti memegang bunga atau daun di depannya. Jujur, suara bangku yang aku pijak itu sedikit berisik karena gerakan tubuhku yang sedang menikmati sensasi hentakan tanganku di kontolku begitu jelas terdengar dan aku jadi gak nyaman. Lalu aku turun dari bangku dengan tetap melanjutkan acara ngocokku sambil memperhatikan keindahan pantat Aseh yang sedang dalam posisi jongkok. Esh..., dasar lonte..., lekuk tubuh dan montok pantatnya si Aseh begitu terlihat jelas dengan posisi Aseh seperti itu. Esh..., lonte kau Aseh...
Tapi sangat disayangkan, karena tak begitu lama kemudian Aseh bangkit berdiri setelah obrolan dengan Sari  berakhir. Ah..., dasar lonte..., mereka kembali duduk sambil ngobrol yang membuat aku akhirnya juga kembali berdiri ngocok di atas bangku. Saat itu aku sempat merutuk karena anak Rn datang. Tapi kemudian aku merasa ada peluang besar karena kedatangan anak Rn itu rupanya untuk menyusulnya karena ada suatu keperluan.
"Aseh, bentar ya, aku pulang dulu..., ni si ***** minta uang pula...", kata Rn kepada Aseh.
"Dah ini pakai uangku...", kata Aseh sambil bangkit dari duduknya.
"Gak usah, nanti aku sekalian bawa cemilan, kita nunggu Sari di sini aja..., lu telpon dia ya bilang makan siang di rumahku", jawab Rn yang sepertinya membuat ada sedikit harapan dengan apa yang mungkin bisa aku lakukan saat Aseh sedang sendiri.
Beberapa saat aku masih ngocok di atas bangku dan begitu liar imajinasiku memperhatikan Aseh dari posisi samping kananku. Apalagi saat Aseh menelpon Sari dan dia kembali berdiri sambil memperhatikan bunga. Jujur, aku begitu bersemangat dan turun dari bangku. Ah..., begitu besar keinginanku untuk ngocok langsung di belakang Aseh dan menikmati keindahan pantatnya secara langsung tanpa ada penyekat apapun antara aku dan dia. Tapi begitu aku hendak berjalan menuju pintu, terlihat Aseh membalikkan posisi arah tubuhnya dan sambil tetap bertelponan dia sepertinya akan kembali duduk. Ah..., dasar lonte..., terpaksa aku urungkan niatku sambil tetap ngocok memperhatikan si Aseh yang nampak asik ngobrol dengan Sari. 
Dan momen yang luar biasa nekat, penuh resiko yang aku pertaruhkan adalah saat aku lihat posisi Aseh yang sedang duduk itu sepertinya memberi aku kesempatan untuk melancarkan aksiku. Kemudian, sambil tetap ngocok secara perlahan aku mulai berjalan keluar dari kamar ****. Begitu sangat hati-hati aku mengeluarkan sedikit kepalaku untuk mengintip Aseh dan memastikan posisinya. Esh..., lonte si Aseh itu..., gak tertahan rasanya keinginanku untuk mengekspresikan birahiku langsung di belakangnya.
Hingga akhirnya, sambil melihat ke jam HP yang telah menunjukkan pukul 11:08, dalam kondisi tubuh telanjang bulat dan dengan penuh birahi aku keluar dari kamar, lalu aku berdiri ngocok di ruang tamu rumahku, di depan pintu kamar **** dengan jarak sekitar 4 m dari posisi Aseh yang sedang duduk ngobrol dengan Sari melalui HP. Esh..., lonte kau Aseh..., nikmatnya... Penuh birahi aku ngocok dan mengekspresikan birahiku di belakang Aseh. Tangan kananku sibuk mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku sibuk dengan HP yang merekam kontolku dan tubuh Aseh yang sedang duduk membelakangi aku. Benar-benar penuh resiko karena aku dalam keadaan bugil tanpa sehelai benangpun di tubuhku, berdiri ngocok di belakang Aseh yang hanya berjarak sekitar 4 m di depanku. Tapi ada suatu keuntungan dengan posisi Aseh yang sedang duduk itu, karena gerakan tubuhnya akan jelas terbaca olehku.
Sempat juga aku menghentikan acara ngocokku karena tiba-tiba Aseh nampak akan bangkit dari tempat duduknya yang membuat aku secara cepat menghindar dan masuk ke dalam kamar ****. Dasar lonte kau Aseh..., lonte pepek pantat torok kau Aseh... Dari jendela kamar dapat aku lihat Aseh yang beranjak dari tempat duduknya itu kemudian berdiri di dekat motornya. Dasar lonte..., jelas sekali nampak bentuk pantat si Aseh yang montok itu saat dia berdiri membungkuk karena tangannya bertopang di jok motor sambil tetap ngobrol melalui HPnya. Lonte kau Aseh..., seperti minta di kentot dari belakang... Esh..., dasar pepek pantat lonte... Adrenalinku begitu terpicu seiring dengan letupan birahiku saat melihat posisi Aseh seperti itu, apalagi melihat kakinya yang terentang layaknya bersiap untuk di kentot dari belakang. Esh..., lonte..., dasar lonte kau Aseh..., begitu terbakarnya birahiku saat itu. Dan tanpa berpikir dua kali, aku langsung keluar dari kamar ****.  
Penuh birahi dengan jarak sekitar 4 m aku bugil ngocok berdiri di belakang Aseh. Di ruang tamu, di depan pintu kamar ****, begitu liarnya imajinasi birahiku sambil memandang ke pantat si Aseh itu. Esh..., dasar lonte si Aseh itu..., celana panjang yang dia pakai begitu menggambarkan bentuk asli pantatnya yang montok itu. Sensasi kenikmatan ngocokku begitu terasa membakar birahiku. Seperti tak memikirkan resiko, aku begitu mengekspresikan gerakan ngocokku di belakang Aseh. Pinggulku juga kadang ikutan maju mundur seiring dengan imajinasiku seandainya dalam posisi Aseh yang seperti itu, kontolku mengocoki pepek dan pantatnya secara bergantian. Uh..., dasar lonte kau Aseh...
Hingga akhirnya aku harus mengalah pada dorongan maniku yang tidak dapat aku tahan untuk keluar dari kontolku. Muncratan maniku itu begitu liar keluar hingga mengenai dada dan perutku. Bahkan ada yang berceceran di lantai... Ah..., nikmatnya..., sambil meremas kepala kontolku dan menahan kelonjotan tubuhku, perlahan aku masuk ke dalam kamar **** dan sambil mematikan mode merekam video aku melihat ke jam HP yang sudah menunjukkan pukul 11:11 . Dari jendela aku melihat Aseh masih pada posisi yang sama dan masih ngobrol melalui HPnya. Esh..., dasar lonte kau Aseh...
Sekitar 3 menit aku benar-benar melakukan hal yang begitu nekat dengan bugil ngocok berdiri di belakang Aseh yang hanya berjarak sekitar 4 m dari posisiku. 3 menit yang penuh resiko dan aku begitu menikmati setiap lekuk tubuh bagian belakang Aseh, khususnya pantatnya yang begitu montok seperti minta dikentot dari belakang. Esh..., kalau memang memungkinkan, gak usah dikentot tapi Aseh membiarkan aku ngocok sambil menikmati keindahan tubuhnya, pasti bisa berkali-kali aku nembak mani di hadapannya. Dasar lonte kau Aseh...
Setelah membersihkan mani yang berada di tangan, dada dan perutku dengan bajuku, kemudian dengan hanya menggunakan celana pendek, aku keluar dari kamar. Karena Aseh masih berdiri di dekat motornya, akupun dengan segera membersihkan maniku yang berceceran di lantai ruang tamuku dan langsung masuk ke kamar mandi. 
Aku kemudian kembali duduk menemani Aseh setelah aku selesai mandi dan mengganti pakaianku. Aseh yang melihat aku dengan pakaian yang berbeda sempat menanyakannya, yang aku jawab kalau aku sedari pagi memang belum mandi dan berkeringat saat mengerjakan pekerjaanku, dan lontenya si Aseh itu, dia hanya mengangguk seperti mengiyakan saja sambil terus mengajakku ngobrol. Lonte..., cuma ngobrol doang, maunya sih si Aseh itu ngajak aku ngentot. Esh..., di samping Aseh kontolku kembali berdenyut nikmat. Esh..., lonte kau Aseh..., sensasi yang luar biasa yang aku rasakan dan itu terdokumentasi melalui kamera video HPku.
Beberapa saat kemudian Rn datang sambil membawa cemilan. Dan di sela-sela obrolan kami, Aseh meraih gelas minumannya yang telah bercampur dengan air kencingku dan tak berapa lama kemudian Rn juga meminumnya. Ah..., lonte pepek torok..., puas rasanya melihat mereka secara langsung meneguk minuman yang telah bercampur dengan air kencingku itu.
"Eh..., klo cemilan seperti ini enaknya pakai capucino ni..., gak cocok dengan teh manis...", kataku sedikit memancing mereka.
"Mau buat kami sakit gula ya...", jawab Aseh secara asal dengan nada bergurau.
"Tapi gak papa la, kalau ada..., ya kan ***...", sambung Aseh yang di jawab Rn dengan tawa dan anggukan kepala.
"Ya udah, habiskan dulu tehnya...", kataku lagi.
"Tu lihat Aseh..., bener mau buat kita sakit gula si **** tu...", kata Rn pada Aseh sambil tertawa. 
Mendengar ucapan Rn, aku dan Aseh juga tertawa dan tawaku semakin berlanjut di dalam hati saat aku melihat mereka benar-benar menghabiskan seluruh minuman yang telah bercampur dengan air kencingku. Dan jujur, dengan degup jantung yang sepertinya sedikit menggedor dadaku, kemudian aku meraih gelas mereka untuk aku bawa masuk ke dalam rumah.
"Gitu dong..., kan gak banyak gelas yang harus dicuci...", kataku dengan nada bercanda sambil meraih gelas mereka dan kemudian masuk ke dalam rumahku.
Esh..., benar-benar triple untuk Aseh dan double untuk Rn..., sambil membawa gelas mereka begitu riangnya hatiku. Dan setibanya aku di dapur, aku segera mengeluarkan kontolku dan langsung mengelus-elusnya agar ereksi. Esh..., lonte kau Aseh..., pantatmu itu lho... Dan untuk membuat dokumentasinya lagi, sesaat setelah air yang aku masak itu sudah mendidih dan kompor sudah aku matikan, aku kembali menghidupkan mode merekam video melalui kamera belakang HPku sambil berkata dengan nada yang perlahan kalau saat itu aku akan ngocok dan ingin nembak mani di gelas minuman Aseh dan Rn.
Sambil melihat ke jam HP yang menunjukkan pukul 11:59, aku mulai ngocok karena kontolku juga sudah ereksi secara sempurna. Esh..., sambil ngocok aku begitu berimajinasi pada tubuh Aseh seiring dengan hentakan tanganku yang semakin cepat mengocoki kontolku. Ah..., tangan kananku sibuk mengocoki kontolku, sementara tangan kiriku sibuk dengan HP yang sedang merekam video mengarah ke kontolku yang sedang aku kocok dan ke gelas mereka yang sedari awal sudah aku posisikan menidur agar saat aku nembak mani, aku bisa langsung mengarahkan kontolku itu masuk ke dalam gelas dan nembak mani di dalamnya. Dan saat aku hendak nembak mani, dengan segera aku sedikit menurunkan posisi tubuhku dan mengarahkan kontolku ke dalam gelas mereka. Esh..., nikmatnya..., begitu aku atur muncratan maniku itu agar secara bergantian muncat ke dalam gelas Aseh dan Rn. Esh..., lonte..., nikmatnya...
Sengaja aku tidak mematikan mode merekam video di HPku, sambil melihat ke jam HP aku berkata dengan suara perlahan bahwa waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 12:01. Ah..., ternyata gak sia-sia kedatangan Aseh dan Rn itu ke rumahku. Walau sedikit kesulitan saat membuka bungkus capucino dan menuang susu karena tangan kiriku memegang HP yang masih dalam posisi merekam, akhirnya capucino itu selesai aku buat. Setiap detail proses pembuatannya terekam jelas di HPku. Terekam jelas bagaimana kental dan lumayan banyak maniku yang berada di dalam gelas Aseh dan Rn itu secara perlahan aku aduk bersama dengan capucino yang aku buat. Akupun sengaja mengaduknya dengan chopstick metal dan memastikan agar benar-benar terlarut dengan capucino yang aku buat. Dan secara perlahan aku memasukkan HPku yang masih juga dalam posisi merekam ke dalam saku bajuku. Semua itu aku lakukan agar dokumentasinya benar-benar sempurna. Yaitu dari awal aku ngocok sampai aku nembak mani di dalam gelas Aseh dan Rn, kemudian proses saat aku menyajikannya ke mereka. Dan harapanku kalau beruntung, aku bisa merekam tanpa terjeda dalam satu rekaman video proses bagaimana mereka meneguk minuman capucino yang telah bercampur dengan maniku itu. Lagian gak akan mungkin curiga mereka melihat HPku berada di saku baju dengan posisi kamera mengarah ke depan karena itu hal yang wajar. Kan memang menjadi kebiasaan kalau layar HP posisinya ke arah tubuh.
"Langsung diminum *** dan Aseh..., sengaja dibuat hangat itu...", kataku sesaat setelah menyajikan capucino itu di hadapan mereka.
"Iya ***..., eh..., kental ya buatnya, pakai susu kah...", kata Rn sambil meraih gelasnya dan langsung meminumnya.
"Eh..., itu gelas aku atau punya kau ***...", kata Aseh sambil mengambil gelasnya juga dan ikut meneguk capucino yang telah aku campurkan dengan maniku.
"Halah..., sama aja lah...", jawab Rn yang membuat aku dan Aseh tertawa.
Apalagi aku..., tawaku berlanjut di dalam hatiku. Tawa penuh kepuasan menyaksikan mereka meminum maniku yang sengaja aku campur ke dalam capucino mereka.
"Pandai kau buat capucino ya..., kentalnya dan buihnya nampak...", kata Aseh lagi.
"Hadeh..., ini capucino bungkusan beli di warung la..., mujinya gak sopan...", jawabku dengan bercanda yang membuat Rn dan Aseh tertawa.
Singkatnya setelah Rn dan Aseh meneguk capucino mereka untuk yang pertama kali, dengan secara natural aku mengeluarkan HPku dari saku bajuku. Dan saat mengeluarkannya, jempolku menekan tombol volume bagian bawah untuk mematikan mode merekam video HPku. Ah..., jujur..., obrolan kami yang sebelumnya membuat aku sedikit kesal menjadi sangat menyenangkan. Karena begitu aku nikmati setiap gerakan tangan mereka meraih gelas dan meneguk capucino yang telah bercampur dengan maniku. Ah..., begitu puasnya aku. Apalagi saat Aseh beranjak ke motornya dan mengambil air mineral yang dia bawa untuk dia isi ke dalam gelas yang sudah habis capucinonya. Dia gerakkan seperti mengguncang-guncang gelas agar air yang ada di dalam gelas itu berputar yang membuat seluruh sisa capucino itu akhirnya terlarut.
"Ngapain Aseh..., ada-ada aja ni...", kataku saat melihat Aseh melakukan hal itu.
"Ni ***, biar kau gak susah nyuci gelasnya..., dah hampir bersihkan...", kata Aseh dengan nada bercanda yang membuat aku dan Rn tertawa.
"Eh..., ntar Aseh..., kita buat videonya ni..., buat bukti klo lu baik hati gak nyusahin aku...", kataku secara spontan dan sedikit memancing dengan nada bercanda, saat aku melihat sepertinya Aseh ingin meminumnya.
"Ooo, iya boleh..., ***..., kau gak ikutan juga...", kata Aseh di sela-sela tawa kami karena mendengar gurauanku dan ternyata Rn mau juga melakukannya.
"Ni gelasku tadi isinya capucino, enak buatan si ****..., dah habis tanpa sisa..., tu lihat **** juga habis minumannya sampai nambah pakai air mineral buatan cabang perusahaanku lho..., jadi gak repot si **** nyuci gelasnya..., kurang baik apa kami hayo...", kata Aseh dengan nada bercanda sambil menunjuk ke arah Rn yang sedang menuangkan air mineral dan menghabiskan air yang ada di dalam gelasnya, saat aku merekamnya melalui HPku, begitu juga dengan si Aseh yang menegak habis air yang ada di dalam gelasnya. 
Memang penuh canda obrolan kami hingga saat perekaman videopun dibarengi canda dan tawa. Ah..., benar-benar gak sia-sia kedatangan mereka. Terdokumentasi dengan begitu akurat, sesuai dengan harapanku. Dan aku yakin seluruh maniku itu sudah mereka minum dengan bukti gelas mereka yang sudah benar-benar bersih. Ah... Rn dan Aseh...
Dan mereka akhirnya kembali ke rumah Rn sesaat setelah Sari datang. Sempat juga mereka memaksaku untuk makan siang bersama di rumah Rn yang aku tolak karena aku beralasan kalau sedang libur jarang lapar dan memang aku sedang tidak lapar.
Wah..., benar-benar triple untuk Aseh karena sudah minum air kencingku, menjadi target ngocokku dan meminum maniku. Begitu juga double untuk Rn karena sudah meminum air kencing dan maniku. Thanks Aseh dan Rn.